Gospel Wisdom

GOSPEL WISDOM

Kita hidup di zaman yang serba maju di mana informasi apa pun yang kita butuhkan, ada di ujung jari kita. Saya ambil contoh, mau tahu tentang kesehatan, tinggal buka browser. Mau tahu cara cepat kaya, tinggal buka YouTube. Ada banyak video yang mengajarkan caranya. Mau tahu cara trading, ada banyak video training-nya. Apa pun yang kita ingin tahu, bisa kita dapatkan informasinya dengan sekejap mata.

Bahkan kalau kita mau tahu soal-soal kekristenan, mudah sekali. Kalau dulu kita mau dengar khotbah seorang hamba Tuhan, kita perlu ke gerejanya, sekarang tinggal buka YouTube. Mau cari tahu tentang caranya jadi orang baik, berintegritas, atau mau tahu pengajaran tertentu, juga sama.

Namun, dalam menghadapi dunia yang terus berubah dengan cepat, menghadapi masalah hidup yang semakin lama semakin kompleks, ternyata semua pengetahuan yang kita dapat akses dengan mudah tersebut kurang berguna. We need something more. Kita butuh yang Alkitab sebut sebagai wisdom, atau hikmat kebijaksanaan.

Selama berabad-abad orang Kristen membaca Amsal demi mendapatkan hikmat. Namun, seringkali kita lupa bahwa walau disebut kitab hikmat, kitab ini adalah bagian dari satu kisah besar tentang manusia yang sudah jatuh dalam dosa dan betapa besarnya kasih Allah sehingga Dia mengutus anak- Nya untuk menjadi Juruselamat bagi manusia. Jadi, sama seperti kitab lain dalam Alkitab, Amsal menunjuk kepada Kristus, Sang Hikmat yang sejati. Itu sebabnya kita perlu membaca hikmat dalam Amsal lewat kaca mata Injil. Karena jika tidak, yang akan kita dapatkan hanyalah serangkaian nasihat moralis yang baik.

Alasan kedua, kenapa kita harus menggunakan lensa Injil adalah agar kita tidak terjebak ke dalam cara pandang legalis atau liberalis. Dua-duanya salah. Dua-duanya adalah musuh Injil.

Apa itu legalis? Ini adalah cara pandang yang mengatakan kita HARUS melakukan sesuatu agar diterima oleh Allah. Orang yang legalis akan berusaha melakukan kebaikan, mengikuti firman Tuhan sampai ke titik komanya (kalau bisa) dengan harapan mereka akan mendapatkan berkat, perkenan Allah. Hasilnya orang seperti ini akan menjadi orang yang sombong, karena mereka berpikir mereka telah hidup dalam suatu standar kehidupan yang ketat dan tinggi dan karenanya layak mendapatkan “upah”-nya.

Inilah kecenderungan banyak orang setelah membaca Amsal. Mereka berpikir bahwa dengan melakukan apa yang dikatakan Amsal, maka mereka akan mendapatkan hikmat. Padahal hikmat bukan didapatkan dengan cara seperti itu. Lawan dari legalis adalah liberalis atau antinomianisme. Orang liberal berpikir “Allah adalah kasih. Dia mengasihi saya apa pun yang saya lakukan.” Mereka tidak suka dengan cara pandang legalis yang terlalu ekstrem hidup ketat, taat aturan. Mereka menekankan “kasih karunia”, yang membuat mereka ingin “bebas” dalam bertindak dan berpendirian. Ini juga salah. Hikmat hanya bekerja dalam konteks yang Tuhan sudah tetapkan. Itu sebabnya penting kita melihat hikmat lewat lensa Injil, agar tidak terjebak ke dalam salah satu dari dua ekstrem berbahaya ini.

Dalam menulis renungan ini, saya dibantu oleh dua orang rekan, sahabat saya, Ps. Dave Rindy Hatoguan (menulis re- nungan minggu 13, 14, 15) dan Ps. Natanael Thamrin (menulis renungan minggu 11, 12, 33, 34, 35, 36).

Harapan saya adalah setelah Anda membaca ke-52 renungan Amsal ini, Anda akan menemukan Kristus, Sang Hikmat sejati itu. Anda juga akan menyadari betapa rusaknya hidup Anda dan betapa Anda membutuhkan Dia untuk bisa menghidupi panggilan yang sesuai desain serta kehendak-Nya.

Silahkan membaca buku ini, dan merenungkan sebanyak 52 Refleksi Injil dari Kitab Amsal. Untuk pembelian, silahkan klik link dibawah ini.

https://www.tokopedia.com/gibeonchurchsby/buku-gospel-wisdom