Baca: Mazmur 22:1-12
Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku? Aku berseru, tetapi Engkau tetap jauh dan tidak menolong aku. (Mazmur 22:2)


Bacaan Alkitab Setahun: 
Yesaya 43-46


Ketika derita dan kesukaran sedang melanda, banyak nasihat bijaksana menganjurkan kita untuk tidak bertanya “mengapa ini terjadi?” atau “mengapa ini terjadi padaku?” Daripada tenggelam dalam misteri tak berjawab sebaiknya kita mencari solusi bagaimana mengatasinya. Tentu saja nasihat ini mengandung hikmat dan kebenarannya sendiri. Kendati pun demikian, itu tak membuat pertanyaan “mengapa” segera lenyap, bukan? 

Kendati Daud seorang yang beriman kepada Allah, dirinya tidak luput dari kesukaran dan kesesakan. Bahkan kerap dirasakannya Tuhan seperti membisu saja mendengar seruannya minta tolong. Maka di bibirnya pun terucap, “Mengapa Engkau meninggalkan aku?”—seruan senada terdengar dari bibir Yesus kala penyaliban-Nya (Mrk. 15:34). Itu bukan tanda tak beriman, sebaliknya itu karena iman kepada Allah yang layaknya tangis seorang bayi demi mencari sandaran aman di dada ibunya (ay. 10-11). 

Berdoa tak selalu harus dikaitkan dengan jawaban. Di balik semua pertanyaan “mengapa” tersimpan beragam endapan perasaan. Terkejut tak menyangka. Letih. Kecewa. Takut. Sedih. Marah. Goyah. Dan sebagainya. Ungkapkanlah itu kepada Allah dengan jujur. Di kala sedih kita membutuhkan lebih daripada sebuah jawaban. Kita membutuhkan sandaran untuk mengeluh, meratap dan mengaduh. Tuhanlah sandaran itu.

 

TUHAN ADALAH ALAMAT YANG TAK PERNAH SALAH BAGI SEGALA
JENIS DOA—TERMASUK YANG ISINYA KELUHAN DAN RATAPAN