KOMITMEN PERJANJIAN

Dan seluruh orang banyak yang hadir di pintu gerbang, dan para tua-tua berkata: "Kamilah menjadi saksi ….  Lalu Boas mengambil Rut dan perempuan itu menjadi isterinya dan dihampirinyalah dia. Maka atas karunia TUHAN perempuan itu mengandung, lalu melahirkan seorang anak laki-laki. Rut 4: 11, 13

 

Pada zaman Alkitab, gerbang kota merupakan pusat utama kegiatan masyarakat setempat, yang berfungsi baik sebagai pasar maupun pusat kegiatan masyarakat. Pedagang, pengemis, pejabat kota, pemuka agama, dan sejumlah orang lainnya berkumpul di sana untuk menjalankan bisnis, menjalankan hukum, menerima sedekah, berbelanja, dan bersosialisasi. Ke tempat keramaian itulah Boas pergi untuk menyatakan secara terbuka komitmennya untuk menikahi Rut. Pernikahan mereka membantu kita untuk melihat definisi pernikahan menurut Alkitab.

 

Pertama, pernikahan yang Alkitabiah melibatkan cinta yang berkomitmen. Cinta seperti itu tidak semata-mata didasarkan pada emosi atau keadaan, tetapi tetap berakar dalam dan tanpa syarat sepanjang musim dan situasi kehidupan. Hal ini tercermin dalam sumpah yang digunakan gereja saat ini dalam upacara pernikahan—komitmen dalam keadaan baik atau buruk, kaya atau miskin, dalam keadaan sakit dan sehat.

 

Kedua, pernikahan melibatkan saksi yang berkomitmen. Ketika seorang pria dan seorang wanita menikah, mereka menjadi satu di dalam perjanjian cinta dan perhatian. Sebagai manusia yang bisa berbuat salah, kita membutuhkan orang lain untuk meminta pertanggungjawaban kita terhadap komitmen ini. Inilah sebabnya mengapa upacara pernikahan harus memiliki setidaknya satu saksi untuk membuktikan terbentuknya persatuan baru, keluarga baru. Boas mempraktikkan hal ini di gerbang kota, di mana kerumunan orang dan tua-tua kota menyaksikan janjinya untuk menikahi Rut. Mereka kemudian mampu menepati janjinya.

 

Ketiga, pernikahan yang ilahi harus ada persekutuan yang berkomitmen. Allah menghendaki pernikahan mencerminkan keintiman yang semakin mendalam antara kita sebagai pengantin-Nya dengan Dia. Hubungan pribadi antara suami dan istri hendaknya diperdalam dalam perkawinan melalui, antara lain, keintiman seksual. Persatuan fisik seperti itu hanya boleh terjadi dalam konteks hubungan yang berkomitmen, penuh kasih, dan diakui secara publik. Mencoba mengisolasi komitmen fisik pernikahan dari aspek emosional, psikologis, rohani, dan intelektual merupakan sebuah penghinaanterhadap rancangan Allah.

 

Sebagian besar persepsi dunia tentang cinta dan pernikahan tidak ada artinya jika dibandingkan dengan keindahan dan manfaat dari persatuan heteroseksual monogami yang dapat diandalkan, setia, dan berkomitmen ini. Ketika kita melihat setiap aspek dari perjanjian ini dihidupi, kita melihat sekilas kekayaan komitmen mempelai pria surgawi kita terhadap gereja-Nya (Efesus 5:22-27). Pernikahan Kristen merupakan suatu berkat, dan merupakan gambaran dari realita yang lebih besar. Tidak ada pernikahan yang lebih besar, yang lebih sempurna, daripada gambaran pernikahan Anak Domba. Setiap pernikahan orang-orang percaya haruslah menggambarkan hal itu. Dalam cara Anda memikirkan, membicarakan, mendoakan, dan berperilaku terhadap pernikahan (baik pernikahan Anda sendiri maupun pernikahan di sekitar Anda), pastikan untuk menjunjung tinggi definisi Alkitabiah dan menghidupinya.

 

Refleksi

Bacalah Kidung Agung 6:4-11 dan jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut

  • Pola pikir apa yang perlu saya ubah?
  • Apa yang perlu dikalibrasi dalam hati saya?
  • Apa yang bisa saya terapkan hari ini?  

Bacaan Alkitab Satu Tahun : 2 Samuel 23-24 : Kolose 1

Truth For Life – Alistair Beg