Ayat bacaan: Yesaya 50:4-9 (TB)

4 Tuhan ALLAH telah memberikan kepadaku lidah seorang murid, supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu. Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid. 

5 Tuhan ALLAH telah membuka telingaku, dan aku tidak memberontak, tidak berpaling ke belakang. 

6 Aku memberi punggungku kepada orang-orang yang memukul aku, dan pipiku kepada orang-orang yang mencabut janggutku. Aku tidak menyembunyikan mukaku ketika aku dinodai dan diludahi. 

7 Tetapi Tuhan ALLAH menolong aku; sebab itu aku tidak mendapat noda. Sebab itu aku meneguhkan hatiku seperti keteguhan gunung batu karena aku tahu, bahwa aku tidak akan mendapat malu. 

8 Dia yang menyatakan aku benar telah dekat. Siapakah yang berani berbantah dengan aku? Marilah kita tampil bersama-sama! Siapakah lawanku beperkara? Biarlah ia mendekat kepadaku! 

9 Sesungguhnya, Tuhan ALLAH menolong aku; siapakah yang berani menyatakan aku bersalah? Sesungguhnya, mereka semua akan memburuk seperti pakaian yang sudah usang; ngengat akan memakan mereka.

 

Perenungan:

Pada bagian ini kita mengamati sebuah kontras antara hamba Tuhan yang taat dan mereka yang menganiaya hamba itu. Yang mengherankan adalah sang hamba Tuhanlah yang dipanggil untuk menderita demi para penganiaya itu – Ia dipukul, diludahi, dan diejek. Namun, ia “tetap berjalan teguh” menjalani penderitaan. Ia tahu bahwa penderitaannya tidak sia-sia karena melalui penderitaan itu umatnya akan ditebus.

 

Para penulis Perjanjian Baru mengakui bahwa hamba Tuhan yang dimaksud dalam ayat ini tidak lain adalah Yesus Kristus. Ia “mengarahkan wajah-Nya” ke Yerusalem, mengetahui bahwa Ia akan menderita di sana (Lukas 9:51). Ia dipukul, diejek, dan diludahi (Markus 15:19-20). Ia menderita, bukan karena dosa-Nya tetapi karena dosa kita, dan hidup-Nya ditandai dengan ketaatan sempurna, bahkan sampai mati di kayu salib (Filipi 2:5-9).

 

Melalui semua ini, Yesus tetap menjadi hamba yang tidak berdosa (Ibrani 12:2). Bagaimana Yesus dapat bertahan menghadapi perlakuan seperti itu bahkan sampai mati di kayu salib? Jawabannya adalah sukacita: karena “sukacita yang dianugerahkan kepada-Nya, maka Ia rela memikul salib itu.” Sukacita yang memotivasi Yesus melakukan itu semua adalah bahwa melalui penderitaan-Nya, umat-Nya akan ditebus.

 

Kita pun mempunyai sukacita besar yang terbentang di hadapan kita hari ini. Tentu saja ada rasa sakit dan penderitaan dalam perjalanan hidup kita, namun karena kita telah dipersatukan dengan Kristus melalui iman, maka kita dapat yakin bahwa kita telah menerima jaminan keselamatan di dalam pribadi-Nya! Mari pikul salib kita dan mengikut Kristus, Hamba yang tidak berdosa.

 

Pertanyaan Reflektif:

  • Apa yang menjadi reaksi saya ketika berhadapan dengan penderitaan? Apakah saya akan berlari dari-Nya, atau berlari kepada-Nya? 
  • Apa yang perlu dikalibrasi dalam hati saya melalui perenungan hari ini?

 

Doa:

Bapa Surgawi, terima kasih atas kehidupan, kematian, dan kebangkitan Yesus, yang menyelamatkan saya dari penderitaan yang seharusnya saya tanggung.