KESETIAAN YANG RENDAH HATI
Setelah Haman masuk, bertanyalah raja kepadanya: "Apakah yang harus dilakukan kepada orang yang raja berkenan menghormatinya?" Kata Haman dalam hatinya: "Kepada siapa lagi raja berkenan menganugerahkan kehormatan lebih dari kepadaku?"… Maka titah raja kepada Haman: "Segera ambillah pakaian dan kuda itu, seperti yang kaukatakan itu, dan lakukanlah demikian kepada Mordekhai, orang Yahudi, yang duduk di pintu gerbang istana. Sepatah katapun janganlah kaulalaikan dari pada segala yang kaukatakan itu." – Ester 6:6,10
Bagian ini adalah salah satu momen paling mengejutkan dalam Alkitab.
Haman begitu sombong dan angkuh, dan hal ini menyebabkan dia melakukan kesalahan perhitungan yang besar. Ketika raja bertanya padanya, "Apakah yang harus dilakukan kepada orang yang raja berkenan menghormatinya?", Haman langsung yakin bahwa orang itu pasti dirinya sendiri. Ia pun membayangkan penghormatan besar: memakai jubah raja, menunggang kuda raja, bahkan dielu-elukan di depan umum (Est. 6:8-9).
Bayangkan betapa bangganya hati Haman ketika raja berkata, “Segera ambillah pakaian dan kuda itu…”. Tapi seketika itu juga, semua runtuh saat ia mendengar kelanjutannya: “… lakukanlah itu untuk Mordekhai, orang Yahudi.”
Bayangkan betapa hancurnya hati Haman mendengar nama itu! Padahal hari itu ia berencana menggantung Mordekhai (Est. 6:4). Sekarang justru ia diperintahkan untuk mengarak musuh yang paling ia benci, dan memproklamirkan di hadapan banyak orang bahwa Mordekhai adalah orang yang sangat dihormati raja. Sungguh ironis!
Di sisi lain, perhatikan sikap Mordekhai. sikap rendah hati Mordekhai digambarkan dengan sederhana lewat satu kalimat: “Kemudian kembalilah Mordekhai ke pintu gerbang istana raja” (Ester 6:12). Tidak ada kesombongan, tidak ada pamer. Setelah diarak keliling kota — suatu penghormatan besar yang bahkan tidak pernah ia cari — Mordekhai hanya kembali duduk di tempat biasa, menjalani hidup seperti biasa.
Inilah gambaran kesetiaan yang rendah hati. Melakukan hal yang sama setiap hari, bukan untuk dipuji orang, tapi karena itu benar di hadapan Tuhan. Kadang hal itu terlihat sederhana atau biasa saja. Tapi seringkali, justru kesetiaan sehari-hari itulah yang meninggalkan jejak paling dalam. Saat anak-anak atau cucu mengingat hidup orang tua atau kakek-nenek mereka yang setia, sering kali mereka berkata: “Dia selalu berdoa di jam itu,” “Dia selalu duduk di kursi itu,” atau “Alkitabnya selalu ada di meja itu.”
Mordekhai tidak mencari penghormatan. Ia hanya setia melakukan yang benar karena itu benar. Hari ini, biarlah itu juga menjadi sikap kita: lakukan apa yang benar di mata Tuhan — entah orang-orang menghormati kita atau melupakan kita. Sebab suatu hari nanti, Tuhan sendiri yang akan menata ulang semuanya, dan memberikan penghormatan kepada mereka yang layak.
Sementara menunggu hari itu, tinggalkan keinginan Anda untuk mencari kehormatan diri, dan jalani rutinitas harian Anda dengan kesetiaan dan kerendahan hati.
Refleksi
Bacalah Ester 6:1-11 dan jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Kebenaran Injil mana yang mengubahkan hati saya?
2. Hal apa yang perlu saya pertobatkan?
3. Apa yang bisa saya terapkan hari ini?
Bacaan Alkitab Setahun: Ratapan 1–2; Yohanes 6:22-51