SAMA SEKALI BUKAN HAL BIASA

Ada seorang laki-laki dari Ramataim-Zofim, dari pegunungan Efraim, namanya Elkana bin Yeroham bin Elihu bin Tohu bin Zuf, seorang Efraim. Orang ini mempunyai dua isteri: yang seorang bernama Hana dan yang lain bernama Penina; Penina mempunyai anak, tetapi Hana tidak. – 1 Samuel 1:1-2

 

Ditandai oleh kekacauan sosial, politik, dan religius, masa Alkitabiah yang digambarkan dalam kitab Hakim-Hakim tidak jauh berbeda dengan zaman kita saat ini. Kekacauan itu dirangkum dan dijelaskan demikian: “Pada zaman itu tidak ada raja diantara orang Israel; setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri.” (Hak. 21:25). Bagi orang-orang yang hidup di Israel pada masa itu, sekitar tahun 1000 SM, situasinya seolah-olah dunia terbalik. Banyak yang merasa bahwa seorang raja di bumi adalah satu-satunya solusi bagi masalah mereka.

 

Di tengah kekacauan itu, Alkitab menyoroti kehidupan satu keluarga, yaitu keluarga Elkana. Istrinya yang bernama Hana (kemungkinan istri pertama) tidak bisa memiliki anak, sementara istri keduanya punya banyak anak laki-laki dan perempuan. Allah sudah berjanji bahwa bangsa Abraham — Israel — akan menjadi sangat banyak, dan melalui seorang anak dari Israel, Allah akan memberkati dunia. Karena itu, tidak memiliki anak bukan hanya membuat Hana sedih secara pribadi, tetapi juga membuatnya merasa tidak bisa menjadi bagian dari rencana besar Allah bagi umat-Nya.

 

Wajar bila Hana merasa sangat putus asa dan tidak berdaya (1 Sam. 1:7–8). Kalimat sederhana “Hana tidak mempunyai anak” sebenarnya menggambarkan penderitaan yang sangat mendalam. Namun justru melalui hidupnya, Allah kembali menunjukkan bagaimana Dia bekerja: Ia turun tangan dalam kehidupan keluarga yang tampak biasa saja, dan melalui tindakan-Nya, Ia bukan hanya mengubah hidup mereka — tetapi juga mengarahkan jalannya sejarah seluruh umat manusia.

 

Tahun demi tahun, bulan demi bulan yang selalu mengecewakan, Hana pasti sering bertanya dalam hatinya, “Mengapa ini terjadi padaku?” Ia sama sekali tidak tahu bahwa di balik masa penundaan dan kemudian pemberian anak, Allah sedang bekerja—bukan hanya untuk menjawab kebutuhannya, tetapi untuk mempersiapkan jawaban Allah bagi seluruh Israel. Karena anak lelakinya, Samuel, kelak akan menjadi nabi yang mengurapi Daud — raja terbesar dalam sejarah Israel di Perjanjian Lama.

 

Sering kali kita merasa hidup kita tidak ada kaitannya dengan rencana besar Allah. Situasi kita terasa biasa, menyakitkan, buntu, dan penuh pertanyaan. Kita pun bertanya, “Mengapa Tuhan membiarkan ini terjadi kepadaku?” Tetapi seperti Hana, jawaban dari Tuhan bukanlah tentang “situasi” atau “diri kita,” melainkan tentang Allah yang sedang berkarya melalui hidup kita, melampaui apa yang dapat kita pahami saat ini.

 

Rancangan dan cara kerja Allah jauh lebih besar daripada pengertian kita—dan di dalam waktu-Nya kita akan melihat bahwa ada maksud kasih-Nya dalam setiap bagian hidup kita. Melalui kisah Hana, kita belajar bahwa kita dapat mempercayai Allah yang bekerja di balik layar kehidupan kita, setia pada janji-Nya, dan sanggup masuk ke dalam hidup yang tampaknya biasa untuk melakukan perkara-perkara yang melampaui bayangan manusia.

 

Refleksi
Bacalah Mazmur 42-43 dan jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut:

 

1. Kebenaran Injil mana yang mengubahkan hati saya?
2. Hal apa yang perlu saya pertobatkan?
3. Apa yang bisa saya terapkan hari ini?

 

Bacaan Alkitab Setahun: Ester 1-2; Lukas 12:1-31