Pembacaan : Roma 6 : 15 - 23

 

Bacaan Alkitab Setahun :

1 Tawarikh 17 - 20

 

Kita semua melakukannya dengan berbagai cara. Ketika kita tidak setia terhadap Allah, baik dalam momen besar maupun kecil, kita berusaha mencari alasan dan meyakinkan diri bahwa pada akhirnya semuanya akan baik-baik saja. Kita berkata kepada diri sendiri:

 

“Aku bisa mengatasinya; semua akan baik-baik saja.” 

“Aku hanya akan melakukannya sekali saja.”

“Aku tidak punya banyak pilihan.” 

“Ini bukan masalah besar.”

“Orang lain juga melakukannya.”

“Ini tidak dilarang di Alkitab.” 

“Apa lagi yang bisa aku lakukan?”

“Aku akan pilih yang tidak terlalu merugikan.”

“Allah itu baik; Dia akan mengampuniku.”

“Aku tidak selalu melakukannya.”

“Bukannya Allah ingin aku bahagia?”

 

Setiap pernyataan didesain untuk membuat kita tidak terlalu merasa bersalah. Setiap pernyataan adalah topeng untuk menyamarkan realita bahwa kita memilih tidak setia kepada Allah, memberontak terhadap otoritas-Nya, dan tidak mendengarkan panggilan-Nya. Setiap pernyataan adalah topeng untuk menutupi keadaan hati kita yang sebenarnya. Setiap pernyataan adalah usaha membuat kita merasa tidak bersalah karena sudah melanggar perintah Allah. Setiap pernyataan adalah usaha membuat dosa tidak terlihat sebagai dosa. Setiap pernyataan adalah usaha menghapus rasa takut kita bahwa dosa benar-benar menghancurkan dan membawa kepada maut.

Ada momen di mana kita semua tergoda untuk menyerah pada logika salah Adam dan Hawa di taman Eden (lihat Kejadian 3) Ini adalah momen dalam hidup sehari-hari, kita percaya bahwa kita bisa keluar dari batasan moral Allah yang penuh kasih dan bijak tanpa menderita konsekuensi. Dalam momen-momen tersebut, kita secara moral tidak setia terhadap Dia yang adalah kebenaran, hikmat, dan harapan kita.

Dan yang penting dari hal ini adalah karakter hidup tidaklah ditentukan oleh tiga atau empat momen dalam hidup tetapi dalam momen-momen kecil yang tidak terlihat. Ketidaksetiaan kita menunjukkan bahwa dalam diri kita masih ada peperangan yang memperebutkan kekuasaan atas hati kita dan betapa kita membutuhkan anugerah yang menyelamatkan dan mengampuni. Bukankah mengetahui bahwa anugerah adalah milik kita dalam Kristus Yesus itu menenangkan?

Delusi terbesar dari setiap dosa adalah kita bisa tidak setia kepada Allah dan semuanya akan baik-baik saja.