Pembacaan : Lukas 18 : 9 - 14
Bacaan Alkitab Setahun :
1 Tawarikh 21 - 23
Saya harap saya bisa berkata ini bukan pergumulan saya. Saya harap saya bisa berkata saya benar-benar menerima realitas peperangan rohani saya. Saya harap saya bisa berkata saya selalu bersyukur buat pertolongan Allah. Saya harap saya bisa berkata saya selalu terbuka dan bisa didekati. Saya harap saya bisa berkata bahwa saya mengatakan semua yang dituliskan di atas, tetapi sayangnya tidak begitu. Ketika saya ditegur untuk kesalahan yang saya buat, saya cenderung tidak berkata: “Terima kasih sudah mengkonfrontasi saya. Saya tahu saya buta rohani dan tidak bisa menilai diri sendiri dengan baik. Tolong terus tegur saya; saya tahu ini adalah tanda dari kasih Allah.” Tidak, yang natural bagi saya adalah telinga saya memerah dan dada saya menjadi terasa sesak. Saya langsung mengaktifkan sistem pertahanan diri internal dan pikiran saya memunculkan argumen melawan tuduhan yang disampaikan. Mungkin saya disalahmengerti. Mungkin motif saya disalahpahami. Mungkin orang itu mengatakan sesuatu yang tidak saya lakukan. Namun, saya sudah membangun argumen untuk membela kebenaran saya. Saya menyebutkan semua kebaikan, yang mungkin orang tidak lihat. Saya berusaha meyakinkan diri dan orang yang menegur saya bahwa saya orang benar. Dalam dua tindakan itu, bukan hanya saya menyangkali bukti bahwa dosa masih ada dalam hati saya, tetapi saya juga membela kebenaran yang tidak ada.
Dan ini bagian menyedihkannya: dengan melakukan keduanya, saya merendahkan anugerah yang adalah satu-satunya harapan saya dalam hidup dan mati. Sampai sejauh mana saya bisa meyakinkan diri bahwa dosa saya bukanlah dosa – yaitu bahwa kesalahan saya tidak termasuk dosa yang untuknya Yesus mati – sampai sejauh itu pula saya menyangkali anugerah. Mengapa? Karena saya meyakinkan diri bahwa saya tidak butuh penyelamatan dan pengampunan yang ditawarkan anugerah. Dan sampai sejauh mana saya bisa membuat diri sendiri percaya bahwa saya orang benar, semakin saya tidak menghargai kebenaran sempurna Kristus, yang adalah satu-satunya kebenaran sehingga saya bisa bisa berdiri di hadapan Allah.
Jadi saya bisa saja punya teologi anugerah yang jelas dan tajam dan saya bisa saja menunjukkan perikop dalam firman Tuhan yang jelas mengatakan tentang anugerah, tetapi dalam kehidupan sehari-hari, kebenaran diri sendiri menghalangi anugerah berfungsi dan mengubah nilai dalam hidup saya.
Pembelaan diri saya ketika dikonfrontasi oleh tubuh Kristus dan ditegur oleh Roh Kudus adalah penyangkalan terhadap apa yang saya katakan saya percayai. Saya malah mendukung apa yang harusnya saya lepaskan dan menjauhkan saya dari tempat di mana saya bisa menemukan bantuan.
Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda telah menanggalkan kebenaran Anda? Apakah Anda berlari kepada anugerah Yesus? Atau apakah Anda mempertahankan apa yang Yesus berusaha hancurkan dengan kematian-Nya? Mungkin sebelum Anda mulai mengakui dosa, Anda harus mulai mengakui kebenaran Anda.
Perubahan tidak ditemukan dalam mempertahankan kebenaran kita, tetapi dalam mengakui kelemahan kita dan berseru minta tolong.