DAMAI YANG KEKAL
Dan sementara mereka bercakap-cakap tentang hal-hal itu, Yesus tiba-tiba berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata kepada mereka: "Damai sejahtera bagi kamu!" Mereka terkejut dan takut dan menyangka bahwa mereka melihat hantu. – Lukas 24:36-37
Kita bisa menggunakan banyak kata untuk merangkum apa yang telah dicapai oleh Injil dan pengalaman kita akan Injil itu sendiri. Namun ada satu frasa yang layak direnungkan dan menggerakkan kita untuk menyembah, yaitu ini: Injil adalah “Injil damai sejahtera” (Ef. 6:15).
Ketika Yesus yang telah bangkit menampakkan diri kepada para murid tiga hari setelah kematian-Nya, mereka tentu saja ketakutan. Maka Yesus berbicara kepada mereka. Apa yang Ia katakan adalah sapaan yang umum: “Shalom!” atau “Damai sejahtera bagi kamu!” Namun sapaan itu juga sangat mereka butuhkan untuk menenangkan rasa takut mereka. Dan melalui kata-kata itu, Yesus memberikan lebih dari sekadar ketenangan sementara. Ia sedang menunjuk kepada damai sejahtera yang jauh lebih dalam—damai sejahtera yang bersifat kekal.
Dalam Injil Lukas, damai sejahtera dan keselamatan hampir selalu muncul sebagai dua hal yang saling berkaitan. Di awal Injil Lukas, Simeon menanggapi kabar tentang kelahiran Yesus dengan berdoa, “Tuhan, sekarang biarkanlah hamba-Mu ini pergi dalam damai sejahtera, sesuai dengan firman-Mu; sebab mataku telah melihat keselamatan-Mu” (Luk. 2:29–30). Ketika Yesus sudah dewasa, Ia berkata kepada perempuan yang membasahi kaki-Nya dengan air matanya, “Imanmu telah menyelamatkan engkau; pergilah dengan damai sejahtera” (Luk. 7:50). Jadi ketika Yesus yang bangkit itu mengucapkan damai kepada murid-murid-Nya, Ia memakai istilah yang sudah akrab—namun dalam konteks yang sama sekali baru.
Janji Yesus tentang damai sejahtera bisa menjadi batu sandungan bagi mereka yang baru mengenal kekristenan. Saat Natal, orang-orang mendengar kalimat seperti “Damai sejahtera di bumi dan kemurahan hati bagi manusia” dan mungkin berkata dalam hati, “Nyatanya, damai seperti itu tidak terjadi.” Justru rasanya perang, perpecahan, dan perselisihan semakin banyak hari ini dibandingkan masa mana pun sebelumnya. Lalu, apa sebenarnya maksud Yesus ketika Ia menjanjikan damai kepada murid-murid-Nya?
Perhatikan bahwa pernyataan damai dari Yesus langsung diikuti dengan undangan untuk melihat tangan dan kaki-Nya—bukti bahwa Ia telah disalibkan. Dan apa makna penyaliban-Nya itu? Penyaliban bukan sekadar tragedi. Penyaliban adalah karya substitusi — pengorbanan diri Yesus menggantikan orang berdosa untuk mendamaikan manusia dengan Allah “melalui darah salib-Nya” (Kol. 1:20).
Jika damai sejahtera yang Yesus maksud hanya berarti akhir dari kekerasan dan kejahatan manusia, maka kekristenan hanyalah angan-angan. Jika damai sejahtera yang Yesus maksud hanyalah ketenangan psikologis untuk membuat hidup terasa lebih ringan, maka kekristenan tidak lebih dari sekadar hiburan rohani. Tetapi jika damai sejahtera yang Yesus maksud adalah damai antara manusia berdosa dan Allah yang kudus — yang diperoleh melalui salib — maka Injil adalah kabar terbesar sepanjang sejarah.
Justru itulah mengapa Yesus datang kepada para murid dalam kondisi ketakutan. Ia menguatkan mereka. Damai sejahtera-Nya berbeda dari damai dunia. Yesus berkata, “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu; dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Jangan gelisah dan gentar hatimu.” (Yohanes 14:27). Damai sejahtera yang sejati bukan berasal dari situasi hidup yang baik, tetapi dari hubungan yang telah dipulihkan dengan Allah melalui Kristus. Damai itu kekal, karena didirikan oleh darah Yesus — bukan oleh keadaan dunia.
Karena itu, ketika Yesus berkata, “Damai sejahtera bagimu,” Ia tidak sedang memberikan pelarian emosional. Ia sedang menyatakan realitas Injil: “Kalian telah diselamatkan. Kalian telah didamaikan dengan Allah. Maka hiduplah dalam damai itu.”
Refleksi
Bacalah Lukas 2:25-32 dan jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Kebenaran Injil mana yang mengubahkan hati saya?
2. Hal apa yang perlu saya pertobatkan?
3. Apa yang bisa saya terapkan hari ini?
Bacaan Alkitab Setahun: Ester 6-8; Lukas 13:1-21