Restoring Broken Relationship

Hikmat Amsal Melalui Lensa Injil Week 20  "Memulihkan Hubungan Yang Rusak" 

Ps.Michael Chrisdion

Pembacaan : 

Amsal 10:18; 11:12-13; 17:9; 24:17-18, 28-29; 25:7b-10, 21-22; 27:5-6

Kebijaksanaan dalam membangun hubungan sangat diperlukan di dalam menjalani kehidupan. Hubungan dapat membahagiakan atau menghancurkan hidup kita. Oleh karena itu, kita memerlukan kebijaksanaan untuk mengetahui mengapa (Why) hubungan itu mudah sekali rusak, dan bagaimana (How) memperbaiki hubungan yang rusak tersebut. Itulah sebabnya kita perlu memahami komponen-komponen penting di dalam suatu hubungan, mengenali apa yang merusaknya serta bagaimana memperbaiki atau memulihkan suatu hubungan secara terus menerus dalam hidup kita dalam kacamata Injil. 

             1. MENGAPA SANGAT PENTING UNTUK MEMULIHKAN HUBUNGAN?

Amsal 10:18
18Siapa menyembunyikan kebencian (hatred), dusta bibirnya; siapa mengumpat adalah orang bebal.

Definisi dari kebencian (hatred) itu bukan hanya perasaan benci tetapi di balik kebencian itu ada niat buruk di dalam hati. Bagaimana kita tahu kita punya kebencian dan niat buruk di dalam hati yaitu ketika dia berbahagia dalam ketidakbahagiaan orang lain.

Amsal 24:17
17Jangan bersukacita kalau musuhmu jatuh, jangan hatimu beria-ria kalau ia terperosok,

Jadi ini adalah buktinya yaitu kalau kita melihat seseorang yang kita tidak sukai dan waktu mereka berbuat salah, salah membuat keputusan sehingga akhirnya kena masalah. Atau mereka terjerat atau jatuh karena sesuatu sehingga mereka mengalami kesulitan dan di dalam hati kita tersenyum dan senang dengan keadaan mereka maka itu artinya kita sedang memelihara rasa benci. Hal ini mirip dengan apa yang Yesus pernah katakan di Perjanjian Baru yang mengutip prinsip ini.

Matius 5:21-22
21Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. 22Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! (RACA = You are Nothing) harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala.”

Jadi kalau ada kebencian dalam diri kita dan tidak segera dibereskan maka ini awalnya seperti benih. Kita tidak mengakuinya kalau itu sebenarnya ada dalam hati kita dan kita cenderung menyembunyikan kebencian itu dari orang lain dan diri kita sendiri. Dan kebencian yang awalnya seperti benih itu akan berpotensi tumbuh menjadi hutan. Kebencian itu kemudian akan berlanjut menjadi fitnah. 

Amsal 10:18
18siapa menyembunyikan kebencian (hatred), dusta bibirnya; siapa mengumpat (spread slander) adalah orang bebal.  (and whoever spreads slander is a fool)

Fitnah adalah setiap komunikasi yang dirancang untuk merendahkan orang di mata pendengarnya.

Amsal 24:28-29
28Jangan menjadi saksi terhadap sesamamu tanpa sebab, dan menipu dengan bibirmu. 29Janganlah berkata: ”Sebagaimana ia memperlakukan aku, demikian kuperlakukan dia. Aku membalas orang menurut perbuatannya.”

Mengapa seseorang memberikan kesaksian palsu di pengadilan? Ini cukup serius karena kesaksian palsu masuk ke pengadilan dan bersumpah untuk sesuatu yang dia tahu tidak benar. Mengapa orang melakukan itu? Apa yang membuat orang seperti itu tidak jujur yaitu karena sakit hati. 

Saat ada orang yang menyakiti kita maka kita mulai berharap orang itu tidak bahagia. Kita mulai mengikat kebahagiaan kita dengan ketidakbahagiaan mereka, tetapi kita makin jengkel karena hidup mereka baik-baik saja bahkan semakin berjaya. Dan kita harus membuat mereka tidak bahagia sehingga muncullah fitnah, gossip, dan sebagainya. Mungkin awalnya kita korban, kita tersinggung dan menjadi benci, dan kebencian itu semakin mengakar dalam diri kita dan merusak gambar diri kita dan tanpa kita sadari maka kita menjadi serupa dengan apa yang kita benci. Sebab itu begitu pentingnya kita selesaikan masalah-masalah  hubungan ini. Karena kalau hubungan tidak diperbaiki dan dipulihkan maka hati kita tercemari dengan kebencian. 

          2. KOMPONEN APA SAJA YANG DIPERLUKAN UNTUK PEMULIHAN HUBUNGAN.

Amsal 11:12-13
12Siapa menghina sesamanya, tidak berakal budi, tetapi orang yang pandai, berdiam diri.13Siapa mengumpat, membuka rahasia, tetapi siapa yang setia, menutupi perkara.

  1. Jangan Merasa Superior Atau Memandang Rendah Orang Lain.

Kita tidak akan marah sama orang kalau kita tidak merasa lebih tinggi dari orang itu. Saat ada orang yang melakukan sesuatu yang kita tidak suka atau melakukan sesuatu yang kita kurang setuju. Lalu kalau dalam hati kita berkata bahwa orang itu bodoh serta kita berkata didalam hati: “saya tidak mungkin akan seperti itu “, maka sebenarnya kita merasa lebih unggul, lebih baik dan lebih tinggi serta orang itu kita pandang rendah. Dan dari situ maka munculah benih kebencian yang membawa masalah dalam hubungan. Dan bayangkan kita lakukan itu pada pasangan kita, anak atau orangtua kita. Pertanyannya adalah dari mana datangnya rasa superior atau merasa lebih tinggi dari orang lain?

Self Justification – Membenarkan Diri

Lukas 16:14-15
14Semuanya itu didengar oleh orang-orang Farisi, hamba-hamba uang itu, dan mereka mencemoohkan Dia (Derides Him – Merendahkan Dia). 15Lalu Ia berkata kepada mereka: “Kamu membenarkan diri di hadapan orang, tetapi Allah mengetahui hatimu. Sebab apa yang dikagumi manusia, dibenci oleh Allah.

Saat kita melihat apa yang orang lain lakukan atau kita kurang suka pada seseorang, atau kita disakiti atau dikecewakan maka kita cenderung untuk merasa menjadi korban (play “victim” ). Jadi mekanisme yaitu waktu kita disakiti seseorang maka kita harus membesarkan diri kita dan merasa tidak bersalah bahkan merasa jadi korban, sehingga selanjutnya kita merendahkan orang lain dengan cara membesar-besarkan kesalahan atau kelemahan orang itu dan membesar-besarkan kebaikan diri kita sendiri, bahkan akhirnya kita merendahkan kelompok orang yang tidak kita sukai. 

Dalam seni kartun maka ketika seorang kartunis yang membuat karikatur orang terkenal maka kita dapat mengetahui apakah sang kartunis menyukai atau tidak menyukai tokoh yang dia gambarkan tersebut. Jika kartunis tidak menyukai tokohnya, mereka akan mengambil fitur yang paling tidak menarik dari orang tersebut, dan mereka akan membuatnya bentuknya aneh, dengan kata lain, mereka akan mengubah si tokoh menjadi jelek. Mengapa? Karena itu natur manusia yaitu saat kita tidak suka seseorang maka kita selalu berpikir yang terburuk mengenai orang tersebut dan kita merendahkan orang itu dengan selalu membicarakan kejelekan mereka dan selalu membicarakan kelemahan dan kesalahan mereka. Mengapa? Disini kita bisa melihat isi hati kita karena di lubuk hati yang paling dalam kita tahu bahwa kita “tidak benar”, kita rusak, tidak berharga dan berdosa tetapi kita harus mengobati rasa itu sehingga waktu kita disakiti orang maka kita harus membesarkan diri kita dan merendahkan orang lain supaya kita bisa membenarkan diri sendiri dan ini adalah upaya kita untuk menutupi sesuatu yaitu bahwa kita sebenarnya orang berdosa. 

            2. Jangan Membangkit-Bangkitkan Perkara. 

Amsal 17:9
9Siapa menutupi pelanggaran, mengejar kasih, tetapi siapa membangkit-bangkit perkara (repeat an offense), menceraikan sahabat yang karib.

Amsal 24:29
29Janganlah berkata: ”Sebagaimana ia memperlakukan aku, demikian kuperlakukan dia. Aku membalas orang menurut perbuatannya.”

Fitnah dan  pembalasan dendam mulainya dari mengulang dan  membangkitkan perkara di pikiran kita sendiri. Sebagai contoh; mungkin kita pernah punya perkara yang menyakitkan dengan seseorang dimana pertamanya tidak apa-apa, namun mungkin waktu sendiri tiba-tiba dalam pikiran kita ingat dengan apa yang dilakukan orang itu kemudian kita mengulangnya dan kita memikirkan yang buruk itu di dalam pikiran kita sendiri. Dan semakin kita mengulangnya maka kita semakin marah, semakin sakit  dan semakin benci karena kita mengulangnya dengan diri sendiri, lalu kita mengulang dengan orang lain dan dengan orang yang bersangkutan yaitu saat bertemu dengan orangnya masih membicarakan perkara yang sama lagi, sehingga masalah itu tidak kunjung selesai. Dan untuk mengatasi ini ada dua alternatif yaitu menyimpan kebencian itu atau mengampuni. Mengampuni artinya menanggung akibat /konsekuensi yang disebabkan oleh perbuatan.

Sebagai contoh yaitu kalau ada orang yang menyakiti kita maka kita bisa marah, benci, merendahkan, membalas orang itu dengan menyakiti orang itu balik atau memfitnah orang itu balik.  Atau kita bisa tidak melakukan itu tetapi benci, marah dan merendahkan orang itu di dalam hati serta dalam hati kita bisa menganggap orang itu tidak ada, tetapi itu tetap benih yang akan merusak hati kita.  Atau kita ampuni orang itu, tetapi apa yang terjadi dengan rasa sakit dan kerugian yang disebabkan oleh orang itu? Rasa sakitnya dan pemfitnahannya harus kita yang tanggung dan hanya orang yang sudah merasa aman dalam Tuhan yang bisa melakukan itu.

          3. Balas Kejahatan Dengan Kebaikan.

Amsal 25:21-22

Jikalau seterumu lapar, berilah dia makan roti, dan jikalau ia dahaga, berilah dia minum air. 22Karena engkau akan menimbun bara api di atas kepalanya, dan Tuhan akan membalas itu kepadamu.

Kalau kita dijahati atau kecewa maka mungkin kita berusaha untuk melupakan atau tidak akan dekat-dekat lagi dengan dia. Atau kita berpikir bahwa kita tidak akan mengganggu dia selama dia tidak mengganggu kita. Ini sebenarnya artinya kita tidak mengampuni dan menyelesaikan apa yang ada dalam hati karena kita masih menghukum mereka dan menghukum diri sendiri serta memelihara benih kebencian itu dalam hati. Dan Firman Tuhan mengajarkan supaya kita membalas kejahatan itu dengan kebaikan. 

Kita tidak dapat melarikan diri dari isu hati kita sampai kita secara positif menginginkan kebaikan bagi orang yang menyakiti kita. Mungkin kejahatan mereka telah menyakiti kita, tetapi tidakkah kita melihat kejahatan mereka akan lebih menyakiti mereka sendiri? Jika mereka melakukan kejahatan maka kita memang terluka karenanya, tetapi kita tidak akan membiarkan mereka melakukannya lagi. Mereka akan lebih dirugikan karenanya selama sisa hidup mereka daripada kita yang tersakiti karenanya.  Sebab itu tidak cukup dengan hanya tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, tetapi kita harus mengalahkan kejahatan dengan kebaikan, seperti yang Paulus katakan ketika dia mengutip ini dalam Roma 12.

Roma 12:17-21
17Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang! 18Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang! ...20 Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya. 21Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!

          4. Jika Diperlukan, Selesaikan Perkaranya Dengan Kasih. 

Amsal 27:5-6

5Lebih baik teguran yang nyata-nyata dari pada kasih yang tersembunyi. 6Seorang kawan memukul dengan maksud baik, tetapi seorang lawan mencium secara berlimpah-limpah.

Saat kita melakukan kebaikan terhadap orang yang jahat terhadap kita maka kita bisa menjadi kesaksian yang baik karena orang akan melihat ada unsur Tuhan dalam hidup kita, sehingga orang bisa tertegur tetapi bukan dengan teguran kasar tetapi dengan kasih. 

Galatia 6:1
1Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan.

Adalah hal yang tidak mengasihi  untuk membiarkan seseorang yang sudah menyakiti kita dan orang lain dan membiarkan mereka terus hidup di dalam pola yang seperti itu. Tetapi kalau kita sudah mengalami kasih Tuhan maka saat kita melakukan itu maka kita sedang membimbing dan memimpin dia. Dan dengan demikian maka kita juga akan disembuhkan. 

Pertanyaannya adalah apakah kita bisa merealisasikannya ? Bukan hanya susah tetapi “impossible” dan tidak mungkin dilakukan secara psikologis dan  spiritual. Dibutuhkan suatu kuasa untuk benar-benar bisa mengampuni. Tim Keller berkata “ “Anda harus membiarkan Injil berdebat dengan Anda. Anda harus membiarkan Injil meresap ke dalam hati Anda, sampai itu mengubah motivasi dan pandangan serta sikap Anda.”  Hanya Tuhan yang bisa mengubah hati dan Injil adalah kekuatan Allah yang bisa mengubah hati

          3. MOTIVASI HATI DI BALIK PULIHNYA HUBUNGAN.

Amsal 24:17-18
17Jangan bersukacita kalau musuhmu jatuh, jangan hatimu beria-ria kalau ia terperosok, 18supaya Tuhan tidak melihatnya dan menganggapnya jahat, lalu memalingkan murkanya dari pada orang itu.

Bruce Waltke dalam komentarinya mengenai kitab Amsal terutama tentang ayat ini berkata “Ketika kita membenci seseorang karena dosa yang telah mereka lakukan terhadap kita, Tuhan sama marahnya dengan kebencian kita seperti kepada perbuatan jahat yang dilakukan kepada kita. Tuhan marah pada kebencian kita seperti halnya dia juga murka pada orang yang berbuat jahat kepada kita.”  Jadi kesimpulannya adalah yaitu saat hati kita membenci atau bersukacita atas kesusahan musuh kita maka kita berada di bawah murka Allah. Tuhan marah atas kebencian yang ada di hati kita. Mengapa?

Roma 12:19
19 Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan. 

Saat kita ingin membalas maka kita lupa posisi kita sebagai hamba tetapi hamba yang menempatkan diri di posisi Allah yaitu kita ingin menjadi Tuhan dan Raja. itulah sebabnya ada begitu banyak ayat yang mengatakan, bahkan ada  60 lebih kata-kata di Alkitab yang menjelaskan bahwa pembalasan adalah haknya Allah.

Ulangan 32:35

Hak-Kulah dendam dan pembalasan (Vengeance is mine, and recompense)

Ibrani 10:30

“Pembalasan adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan.”

Kalau pembalasan adalah haknya Allah dan pembalasan adalah milik Allah, tetapi ada juga ayat yang mengatakan.... 

Mazmur 103:8-13
8Tuhan adalah penyayang dan pengasih panjang sabar dan berlimpah kasih setia. 9Tidak selalu Ia menuntut, dan tidak untuk selama-lamanya Ia mendendam. 10Tidak dilakukan-Nya kepada kita setimpal dengan dosa kita, dan tidak dibalas-Nya kepada kita setimpal dengan kesalahan kita, 11tetapi setinggi langit di atas bumi demikian besarnya kasih setia-Nya atas orang-orang yang takut akan Dia;12sejauh timur dari barat demikian dijauhkan-Nya dari pada kita pelanggaran kita. 13Seperti Bapa Sayang Kepada Anak-Anaknya

KACAMATA INJIL

Kalau tidak dilakukannya setimpal dengan dosa kita, kalau tidak dibalasnya kepada kita setimpal dengan kesalahan kita maka siapa yang menyerap pembalasan Tuhan?

Yesaya 53:4b-6
kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. 5  Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya,dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh. 6Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi Tuhan telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian.

Satu-satunya cara kita yang semestinya Hamba untuk berhenti jadi Tuhan adalah saat kita melihat keindahan Injil. Satu-satunya cara kita yang jahat dan bobrok hatinya ini untuk berhenti marah dan jadi seperti Tuhan berlaku ingin menjadi seperti Tuhan dan ingin menghukum sesama kita adalah dengan memandang kepada Sang Kristus saja yaitu karena Kristus yang paling superior menjadi hina, Sang raja menjadi hamba, yang tertinggi menjadi rendah dan yang berhak murka menjalani murka.

Itulah yang Yesus lakukan untuk kita. Dan kalau kita renungkan itu dan kalau kita ingat bahwa Dia rela lakukan itu untuk menyelamatkan dan menggantikan kita maka satu-satunya cara kita berhenti membenarkan diri sendiri adalah saat kita yang berdosa ini melihat Sang kebenaran menjadi dosa, Dia yang tidak mengenal dosa menjadi dosa supaya kita menjadi kebenaran Allah di dalam Kristus. 

IMPLIKASI INJIL. 

Karena Injil ….

  • Kita sadar sudah diampuni sehingga bisa mengampuni.
  • Kita bisa berempati dan memberi simpati walau sudah disakiti
  • Gambar diri jadi aman dari perasaan inferior maupun superior
  • Sadar bahwa sudah dibenarkan maka tidak perlu membenarkan diri