MENGHADAPI KEMATIAN

Ketika hampir waktunya bahwa Israel akan mati, dipanggilnyalah anaknya, Yusuf, dan berkata kepadanya: ‘… Janganlah kiranya kuburkan aku di Mesir, karena aku mau mendapat perhentian bersama-sama dengan nenek moyangku. Sebab itu angkutlah aku dari Mesir dan kuburkanlah aku dalam kubur mereka.’ Kejadian 47:29-30

 

Kematian akan datang bagi kita semua. Oleh karena itu, pertanyaan besar dalam kehidupan bukanlah “Bagaimana caranya kita menghadapi kehidupan dan hidup di dunia ini?” melainkan “Bagaimana kita menghadapi kematian dan di mana kita akan hidup di dunia berikutnya?” Hidup ini bukannya tanpa arti, melainkan sangat penting! Namun, kita tidak dapat mengetahui apa artinya hidup kecuali kita terlebih dahulu belajar bagaimana cara mati.

 

Yakub adalah contoh yang luar biasa tentang bagaimana cara hidup dan mati dalam terang rencana Allah yang dijanjikan. Dia secara spesifik berpesan tentang kematian dan penguburannya—dan perhatiannya atas tempat penguburannya terutama berkaitan dengan teologi, bukan geografi. Dia menyadari bahwa dalam kematiannya, dia membuat pernyataan tentang tempatnya dalam rencana dan tujuan Allah yang sedang berlangsung mengenai hubungan dengan umat-Nya.

 

Allah telah membuat perjanjian dengan Abraham, bahwa dia akan menjadi bapa bangsa yang besar di tanah Kanaan, tanah perjanjian. Janji ini diwariskan kepada Ishak dan kemudian kepada Yakub. Merasa tersanjung telah dipercayakan janji ini, Yakub ingin agar janji ini diwariskan kepada generasi mendatang melalui berkat terakhirnya dan lokasi pemakamannya. Dia ingin agar keturunannya mengingat bahwa mereka ditakdirkan untuk tinggal di Kanaan, bukan Mesir, dan dia ingin agar mereka mengingat imannya pada kepastian rencana dan tujuan Allah. 

 

Yusuf menghormati keinginan ayahnya, dan Kejadian 49-50 menggambarkan prosesi pemakaman yang rumit dari Mesir ke Kanaan dan duka cita yang mengikutinya. Kitab Suci memberi tahu kita bahwa orang Kanaan menyaksikan upacara yang rumit itu (Kejadian 50:11), tetapi mereka tidak dapat memahami sepenuhnya maknanya. Demikian pula, banyak orang tidak dapat sepenuhnya memahami mengapa orang Kristen menghadapi kematian dengan cara yang Alkitab katakan. Perspektif orang Kristen tentang kematian harus sangat berbeda dari apa pun yang dapat ditawarkan dunia. Jika kita hanya melakukan hal yang sama seperti orang lain, dengan upacara yang sama, musik yang sama, dan basa-basi kosong yang sama, kita kehilangan kesempatan utama untuk berkata dalam kematian dan dukacita, “Kematian tidak memiliki kendali terakhir atasku. Aku telah dibebaskan dari dosa dan karenanya dari kengerian kematian. Syukur kepada Allah karena telah memberikanku kemenangan melalui Yesus Kristus!” (lihat 1 Korintus 15:57).

 

Cara kita menghadapi kematian adalah kesempatan untuk menyatakan bahwa Raja surga datang ke bumi dan mengubah cara kita hidup dan mati. Perjanjian yang dibuat Kristus di kayu salib menghapus utang dosa Anda dan menjamin Anda dan semua orang percaya “untuk menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu” (1 Petrus 1:4). Seperti Yakub dan banyak orang kudus lainnya yang telah mendahului Anda, pastikan untuk menyatakan hal ini dalam cara Anda berbicara tentang kematian, dalam cara Anda berduka atas orang-orang kudus yang telah mendahului Anda, dan dalam cara Anda menghadapi kematian Anda sendiri suatu hari nanti. Bagaimana hal ini menghibur Anda hari ini? Bagaimana hal ini mengubah perspektif Anda sendiri tentang masa depan Anda hari ini?

 

Refleksi

Bacalah 1 Tesalonika 4:13-18 dan jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut:

 

  1. Pola pikir apa yang harus saya ubah?
  2. Bagaimana saya bisa lebih mengasihi Allah?
  3. Apa yang bisa saya terapkan hari ini?

 

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 23-25Kisah Para Rasul 14