TEOLOGI UNTUK KEHIDUPAN

Kata Paulus: “Aku mau berdoa kepada Allah, supaya segera atau lama-kelamaan bukan hanya engkau saja, tetapi semua orang lain yang hadir di sini dan yang mendengarkan perkataanku menjadi sama seperti aku, kecuali belenggu-belenggu ini.” – Kisah Para Rasul 26:29

 

Keyakinan Paulus dibentuk lewat pengalaman hidup yang berat. Ketika ia benar-benar jatuh dan kehilangan segalanya, justru di situlah ia makin mengenal bahwa Allah tetap memegang kendali.

 

Selama dua tahun Paulus dipenjara di Roma, ia menulis surat kepada jemaat di Efesus, Filipi, Kolose, dan juga kepada temannya, Filemon. Selama masa penderitaan itulah Allah mendorongnya untuk menulis tentang Yesus: “Segala sesuatu ada di dalam Dia” (Kol. 1:17). Ketika menulis kepada jemaat di Efesus, ia mendesak mereka untuk melihat bahwa Allah yang berdaulat atas segala sesuatu, telah meletakkan segala sesuatu di bawah kaki Kristus (Ef. 1:22). Kebenaran-kebenaran ini bukan sekadar teori bagi Paulus. Ia benar-benar bersandar pada kebenaran-kebenaran itu di tengah musim hidupnya yang paling sulit.

 

Pengalaman Paulus membantunya untuk memahami lebih dalam bahwa dia membutuhkan Injil bukan hanya untuk keselamatan tetapi juga untuk seluruh kehidupannya. Kita pun juga membutuhkan Injil setiap hari—kabar baik bahwa Yesus mati menggantikan orang berdosa, bangkit untuk membenarkan kita, dan mengutus Roh Kudus untuk menguduskan serta memenuhi kita. Injil menciptakan dalam hati kita suatu pengharapan yang penuh keyakinan akan kedatangan Yesus kembali. Injil mengubah cara kita memandang dunia, bukan dari sudut pandang dunia, tetapi dari sudut pandang surgawi.

 

Seorang teolog bernama John Stott pernah menyimpulkan dampak dari pemenjaraan Paulus terhadap teologinya, seperti ini: “Sudut pandang Paulus berubah, cakrawalanya meluas, penglihatannya menjadi lebih jelas, dan kesaksiannya semakin dalam.” Rantai-rantai yang membelenggunya tidak menjadi alasan untuk kecewa atau menyesal. Justru melalui penderitaan itu yang membuatnya tetap dalam keadaan lemah dan bergantung pada Allah, cara pandangnya diubahkan dan ia bisa melihat jauh ke depan dengan terang harapan. Paulus mampu berdiri di hadapan seorang gubernur Romawi, seorang raja, dan seorang ratu, lalu berkata, "Apa yang kalian miliki sekarang, tidak akan bisa kalian simpan selamanya. Tapi apa yang aku miliki, tidak akan bisa hilang. Aku berharap kalian bisa menjadi seperti aku—seorang pendosa yang diselamatkan oleh kasih karunia, pewaris kehidupan kekal. Aku tidak ingin kalian mengalami penderitaanku, tapi aku sangat ingin kalian memiliki iman yang sama seperti aku.”

 

Paulus mengalami sendiri kebenaran yang sebelumnya ia tulis kepada jemaat di Roma beberapa tahun sebelumnya: “Kita tahu sekarang bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah” (Rm. 8:28). Kebenaran ini tidak hanya berlaku untuk Paulus, tapi juga berlaku untuk semua orang yang percaya kepada Yesus Kristus. Apakah Anda sedang menghadapi masa sulit atau tantangan yang membuat Anda putus asa? Teguhkan hatimu!

 

Anda telah memiliki semua yang benar-benar Anda butuhkan—dan Anda tidak akan kehilangannya. Segala kekayaan dan kenyamanan yang dapat ditawarkan dunia ini tidak sebanding dengan apa yang Anda miliki dalam Injil: “Kristus ada di tengah-tengah kamu, Kristus yang adalah pengharapan akan kemuliaan” (Kol. 1:27). Teologi Kristen bukan hanya ruang belajar yang nyaman, tapi penjara, untuk pencobaan. Biarkan kebenaran Injil menguatkan jiwa Anda dan membentuk cara pandang Anda saat Anda berpegang pada harapan yang telah dibeli Kristus bagi Anda.

 

Refleksi

Bacalah Kisah Para Rasul 26:1-29 dan jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut:

 

1. Kebenaran Injil mana yang mengubahkan hati saya?

2. Hal apa yang perlu saya pertobatkan?

3. Apa yang bisa saya terapkan hari ini?

 

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 135–136; 2 Korintus 11:1-15