REALITAS

Kesia-siaan belaka, kata Pengkhotbah, kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia.

Pengkhotbah 1:2

 

Ketika saya mengunjungi sebuah desa kecil di Inggris, saya menemukan sebuah kompleks kuburan. Saat berjalan di antara batu-batu nisan, saya mengamati berbagai usia yang terpahat di permukaannya. Sebagian orang hidup hingga usia 91 tahun dan yang lainnya 84 tahun, sementara beberapa tidak bertahan hidup lebih dari 20 tahun. Namun, jika semua usia ini digabungkan, rentang hidup rata-rata adalah sekitar 70 hingga 80 tahun—seperti yang dikatakan Alkitab: “Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun” (Mazmur 90:10). Dan jika dihitung dari sejak sebagian besar orang ini meninggal, kita bisa berkata bahwa ada jeda yang sangat besar dalam waktu kita dan mereka. 

 

Pengingat yang menyadarkan akan singkatnya hidup ini membawa saya pada pertanyaan yang kita semua tanyakan pada satu titik : Apakah hidup ini cuma seperti ini saja?

 

Kitab Pengkhotbah membahas pertanyaan mendalam ini dengan memberi kita satu realitas yang kuat. Sejujurnya, kebanyakan dari kita tidak cocok dengan realitas; kita lebih suka fantasi, fatamorgana, dan gangguan. Namun penulis Pengkhotbah, Salomo, memulai wacananya dengan mendorong kita untuk merenungkan ketidakberartian hidup, dengan menyatakan dengan lugas, "kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia." Salomo berusaha membuktikan tesisnya dengan menunjukkan kepada kita bahwa hidup ditandai dengan kerja keras: "Apakah gunanya manusia berusaha dengan jerih payah di bawah matahari? Keturunan yang satu pergi dan keturunan yang lain datang, tetapi bumi tetap ada" (Pengkhotbah 1:3-4). Dengan kata lain, hidup hanyalah serangkaian waktu masuk dan keluar yang terus-menerus sampai Anda meninggal. Tidak peduli siapa Anda—apakah Anda seorang eksekutif, guru sekolah, atau ibu rumah tangga—hidup "di bawah matahari" penuh dengan kerja keras, dan kemudian berakhir.

 

Apakah ini membuat Anda benar-benar tertekan? Seharusnya begitu—jika Anda mengesampingkan keberadaan Allah. Ketika Allah disingkirkan, hidup benar-benar tidak memiliki makna. Ada alasan mengapa sebagian orang ingin melarikan diri dari kenyataan dengan cara menggunakan obat-obatan terlarang atau dengan bersenang-senang tanpa batas. Apa yang mungkin tampak seperti perilaku aneh bagi kita sebenarnya mungkin merupakan respons seseorang yang telah melihat realitas yang berat, meskipun tidak lengkap.

 

Kitab Pengkhotbah memaksa kita untuk mempertimbangkan makna hidup dalam menghadapi kematian. Namun, bacalah bagian Alkitab lainnya dan Anda akan menemukan bahwa Anda dapat menerima hidup kekal dengan percaya kepada Dia yang berkata, "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku" (Yohanes 14:6). Hanya melalui Yesus Anda akan menemukan makna hidup yang sebenarnya dan menemukan alasan mengapa  semuanya tidak sia-sia. Hanya jika Anda ingat bahwa ada kehidupan setelah kematian, Anda akan mampu hidup dengan sukacita, dan menghadapi pasang surut kehidupan dengan perspektif yang sehat, di sini, saat ini.

 

Refleksi

Bacalah Pengkhotbah 1:1-11 dan jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut

  • Pola pikir apa yang perlu saya ubah?
  • Apa yang perlu dikalibrasi dalam hati saya?
  • Apa yang bisa saya terapkan hari ini? 

 

Bacaan Alkitab Setahun: Bilangan 20 – 22 ; Wahyu 22

Truth For Life – Alistair Beg