MERESPONI KESUKSESAN ORANG LAIN
Lalu ia memimpikan pula mimpi yang lain, yang diceritakannya kepada saudara-saudaranya. Katanya: "Aku bermimpi pula: Tampak matahari, bulan dan sebelas bintang sujud menyembah kepadaku." … Maka iri hatilah saudara-saudaranya kepadanya. Kejadian 37:9, 11
Iri hati adalah perasaan yang umum bagi umat manusia. Iri hati juga monster—raksasa yang bisa memakan siapa pun hidup-hidup.
Bagaimana cara Anda melawan rasa iri? Siapakah orang-orang yang berada dalam lingkungan pengaruh atau area pandang Anda yang sedang merasakan nikmat atau kesuksesan, dan dengan siapa Anda ingin bertukar tempat? Kita harus berhati-hati. “Hawa nafasu iri hati yang menjijikkan,” tulis George Lawson, “menyiksa dan menghancurkan diri sendiri sambil mencari kehancuran obyeknya.” Iri hati cenderung menghancurkan orang yang iri hati.
Mereka belum mengetahuinya, tetapi saudara-saudara Yusuf sedang berada di jalan menuju kejahatan penipuan, kedengkian, dan menjual saudara mereka sendiri sebagai budak—mereka sedang menuju jalan kekejaman yang paling menjijikkan. Langkah pertama dalam perjalanan itu adalah iri hati terhadapnya. Namun mereka tidak melihatnya, sehingga mereka melakukan tindakan yang mungkin tidak terpikir oleh mereka ketika Yusuf pertama kali membagikan mimpinya.
Kita harus belajar melihat rasa iri kita dan menghadapinya. Jadi bagaimana kita bisa meresponi kesuksesan orang lain tanpa menyerah pada kepahitan dan kecemburuan?
Pertama, kita mengakui bahwa Allah berdaulat atas urusan manusia. Allah menetapkan agar Yusuf memiliki apa yang dimilikinya dan menjadi dirinya yang sekarang—dan Dia menetapkan kedudukan yang kurang penting bagi saudara-saudara Yusuf. Jika saja mereka siap menerima hal ini, meskipun mungkin sulit, mereka akan terhindar dari rasa sakit akibat kebencian yang mereka timbulkan sendiri.
Kedua, kita kembali kepada Allah dalam doa. F.B. Meyer, seorang pengkhotbah besar abad ke-19, pernah menceritakan bagaimana seorang pengkhotbah lain datang untuk melayani di wilayah yang sama dimana dia sudah melayani, dan tiba-tiba jemaatnya berpindah. Kecemburuan mulai mencengkeram jiwanya, dan satu-satunya kebebasan yang dapat ia temukan adalah berdoa bagi rekan pendeta ini—berdoa agar Allah memberkati pelayanan orang ini. Doa melonggarkan cengkeraman rasa iri di hati kita.
Allahlah yang menaikkan dan menurunkan orang. Jika saudara-saudara Yusuf memahami kebenaran ini, mereka tidak akan merasa iri. Allah jugalah yang memberi kita napas sebagai anugerah dari-Nya. Jika mereka memahami hal ini, mereka akan memiliki lebih banyak keinginan untuk mengucap syukur daripada menjadi getir. Hari ini, selidiki hati Anda, kenali dan bertobatlah dari setiap kecemburuan yang telah mengakar, dan bersujudlah dalam kerendahan hati dan rasa syukur di hadapan Allah yang berdaulat.
Refleksi
Bacalah 1 Samuel 2:1-10 dan jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut
Bacaan Alkitab Satu Tahun : Bilangan 7 – 8; Wahyu 17
Truth For Life – Alistair Beg