DAMAI BAGI BANGSA-BANGSA
Bersorak-soraklah dengan nyaring, hai puteri Sion, bersorak-sorailah, hai puteri Yerusalem! Lihat, rajamu datang kepadamu; ia adil dan jaya. Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai, seekor keledai beban yang muda. Ia akan melenyapkan kereta-kereta dari Efraim dan kuda-kuda dari Yerusalem; busur perang akan dilenyapkan, dan ia akan memberitakan damai kepada bangsa-bangsa. Wilayah kekuasaannya akan terbentang dari laut sampai ke laut dan dari sungai Efrat sampai ke ujung-ujung bumi. Zakharia 9:9-10
Prosesi masuknya Yesus ke Yerusalem diwarnai dengan drama.Injil menceritakan bagaimana Yesus dan para murid seringkali pergi, menjauh, tanpa diketahui orang banyak. Bisa saja Yesus memasuki kota itu tanpa terlihat. Sebaliknya, Dia dengan sengaja memutuskan untuk mendekati Yerusalem dengan cara yang menyatakan Dia sebagai Raja Mesias yang telah lama dijanjikan dalam Kitab Suci.
Namun, konsep orang-orang mengenai apa artinya Dia menjadi Raja orang Yahudi sangatlah tidak tepat sehingga mereka salah paham tentang penyingkapan siapa diri-Nya. Orang-orang sebelumnya mencoba menjadikan Yesus raja dengan kekerasan, tetapi Dia berhasil lolos (Yohanes 6:14-15). Dia tahu bahwa apa yang mereka pikir akan dilakukan oleh seorang raja bukanlah apa yang Dia ingin lakukan. Kepala mereka berada di tempat yang salah. Hal serupa juga terjadi ketika ada dugaan bahwa Dia terlibat dalam suatu revolusi politik. Terhadap hal ini Dia menjawab, “Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini; jika Kerajaan-Ku dari dunia ini” (Yohanes 18:36).
Saat Dia masuk, orang-orang mengelu-elukan-Nya. Namun seruan mereka bercampur antara semangat, ekspektasi, dan kebingungan. Mereka tidak ingin hidup di bawah penjajahan Romawi. Mereka menginginkan restorasi nasional dan revolusi politik. Mereka membutuhkan seorang tokoh politik, dan Yesus adalah harapan terbaik mereka. Tampaknya mereka percaya bahwa Yesus akan menyampaikan sesuatu yang bukan menjadi tujuan-Nya datang. Ketika orang banyak berseru, “Hosana!”—yang berarti “Selamatkan kami!”—mereka tidak memikirkan keselamatan pribadi dan rohani; mereka memikirkan tentang kondisi mereka saat itu.
Jika kita tidak menjadikan Injil sebagai pusat pemikiran kita, kita mungkin akan terjebak dalam kebingungan yang sama. Bahkan saat ini, banyak di antara kita yang terus menciptakan Yesus yang dapat memenuhi harapan kita, seorang “juru selamat” yang kita ciptakan sendiri yang datang untuk memberi kita kenyamanan, kemakmuran, atau kesehatan, untuk memberkati keluarga, lingkungan, dan bangsa kita. Namun Kristus tidak memasuki Yerusalem sebagai seorang nasionalis-penakluk, yang mengendarai kereta perang; Dia datang sebagai seorang internasionalis yang membawa perdamaian, duduk dengan rendah hati di atas seekor keledai. Dia datang untuk menggenapi nubuat Zakharia pasal 9, yang menyatakan “damai kepada bangsa-bangsa” di bawah pemerintahan-Nya yang sempurna dan universal “dari laut sampai ke laut.” Itulah pesan Injil—sebuah pesan yang baik bagi semua orang, di mana pun, kapan pun. Bukan berarti impian dan tuntutan kita terlalu besar bagi-Nya, tetapi itu terlalu kecil.
Yesus menantang kita saat ini, sama seperti Dia menantang manusia pada zaman-Nya, untuk menyembah Dia karena siapa Dia, bukan karena kita berpikir Dia seharusnya menjadi apa. Jangan suruh Dia mengurusi urusan Anda; anggaplah ini suatu kehormatan bagi Anda untuk menjadi dekat dengan-Nya.
Refleksi
Bacalah Zakharia 9:9-17 dan jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut
Bacaan Alkitab Satu Tahun : Imamat 14; Ibrani 11: 1-19
Truth For Life – Alistair Beg