TUJUAN DARI SALIB
“Ketika mereka sampai di tempat yang disebut Tengkorak, mereka menyalibkan Yesus di sana bersama dengan dua penjahat, yang satu di sebelah kanan-Nya dan yang lain di sebelah kiri-Nya.” — Lukas 23:33
Penulis-penulis Injil, tanpa terkecuali, tidak berfokus pada bagaimana cara Yesus disalibkan. Jika kita membaca keempat Injil, kita akan menemukan bahwa hanya ada sedikit sekali rincian tentang penderitaan fisik Kristus. Dengan mempertimbangkan betapa mengerikannya cara eksekusi penyaliban itu, dan mengingat bahwa seluruh isi Kitab Suci mengarah kepada salib, maka ketiadaan detail tersebut seharusnya membuat kita berhenti sejenak dan bertanya-tanya: mengapa kematian Sang Juruselamat hanya dirangkum dalam kalimat sederhana ini — “Di sana mereka menyalibkan Dia.”
Kemungkinan besar, para penulis Injil memahami bahwa jika mereka terlalu menekankan penderitaan fisik Yesus, maka kita bisa saja berhenti hanya sampai di sana. Kita mungkin berpikir bahwa setelah kita tersentuh dan tergerak oleh betapa mengerikannya peristiwa itu, kita sudah cukup memahami salib. Padahal sebenarnya, jika kita hanya berfokus pada aspek lahiriah — penderitaan fisik yang begitu mengerikan — kita justru bisa kehilangan makna sejati dari salib itu sendiri.
Itulah sebabnya, Injil tidak menjelaskan dengan rinci seperti apa penderitaan fisik Yesus. Fokusnya bukan pada bagaimana Yesus menderita, melainkan mengapa Ia menderita. Injil menyoroti tujuan dari salib, bukan bentuk penyalibannya.
Sejak awal sejarah manusia, sejak taman Eden, kebutuhan terbesar manusia adalah pendamaian dengan Allah. Ketika Adam dan Hawa berbalik dari Allah, mereka terpisah dari hadirat-Nya. Dosa bukan hanya sekadar pelanggaran moral, tetapi pemberontakan hati terhadap Sang Pencipta. Sejak saat itu, setiap manusia lahir dengan kecenderungan yang sama — berpaling dari Allah dan memilih jalan sendiri. Inilah akar dari penderitaan, kehampaan, dan kematian rohani manusia.
Keterpisahan ini tidak bisa dijembatani oleh kebaikan, usaha, atau agama. Tidak ada perbuatan baik yang cukup untuk menutup jurang dosa antara kita dan Allah. Dosa harus ditebus. Hukuman harus dijatuhkan. Keadilan Allah menuntutnya. Tetapi di sinilah kasih Allah menyatakan diri dengan cara yang tak terbayangkan. Di dalam Yesus kebenaran Allah telah dinyatakan, sebagaimana tertulis: “Tetapi sekarang, tanpa hukum Taurat kebenaran Allah telah dinyatakan... yaitu kebenaran Allah karena iman dalam Yesus Kristus bagi semua orang yang percaya” (Rm. 3:21-22). “Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darah-Nya” (Rm. 3:25).
Inilah inti dari penebusan: di atas salib, murka Bapa yang seharusnya ditujukan kepada manusia berdosa, dialihkan kepada Anak-Nya sendiri. Salib adalah tempat di mana kasih dan keadilan Allah bertemu. Di sana Kristus menukar tempat kita: Ia dihukum supaya kita dibenarkan; Ia ditinggalkan supaya kita diterima; Ia mati supaya kita hidup.
Oleh karena itu, ada perbedaan besar antara sekadar merasa iba kepada Yesus yang menderita, dan sungguh-sungguh beriman kepada-Nya sebagai Juruselamat pribadi. Jangan berhenti pada belas kasihan terhadap penderitaan-Nya. Refleksikan bukan hanya luka-Nya, tetapi kasih-Nya yang rela menanggung murka Allah agar Anda bisa diperdamaikan dengan-Nya. Dan ketika Yesus berseru, “Sudah selesai,” itu bukan sekadar tanda akhir penderitaan-Nya, melainkan deklarasi kemenangan: seluruh utang dosa manusia telah lunas, keselamatan telah digenapi, dan kita diperdamaikan dengan Allah.
Refleksi
Bacalah Markus 15:33-39 dan jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Kebenaran Injil mana yang mengubahkan hati saya?
2. Hal apa yang perlu saya pertobatkan?
3. Apa yang bisa saya terapkan hari ini?
Bacaan Alkitab Setahun: 2 Samuel 16-18; 1 Yohanes 5