ATURAN DAN BERKAT ALLAH
Jadi sekarang, jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan firman-Ku dan berpegang pada perjanjian-Ku, maka kamu akan menjadi harta kesayangan-Ku sendiri dari antara segala bangsa, sebab Akulah yang empunya seluruh bumi. Keluaran 19:5
Ketaatan sudah ketinggalan zaman. Namun ini penting dalam kehidupan Kristen. Bukan hal yang aneh jika kita mendengar orang-orang terbaik sekalipun mengungkapkan sikap negatif terhadap otoritas, karena kita hidup di era anti-otoriter. Di dalam gereja, apa yang dulunya dianggap sebagai pandangan yang benar tentang otoritas Kitab Suci sekarang tidak lagi begitu melekat dalam benak sebagian orang. Namun ketika kita mencari kebebasan dengan cara sendiri dan lepas dari otoritas Allah, kita juga menjauhkan diri dari berkat-Nya.
Ketika Adam dan Hawa tidak menaati aturan Allah di Taman Eden, mereka terpisah dari-Nya; mereka kehilangan berkat kehadiran-Nya. Penolakan terhadap hukum Allah selalu mengakibatkan, dan akan selalu mengakibatkan, keterpisahan dari Pencipta kita dan berkat-Nya. Sebaliknya, pemulihan pemerintahan Allah selalu mendatangkan berkat persekutuan yang Allah rancang bagi umat-Nya.
Janji tentang aturan dan berkat Allah ini digenapi sepanjang sejarah Israel dengan pemberian hukum Allah. Ketaatan bangsa Israel terhadap hukum Taurat tidak dimaksudkan sebagai upaya putus asa untuk mencapai keselamatan; sebaliknya, ini merupakan respons terhadap keselamatan yang telah didapatkan bagi mereka. Allah pertama-tama menjangkau dan memegang umat-Nya, menebus dan membebaskan mereka dari perbudakan di Mesir—dan kemudian hukum Taurat diberikan kepada mereka.
Dengan kata lain, Allah tidak memberikan hukum Taurat sebagai mekanisme penebusan atau menyediakannya sebagai jalan untuk menjadi umat-Nya. Sebaliknya, setelah menebus umat Israel, Dia memberi mereka hukum Taurat sebagai saluran kasih karunia-Nya sehingga mereka dapat mengetahui bagaimana hidup di bawah pemerintahan-Nya dan benar-benar menikmati berkat-berkat-Nya. Jika prinsip itu dibalik, semuanya akan menjadi salah. Kita akan menjalani hidup dalam cengkeraman legalisme, dan selalu berpikir bahwa usaha kita dapat menempatkan kita pada kedudukan yang benar di hadapan Allah. Namun, jika kita lupa bahwa Allah menyelamatkan kita agar kita dapat menikmati hidup di bawah pemerintahan-Nya, dan kita terus mengabaikan hukum-hukum-Nya ketika hukum-Nya tidak sesuai dengan tujuan kita, maka kita akan menjalani hidup dengan bertanya-tanya mengapa berkat tampaknya sulit didapat.
Hukum Allah tidak menyelamatkan, tetapi itu adalah “hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang,” dan orang yang menaatinya “ berbahagia oleh perbuatannya” (Yakobus 1:25). Sebagai orang-orang yang diselamatkan dari dosa oleh Allah, kita harus meresponi keselamatan-Nya dengan memilih untuk berjalan dalam ketaatan yang penuh sukacita.
Ku beserta Tuhan dalam perjalanan,
Sinar sabdaNya jadi suluh;
Tuhanku di samping; Ku tetap dibimbing,
Serta umat percaya, patuh.
Percayalah, Patuh pada Allah;
Agar hidup bahagia, Percaya, patuhlah
John H. Sammis, “Trust and Obey”
Refleksi
Bacalah Mazmur 119:49-64 dan jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut
Bacaan Alkitab Satu Tahun : Imamat 4 – 5: Ibrani 7
Truth For Life – Alistair Beg