TANPA NAMA DAN RENCANA ALLAH

Ketika mereka sampai ke tanah Zuf, berkatalah Saul kepada bujangnya yang bersama-sama dengan dia: "Mari, kita pulang. Nanti ayahku tidak lagi memikirkan keledai-keledai itu, tetapi kuatir mengenai kita." Tetapi orang ini berkata kepadanya: "Tunggu, di kota ini ada seorang abdi Allah, seorang yang terhormat; segala yang dikatakannya pasti terjadi. Marilah kita pergi ke sana sekarang juga, mungkin ia dapat memberitahukan kepada kita tentang perjalanan yang kita tempuh ini."  1 Samuel 9:5-6

 

Saul, calon raja pertama Israel, sudah berhari-hari mencari keledai ayahnya yang hilang. Saul bersiap untuk “pulang”—tetapi hambanya justru mengusulkan untuk mencari "abdi Allah". Usulan sederhana ini akhirnya membuat mereka bertemu nabi Samuel Saul setuju, dan segera pencarian mereka akan mengarah pada pertemuan dengan nabi Samuel—momen yang menjadi awal penobatan Saul sebagai raja Israel (1 Samuel 10:1-8). Menariknya, bukan Saul sang calon raja yang terpikir menemui nabi, tetapi hambanya yang bahkan tidak disebut namanya. Kisah Alkitab ini menunjukkan bahwa orang yang “tidak terkenal” sekalipun bisa berperan besar dalam rencana Allah. Hamba itu peka terhadap apa yang Allah mungkin sedang kerjakan. Ia sadar, pencarian keledai ini bisa jadi bagian dari sesuatu yang jauh lebih besar.

 

Memang, di seluruh Alkitab kita melihat Allah menggunakan mereka yang mungkin dianggap tidak penting menurut standar duniawi tetapi wawasan rohaninya menuntun pada perubahan penting. Misalnya, dalam 2 Raja-raja 5:1-14 diceritakan tentang seorang gadis kecil Israel yang ditawan orang Aram dan menjadikannya budak, untuk tinggal sebagai pelayan di rumah seorang panglima tentara yang menderita kusta bernama Naaman. Di sana, gadis itu terbukti berperan penting dalam kehidupan Naaman, yang membuatnya ingin mengunjungi nabi Israel, Elisa. Akhirnya, hal ini menuntunnya pada kesembuhan yang ajaib. Ratusan tahun kemudian, Allah juga memilih seorang gadis muda dari kota kecil untuk melahirkan Putra-Nya. Dan kepada para gembala di padang, yang tidak punya kekuasaan atau pengaruh, Ia mempercayakan kabar baik bahwa Kristus telah lahir.

 

Kisah-kisah seperti ini mengingatkan kita bahwa yang penting bukanlah nama atau posisi kita; melainkan kesetiaan mengerjakan tugas yang Tuhan percayakan. Tugas itu, sekecil apa pun, adalah bagian dari rencana-Nya yang mulia dan kekal. Kadang, satu kata penguatan, satu nasihat tulus, atau satu kesaksian sederhana kita bisa dipakai Tuhan untuk menggenapi rencana-Nya yang besar.

 

Refleksi

Bacalah Markus 12:41-44 dan jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut:

 

  1. Pola pikir apa yang harus saya ubah?
  2. Bagaimana saya bisa lebih mengasihi Allah?
  3. Apa yang bisa saya terapkan hari ini?

 

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 87-881 Petrus 3