PESAN BAGI PARA AYAH

Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan. Efesus 6:4

 

Dalam masyarakat Romawi, kekuasaan seorang ayah adalah segalanya. Seperti yang ditulis William Barclay, “Seorang ayah Romawi mempunyai kekuasaan mutlak atas keluarganya … Dia dapat mengikat atau memukuli putranya; dia bisa menjualnya sebagai budak; dan dia bahkan punya hak untuk mengeksekusinya… Jika ada suatu bangsa yang tahu apa itu disiplin orang tua, orang-orang Romawilah orangnya.”

 

Perhatikan bahwa di sini Paulus tidak sekadar menyerukan penerapan wewenang sebagai orang tua. Sebaliknya, dia mengasumsikan keabsahan wewenang mereka dan meredamnya. Perintahnya yang pertama bersifat negatif: “janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu.” Dia mendesak para ayah untuk menahan diri dalam mendisiplin anak-anak mereka, jangan sampai anak-anak mereka menderita lebih banyak kerugian daripada kebaikan dengan membuat mereka jengkel atau menyebabkan mereka menjadi kecil hati, kesal, atau marah.

 

Bagaimana kita bisa membuat anak kita marah? Melalui sifat egois, kekerasan, ketidakkonsistenan, sikap tidak masuk akal, pilih kasih, omelan, mencari-cari kesalahan, gagal menghargai kemajuan… Namun daftar menakutkan seperti itu tidak seharusnya mematahkan semangat kita; sebaliknya, hal ini hendaknya mengingatkan kita bahwa tanggung jawab ini sepenuhnya berada di luar jangkauan kita bila tidak ada anugerah Allah.

 

Namun instruksi Paulus tidak hanya bersifat negatif tetapi juga positif. Kata kerja “didiklah mereka” juga bisa berarti “memberi makan.” Ada sesuatu yang bersifat hortikultura di dalamnya—sebuah pengingat bukan hanya bahwa kita harus membesarkan anak-anak kita dengan lembut tetapi juga bahwa melakukan hal tersebut bukanlah tugas sesaat; sebaliknya, ini adalah perjalanan selama bertahun-tahun. Pada saat yang sama, pendidikan ini mencakup “disiplin”—yakni, disiplin terhadap Kitab Suci, yang melaluinya sang ayah sendiri diserupakan dengan gambaran Kristus—dan “ajaran”, yang berarti dengan lembut menyampaikan firman Allah kepada pikiran anak-anaknya agar karakternya benar-benar berubah.

 

Jika Anda adalah orang tua, bagaimana Anda dapat menyelesaikan tugas seperti itu? Dibutuhkan kasih karunia. Juga dibutuhkan kesabaran. Dalam istilah pasar saham, menjadi orang tua bukanlah perdagangan harian; ini adalah investasi jangka panjang. Sungguh menakjubkan bagaimana seorang anak berumur empat tahun yang terus-menerus diperlakukan dengan kasih dan disiplin Allah dapat menjadi seorang dewasa muda yang bijaksana dan penuh kasih sayang di akhir masa remajanya. Jika Anda bukan orang tua, doakanlah mereka yang menjadi orang tua. Mereka membutuhkannya! Dan jika Anda adalah orang tua, pertimbangkan pendekatan Anda. Bagaimana Anda membangun otoritas orang tua di rumah? Dalam hal apa saja Anda paling berisiko memprovokasi anak-anak Anda ketika Anda melakukan hal tersebut? Bagaimana Anda akan mengajar anak-anak Anda tentang firman Allah, dan bagaimana Anda dapat melihat karakter Anda sendiri dibentuk menjadi serupa dengan Kristus melalui pengalaman menjadi orang tua? Dalam semua ini, ingatlah bahwa mengasuh anak adalah tindakan kasih karunia. Kita harus melaksanakan tanggung jawab kita dengan setia. Namun Anda akan hancur jika Anda tidak mengingat bahwa kasih karunia cukup untuk mengatasi setiap kesalahan. Ini adalah sebuah kebenaran yang akan membangun Anda dan membuat Anda tetap rendah hati !

 

Refleksi

Bacalah Ulangan 6:1-15 dan jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut

  • Pola pikir apa yang perlu saya ubah?
  • Apa yang perlu dikalibrasi dalam hati saya?
  • Apa yang bisa saya terapkan hari ini?  

Bacaan Alkitab Satu Tahun : Obaja 1 ; Kisah 8: 1-25

Truth For Life – Alistair Beg