IMAN UNTUK MEMINDAHKAN GUNUNG
Yesus menjawab mereka: "Percayalah kepada Allah! Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa berkata kepada gunung ini: Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut! asal tidak bimbang hatinya, tetapi percaya, bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi baginya. Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu.” Markus 11:22-24
Dalam membaca Alkitab, kita akan menemukan ayat-ayat yang penyampaiannya jelas dan sederhana, sehingga mudah dimengerti tanpa banyak penjelasan tambahan. Namun di sisi lain, ada juga ayat seperti ini!
“Apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu,” Kata Yesus. Yesus mengajarkan bahwa kita harus percaya dengan sungguh-sungguh bahwa apa yang kita minta dalam doa sudah kita terima. Dengan kata lain, saat kita berdoa, kita diminta untuk memiliki keyakinan yang penuh bahwa Tuhan mendengar doa kita dan sedang bekerja untuk menjawabnya.
Namun, sering kali kita merasa ragu atau takut untuk benar-benar memegang janji ini karena ada banyak contoh di mana doa tidak terjawab sesuai harapan. Karena itu, kita sering menambahkan banyak syarat atau kualifikasi saat merenungkan ayat ini, seolah-olah ingin "mengamankan" pemahaman kita agar tidak terlalu kecewa.
Dalam perintah yang berani ini, Yesus mengingatkan para pengikut-Nya untuk percaya kepada Allah, karena dasar iman kepada Allahlah yang menjadikan iman itu bermakna. Kita tidak boleh beriman pada iman atau beriman pada diri sendiri, melainkan beriman kepada Allah saja.
Metafora yang digunakan Yesus—yaitu seseorang yang memerintahkan agar sebuah gunung tercampak ke laut—mungkin sudah tidak asing lagi bagi para murid; ini mirip dengan kiasan para rabi pada umumnya untuk mencapai sesuatu yang tampaknya mustahil. Para murid tidak akan berpikir Yesus benar-benar mengatakan agar Bukit Zaitun terlempar ke laut mati yang berada lebih dari 4.000 kaki di bawah mereka. Mereka tentu memahami perkataan-Nya sebagai sebuah pepatah yang menunjukkan bahwa Allah ingin melakukan hal-hal yang luar biasa bagi anak-anak-Nya.
Dalam Kisah Para Rasul, kita melihat iman ini dihidupkan. Ketika seorang pengemis lumpuh meminta uang, Petrus justru menyuruhnya berdiri dan berjalan, percaya penuh kepada kuasa Allah (Kisah 3:6). Bisa jadi, Petrus teringat ajaran Yesus tentang berdoa dengan penuh iman dan keyakinan.
Ketika Allah menjadi objek iman kita, kita bisa memiliki iman yang berani—iman yang percaya bahwa hal yang mustahil menjadi mungkin bagi-Nya. Kita dapat mengetahui bahwa kita sedang berbicara kepada seseorang yang mampu melakukan jauh lebih banyak daripada yang dapat kita bayangkan (Efesus 3:20-21). Yesus pada dasarnya berkata kepada kita, Aku ingin kau berdoa dengan cara yang menunjukkan bahwa kau benar-benar beriman kepada Allah yang terlalu bijak untuk membuat kesalahan, yang terlalu baik untuk menjadi kejam, dan yang terlalu kuat untuk ditundukkan oleh kekuatan alam semesta.
Jadi, jangan terlalu terburu-buru memberi “batasan” pada ayat ini dengan berbagai penafsiran yang mengurangi kekuatan Allah. Sebaliknya, rayakanlah kenyataan bahwa Allah tidak mengenal kata mustahil. Berdoalah dengan keyakinan bahwa Dia adalah Allah yang setia, yang kasih karunia-Nya jauh melampaui kemampuan kita untuk memahami. Berdoalah dengan iman yang melihat kepada Yesus, Juruselamat yang telah mengatasi dosa dan kematian demi kita.
Refleksi
Bacalah Efesus 3:14-21 dan jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut
Bacaan Alkitab Satu Tahun : Ezra 6-8 ; 2 Timotius 3
Truth For Life – Alistair Beg