Saat saya menulis bagian ini, pandemi covid-19 di Indonesia sedang mencapai puncaknya. Beberapa kota di Indonesia sudah menetapkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Setiap hari ada kabar terbaru tentang jumlah orang yang positif terkena Corona, berapa yang meninggal dan berapa yang sembuh. Banyak orang yang saya kenal bercerita bahwa bisnis atau pekerjaan mereka terdampak. Tidak sedikit pula yang bercerita mereka kehilangan orang-orang yang dikasihi karena Corona. Tidak sedikit pula saya mendengar kisah bagaimana orang- orang menemukan peluang usaha baru di tengah krisis ini.
Penyingkapan terbesar yang dibawa oleh Corona virus ini adalah tentang keadaan hati kita.
Sebelum pandemi ini mungkin kita berpikir tidak ada yang salah dengan kita. Hidup kita baik. Usaha kita baik. Pekerjaan kita baik. Pelayanan kita baik. Semuanya baik. Namun, ketika pandemi menyerang dan satu demi satu yang kita sebut baik itu diambil dan dilucuti satu per satu dari hidup kita, bagaimana keadaan hati kita? Apa yang tersisa di hati kita ketika semua yang “baik” itu hilang?
Berhentilah sejenak dan renungkan pertanyaan saya tadi.
Apa yang tersisa di hati kita ketika pekerjaan, uang, rutinitas, pelayanan hilang mendadak?
Apakah kita masih bisa mengatakan Tuhan baik?
Apakah kita masih bisa percaya kepada-Nya? Atau kita malah melupakan Dia dan mulai memikirkan cara ini-itu untuk bertahan hidup?
Kata-kata apa yang keluar dari mulut kita saat perusahaan memutuskan kita dirumahkan? Atau saat deal-deal bisnis kita di-cancel atau di-pending? Alkitab mengatakan apa yang keluar dari mulut berasal dari hati. Jadi, dengan mempelajari apa yang kita katakan selama masa pandemi ini, kita bisa menilai keadaan hati kita.
Bagaimana keadaan hati kita? Apa yang disingkapkan oleh Corona virus tentang keadaan hati kita?
Seandainya setelah merenung, kita menemukan bahwa keadaan hati kita tidak dalam keadaan yang baik, it’s ok. Justru sekaranglah waktu yang tepat untuk mengkalibrasi hati kita. Saya percaya salah satu tujuan Tuhan mengizinkan terjadinya pandemi covid-19 ini adalah supaya kita disadarkan keadaan hati kita dan mau bertindak untuk memperbaikinya.
Bagaimana caranya kita mengkalibrasi hati kita? Dengan sekali lagi berfokus pada Tuhan. Selama ini mungkin kita me- rasa bahwa kita sudah mengikut Dia dengan baik, tetapi sebenarnya dalam hati kita masih penuh dengan “berhala”. Kita lebih mementingkan uang, pekerjaan, anak, bahkan pelayanan daripada Dia. Jadi, ketika semua itu diambil, kita kelabakan. Kita merasa kehilangan pegangan. Nah, sekaranglah saat yang tepat untuk kita kembali berfokus pada-Nya.
Ada orang yang bertanya, “Kenapa Tuhan tidak membuat mujizat supaya covid-19 ini segera hilang? Kenapa Dia harus biarkan orang-orang menderita?” Saya tidak tahu pasti jawabannya, tetapi saya percaya salah satu alasannya adalah seperti yang saya sharing-kan di atas. Dan alasan lain saya rasa adalah agar kita tidak menjadi miracle-centered, tetapi menjadi Gospel- Centered.
Dalam krisis seperti yang kita alami saat ini, kecenderungan kita adalah mencari pertolongan Tuhan. Kita berharap Dia akan melepaskan kita dan membuat mujizat. Namun, kalau Tuhan mengikuti kehendak kita itu, apakah ada jaminan kita akan lebih dekat lagi pada-Nya? Atau setelah mengalami / melihat mujizat- Nya, apakah hidup kita akan berubah atau sama saja?
Let me say this straight. Tuhan sebenarnya tidak terlalu tertarik membuat mujizat dalam hidup kita. Dia lebih tertarik untuk menyatakan kemuliaan-Nya dalam hidup kita sehingga kita semakin mendekat kepada-Nya dan mengenal-Nya. Mujizat adalah sarana untuk mencapai tujuan tersebut. Mujizat diberikan supaya kita percaya bahwa Yesus adalah Anak Allah dan melalui iman kita kepada-Nya, kita akan memperoleh hidup (zoe) (Yoh. 20:31).
Dalam buku ini saya akan membahas kisah-kisah mujizat Yesus, khususnya yang ditulis Yohanes di Injilnya.
Ada tujuh mujizat yang akan saya bahas:
Ketujuh mujizat ini, walau luar biasa, sebenarnya berfungsi sebagai signs atau penunjuk arah.
Saya ingin mengajak Anda untuk merenungkan apa yang Anda baca di buku ini. Saya tidak ingin Anda menjadi pembaca pasif yang hanya membaca, menandai bagian-bagian yang “kena“ kepada Anda, tetapi tidak mengalami perubahan pandangan, pikiran dan terutama “worldview”. Karena itulah dalam setiap pembahasan, saya menaruh satu bagian yang disebut Stop and Reflect. Bagian ini berisi pertanyaan-pertanyaan singkat untuk Anda renungkan. Jangan lewatkan bagian itu karena itu adalah salah satu “gerbang“ yang bisa membuat Anda mengalami perubahan paradigma.
Silahkan membaca buku ini, dan merenungkan makna di balik 7 Mukjizat Yesus. Untuk pembelian, silahkan klik link dibawah ini.
https://www.tokopedia.com/gibeonchurchsby/buku-beyond-the-miracles