MENANGIS, MEMOHON, DAN BERBICARA
"Kemudian Ester kembali berbicara kepada raja. Ia sujud di kakinya sambil menangis dan memohon supaya raja mencegah niat jahat Haman, orang Agag itu, dan rencana yang telah ia buat terhadap orang Yahudi." – Ester 8:3
Hidup hanya untuk diri sendiri tidak sesuai dengan panggilan kita sebagai anak-anak Allah.
Kalau saja Ester hanya peduli agar Haman mendapatkan balasan yang setimpal, nyawanya sendiri selamat, dan posisinya tetap aman, maka semuanya sudah selesai ketika Haman dihukum mati. Tapi tujuan Ester jauh lebih besar: bukan hanya menghukum Haman atau agar dirinya aman, melainkan untuk menyelamatkan seluruh bangsa Yahudi. Bagi Ester, keselamatan dirinya sendiri tidak ada artinya jika bangsanya masih terancam musnah.
Ketika Ester “berbicara lagi kepada raja”, saat itu hanya tinggal beberapa jam sejak Haman jatuh dan mati. Haman sebelumnya datang hanya untuk membela dirinya sendiri (Est. 7:7-8). Tapi Ester justru bersujud di kaki raja, bukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk bangsanya. Ia tidak sanggup membiarkan mereka binasa.
Berabad-abad kemudian, ada seorang Yahudi lain yang hidupnya diubahkan oleh Allah, yaitu Rasul Paulus, Ia menulis, “... aku sangat berdukacita dan selalu bersedih hati. Bahkan, aku mau terkutuk dan terpisah dari Kristus demi saudara-saudaraku, kaum sebangsaku secara jasmani. Sebab mereka adalah orang Israel, mereka telah diangkat menjadi anak, dan mereka telah menerima kemuliaan, dan perjanjian-perjanjian, dan hukum Taurat, dan ibadah, dan janji-janji” (Rm. 9:2-4).
Bagi Paulus, perjumpaannya dengan Yesus di jalan menuju Damsyik belumlah cukup. Ia merindukan bangsanya juga mengenal Kristus sebagai Juruselamat. Dalam hal ini, Paulus meneladani Yesus, Tuhan dan Juruselamatnya. Yesus rela turun dari takhta surga ke dunia yang hina, untuk menyelamatkan umat-Nya dari kebinasaan menuju hidup kekal. Bahkan, ketika Ia mendekati Yerusalem dan melihat kota itu, Ia menangisinya. Yesus sedih karena mereka tidak mau melihat bahwa melalui kedatangan-Nya, Allah sedang menawarkan damai sejahtera, bukan peperangan; keselamatan, bukan kebinasaan (Luk. 19:41–44).
Ketika seseorang menerima keselamatan di dalam Kristus, bukan hanya hubungannya dengan Allah dipulihkan, tetapi ia juga merasakan beban bagi orang lain yang belum percaya. Kita tidak boleh seperti Haman, yang hanya memikirkan dirinya sendiri. Tuhan mengampuni kita bukan supaya kita hidup hanya untuk diri kita sendiri. Sudah seharusnya kita menangis ketika sadar banyak orang di sekitar kita belum mengenal Kristus dan akan binasa tanpa Dia. Seperti Paulus, kita perlu peduli terhadap keselamatan keluarga, sahabat, dan tetangga kita—lebih daripada kepentingan kita sendiri.
Tapi kepedulian itu tidak cukup hanya dengan air mata. Kita bisa berdoa, supaya orang-orang yang kita kasihi berbalik kepada Yesus dan percaya bahwa Dia adalah Juruselamat. Kita juga bisa memberitakan Injil kepada mereka, dengan harapan Tuhan mau memakai kita untuk membawa mereka keluar dari kematian dan masuk ke dalam hidup yang kekal—sama seperti Tuhan memakai Ester untuk menyelamatkan bangsanya.
Jadi, maukah Anda menangis, berdoa, berseru, dan melangkah bagi mereka agar mereka mendengar Injil?
Refleksi
Bacalah Ester 8:1-17 dan jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Kebenaran Injil mana yang mengubahkan hati saya?
2. Hal apa yang perlu saya pertobatkan?
3. Apa yang bisa saya terapkan hari ini?
Bacaan Alkitab Setahun: Amos 1-3; Yohanes 7:1-27