Pembacaan : Amsal 1: 22

 

Bacaan Alkitab Setahun : Kejadian 28-30

 

"Berapa lama lagi, hai orang yang tak berpengalaman, kamu masih cinta kepada keadaanmu itu, pencemooh masih gemar kepada cemooh, dan orang bebal benci kepada pengetahuan?” (Ams. 1:22)

 

ORANG BEBAL. Kata yang paling umum digunakan untuk orang bodoh di Amsal adalah kata Ibrani kĕciyl, yang artinya keras kepala. Ciri utama orang bodoh adalah mereka punya pemikiran sendiri, bijaksana menurut pandangannya sendiri, tidak dapat mempelajari pengetahuan atau dikoreksi.

 

Psikolog anak Jerome Kagan menemukan bahwa anak-anak dilahirkan dengan salah satu dari tiga temperamen dasar yang menentukan bagaimana mereka merespons kesulitan secara naluriah. Beberapa anak merespons dengan kecemasan dan menarik diri, beberapa anak merespons dengan tindakan agresif dan tindakan tegas, dan beberapa anak merespons dengan optimisme dan upaya untuk menang dengan bersikap sosial dan ramah. Setiap respons default bekerja dengan baik dalam beberapa situasi. Namun, Kagan berpendapat jika orang tua tidak campur tangan, temperamen alami anak-anak akan mendominasi, dan mereka tidak akan belajar bagaimana bertindak dengan bijak dalam situasi di mana respons kebiasaan mereka tidak pantas atau bahkan berbahaya. Dengan kata lain, kita secara alami keras kepala dan tidak bijaksana. Budaya modern bersikeras bahwa kita harus membiarkan anak-anak menjadi dirinya sendiri, tetapi apa yang terasa paling alami bagi kita mungkin jadi bencana (22:15). Untuk menjadi bijaksana, mereka yang cemas harus belajar menjadi lebih berani, mereka yang berani, belajar untuk berhati-hati, dan mereka yang sangat “ekstrovert” untuk lebih berpikir. Hanya di dalam Yesus kita melihat seseorang yang tidak memiliki kebiasaan untuk memaksa atau menarik diri tetapi selalu menanggapi situasi dengan hikmat yang sempurna (Yohanes 11:23-25, 32-35).

 

Kapan Anda paling keras kepala dan paling tidak terbuka terhadap ide atau kritik baru?

 

Doa: Bapa, aku melihat Yesus menjalani hidup tanpa salah berkata-kata atau salah melangkah. Dia tahu persis kapan harus diam dan kapan harus berbicara, kapan harus mengoreksi dan kapan harus tegas. Betapa aku ingin seperti Dia! Tolong mulai ciptakan kembali hikmat-Nya dalam diriku, lewat Firman dan Roh-Mu. Amin.