BERAPA LAMA? MENGAPA?

Berapa lama lagi, TUHAN, aku berteriak, tetapi tidak Kaudengar, aku berseru kepada-Mu: "Penindasan!" tetapi tidak Kautolong? Mengapa Engkau memperlihatkan kepadaku kejahatan, sehingga aku memandang kelaliman? Ya, aniaya dan kekerasan ada di depan mataku; perbantahan dan pertikaian terjadi. Habakuk 1:2-3

 

Kita tergoda untuk berasumsi bahwa kita sudah jauh dari keadaan yang dijelaskan dalam Perjanjian Lama. Namun ketika kita membaca keluhan Habakuk dalam ayat-ayat ini kita dapat mengenali bahwa meskipun secara kronologis dan geografis kita jauh dari keadaan itu, kita tidak jauh dari situasi yang dia hadapi.

 

Habakuk menggambarkan permasalahan yang terjadi di antara umat Allah. Mereka telah menyimpang dari apa yang telah direncanakan Allah bagi mereka, dan tidak ada akhir yang terlihat. Yang lebih parah, Allah rupanya tidak ikut campur. Menurut Habakuk masalahnya ada dua: waktu Allah (Berapa lama lagi, Tuhan, Engkau mentolerir kesalahan?) dan toleransi Allah (Mengapa Engkau mentolerirnya?). Pertanyaan-pertanyaan ini juga dapat ditemukan dalam diri banyak orang percaya saat ini ketika mereka memandang gereja: “Berapa lama hal ini akan berlangsung? Mengapa Allah yang baik, bermoral, dan maha kuasa yang kita sembah menoleransi kebusukan spiritual dan moral di antara mereka yang mengaku sebagai pengikut-Nya?”

 

Pernahkah Anda bergumul dengan pertanyaan-pertanyaan ini? Anda tidak sendiri; ini bukanlah isu baru. Umat Allah yang setia telah bergumul dengannya sepanjang sejarah. Berikut adalah dua pengamatan yang akan bermanfaat bagi kita saat kita menghadapi pertanyaan “berapa lama” dalam hidup kita.

 

Pertama, kita bersyukur bahwa Allah tidak begitu kejam mengabulkan doa kita sesuai waktu yang kita tentukan. Penundaan Allah selalu ada tujuan. Perspektif-Nya jauh lebih komprehensif daripada yang bisa kita bayangkan. Dia mungkin menunda agar Dia bisa mengatasi keegoisan kita atau ketidaktaatan kita, untuk mengajari kita bagaimana memercayai-Nya atau menyelamatkan kita dari diri sendiri. Inilah salah satu alasan mengapa Alkitab sering kali memanggil kita untuk menantikan Tuhan. Kekecewaan, kegagalan, dan kebingungan kita bisa dibawa ke dalam rasa aman dalam tujuan kekal Allah.

 

Kedua, kita bisa mencontoh teladan sang nabi dalam memohon pertolongan Allah. Habakuk menyampaikan keluhannya ke satu-satunya tempat di mana kita harus menyampaikan keluhan kita: kepada Tuhan. Dia mengenali apa yang dikatakan pemazmur: “Pertolonganku ialah dari TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi” (Mazmur 121:2). Mazmur penuh dengan orang -orang percaya yang membawa kebingungan dan pertanyaan mereka kepada Allah. Kita juga bisa melakukan hal yang sama. Dia mengerti ketika kita berseru, “Berapa lama?” dan “mengapa?" Jawaban terbesar-Nya diberikan kepada kita dalam Yesus dan kemenangan-Nya. Dia suka menghadirkan secercah fajar setelah malam tergelap. Jadi, ketika Anda melihat hati atau kehidupan Anda, atau gereja, dan tergerak untuk bertanya, “Ya Tuhan, berapa lama saya harus menangis?” Anda dapat menemukan penghiburan dalam kata-kata seperti ini:

 

Allah masih di atas takhta,

Dan Dia akan mengingat milik-Nya;

Meskipun cobaan menekan dan membebani kita, 

Dia tidak akan pernah meninggalkan kita sendirian.

God Is Still on the Throne, Kittie L. Suffield

 

Refleksi

Bacalah Mazmur 121 dan jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut

  • Pola pikir apa yang perlu saya ubah?
  • Apa yang perlu dikalibrasi dalam hati saya?
  • Apa yang bisa saya terapkan hari ini?  

 

Bacaan Alkitab Satu Tahun : Hakim-Hakim 16-18: Yohanes 5:25 - 47

Truth For Life – Alistair Beg