Konklusi Injil Dari Kitab Pengkhotbah

 Meaningless Without Jesus Week 11 "Konklusi Injil dari Kitab Pengkhotbah" 

Ps. Michael Chrisdion

 

PEMBACAAN       :  Pengkhotbah 12: 8-14

Kita telah berada dalam perjalanan membahas kitab pengkhotbah bersama-sama, dan kita telah banyak tertegur dan dicerahkan di dalam perjalanan tersebut oleh perenungan Injil. Kita ada di penghujung kitab Pengkotbah dan melihat kesimpulan akhir buku ini, puncak perjalanan, hikmah yang patut kita petik.

Inilah ironi dari kitab pengkhotbah, dalam pencarian tujuan serta makna bagi kehidupan di bawah matahari, rupanya setelah mengeksplorasi segala perkara dan bidang, akhir kata dari segalanya adalah kesia-siaan, namun demikian dambaan hati kita masih tetap saja belum terpenuhi. Namun, ada satu hal yang masih tersisa. Dan itulah maksud dari pengkhotbah. Dengan menghabiskan semua pilihan kita di bawah matahari, kini yang tersisa hanyalah mencari jawaban di luar matahari. Apakah hal yang masih tersisa itu? Hal apa yang mengerucut menjadi jawaban dari segalanya?

Dan kesimpulan dari Kitab Pengkhotbah melalui Salomo yang mengeksplor kebahagiaan melalui berbagai hal yang dipikir akan membuat bahagia ( Pkh 2:3-10), namun kesimpulannya adalah sia-sia (Pkh 12:8). Setelah semua eksplorasi yang dilakukannya, kesimpulan Salomo hanya ada satu yang paling penting yaitu Firman Tuhan (Pkh 12: 9-10)

           1. PENTINGNYA BERAKAR DI DALAM FIRMAN TUHAN

Pengkotbah 12:9-10 (TB) 
9Selain Pengkhotbah berhikmat, ia mengajarkan juga kepada umat itu pengetahuan. Ia menimbang, menguji dan menyusun banyak amsal. 10Pengkhotbah berusaha mendapat kata-kata yang menyenangkan dan menulis KATA-KATA KEBENARAN SECARA JUJUR.

Dalam kehidupan kita kalau kita tidak dikalibrasi oleh Firman maka hidup kita akan mencari hal-hal yang fana.  Karena setiap kita memiliki cerita yang mempengaruhi identitas kita dan akhirnya menentukan perilaku kita. Dan setiap keputusan atau perbuatan kita itu dipengaruhi oleh apa yang kita percayai tentang kita (identitas kita). Sedangkan identitas kita itu dipengaruhi oleh cerita yang kita percayai tentang kita (pengalaman hidup). Contoh identitas: berdasarkan ras: orang jawa, orang papua, keturunan tionghoa. Berdasarkan profesi:  dokter, influencer, ibu rumah tangga. Berdasarkan intelektualitas:  sarjana, lulusan universitas terbaik, professor. Berdasarkan seksualitas: pecinta wanita, gay, jomblo. Berdasarkan masalah hidup: mantan orang susah, cancer survivor, single mom.

Sebagai contoh kalau identitas kita adalah mantan orang susah maka cerita hidup kita ada brokenness karena hidup kita ada penderitaan. Selain itu biasanya mengalami direndahkan sehingga ada banyak kepahitan. Dan ini selanjutnya akan menginformasi identitas kita yaitu mantan orang susah sehingga tidak mau susah lagi dan menjadi orang yang sangat perhitungan. Kalau ada yang memiliki berhala control maka itu akan mempengaruhi identitasnya sehingga perilakunya menjadi orang yg kikir karena tidak mau kehilangan kendali dan tidak mau menjadi orang yang susah lagi. Jadi cerita kita akan mempengaruhi identitas kita dan menentukan perilaku kita. Dan ini ini bisa menjadi seperti lingkaran setan yang terus berulang dalam hidup kita. Dan mengapa banyak orang Kristen sekalipun sering dengar kotbah tetapi terus mengalami seperti itu dan sulit mengalami perubahan yaitu karena ceritanya tidak pernah diganti. Sebab itu untuk berakar dalam Firman maka kita perlu mendengar kotbah dan menggali Firman secara eksegetikal dan eksposisi.

  • EKSEGETIKAL: melakukan eksegesis  (Memimpin Keluar) artinya “membiarkan” teks berbicara sebagaimana apa yang dimaksudkan oleh penulisnya kepada pembaca mula-mula dari teks tersebut. Pemahaman atau maknanya didapatkan dari dalam teks.
  • EISEGESIS adalah kebalikan dari eksegesis, yakni pengkhotbah/penafsir membawa ide asing yang tidak dimaksudkan teks ke dalam teks tertentu. Si pengkhotbah/penafsir “memaksa” teks untuk berbicara sesuai dengan asumsi atau ide tertentu atau apa saja yang diinginkan oleh pengkhotbah/penafsirnya.
  • KHOTBAH EKSPOSISI: menjelaskan arti teks ayat Alkitab sesuai dengan konteks latar belakang budaya serta sejarah dan tata bahasanya, yang didasari penelitian dan penafsiran yang jujur dan bertanggung-jawab.
  • KHOTBAH TOPIKAL adalah kebalikan dari eksposisi yaitu: Khotbah yang dibangun dengan garis besarnya berdasarkan sebuah topik, di manabagian-bagian utamanya diambil dari topiknya atau pokoknya yang terlepas dari teks, sehingga Ayat yang dipakai digunakan untuk mendukung topiknya.

Pengkhotbah 12:12 (FAYH) 
12Hai anakku, pelajarilah kumpulan nasihat yang aku ajarkan ini, tetapi hati-hatilah terhadap buku nasihat dari penulis lain. Orang-orang akan terus menulis buku. Terlalu banyak belajar dari buku buku hanya membuatmu kelelahan.

Mengapa ini penting yaitu karena ada kesenjangan cara pandang Alkitab VS Dunia. Dimana dunia membombardir kita dengan filosofi-filosofi yang tidak sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan.  Cara pandang alkitab dan dunia itu bertabrakan yaitu ada peperangan narasi dimana narasi dunia atau narasi pengalaman hidup kita itu berbeda dengan narasi Injil.

Pengkotbah 12:9-10 (TB) 
9Selain Pengkhotbah berhikmat, ia mengajarkan juga kepada umat itu pengetahuan. Ia menimbang, menguji dan menyusun banyak amsal. 10Pengkhotbah berusaha mendapat KATA-KATA YANG MENYENANGKAN dan menulis KATA-KATA KEBENARAN SECARA jujur.

Ayat ini mengartikan bahwa kebenaran saja .tidak cukup  tetapi juga dapat dimengerti dan menyenangkan. Sering kali banyak pengkhotbah kehilangan dua kebenaran ini dan hanya menekankan satu bagian saja. Akhirnya kebenaran bukan lagi kabar baik namun kebenaran kedengarannya sakit, pedas dan menghakimi. Tetapi ada juga yang menekankan kata-kata yang menekankan sehingga juga bukan kabar baik tetapi malah mengafirmasi filosofi dunia.

Gereja dipanggil untuk menanggapi kesenjangan tersebut. Namun sayangnya alih-alih kita menanggapi atau mungkin lebih tepatnya menjembatani tetapi tanpa  memandang narasi budaya dan mempertimbangkan cara mereka menyikapi masalah fundamental atau mempertimbangkan pergumulan eksistensial dari sebuah budaya.Kalau hanya menekankan kata-kata yang menyenangkan dan kurang menekankan kebenaran maka akhirnya gereja seringkali jatuh di dalam melakukan yang namanya.

Asimilasi yaitu MENIRU cara sebuah budaya untuk memenuhi  dambaan / kerinduan hati mereka. Identitasnya tidak berubah tetapi malah di afirmasi (Misal : iya kamu mantan orang susah)

2 Tim 4:3-4 (FAYH) 
3Sebab akan tiba waktunya orang tidak mau mendengarkan kebenaran dan mencari guru-guru yang pengajarannya sesuai dengan selera mereka. 4Mereka tidak mau mendengarkan apa yang dikatakan Kitab Suci, dan dengan riang gembira mengikuti paham mereka sendiri yang sesat.

Intimidasi  yaitu MENYERANG cara suatu budaya  tanpa memperhitungkan dambaan / kerinduan hati mereka.

            I Korintus 1: 22 - 25

1:22 Orang-orang Yahudi menghendaki tanda s  dan orang-orang Yunani mencari hikmat, 1:23tetapi kami memberitakan Kristus yang disalibkan: t  untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan u  dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan, v  1:24 tetapi untuk mereka yang dipanggil, w  baik orang Yahudi, maupun orang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah x  dan hikmat Allah. y  1:25 Sebab yang bodoh z  dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah a  dari Allah lebih kuat dari pada manusia.

Apa yang dilakukan Paulus di sini penting sekali. Kalau kita lihat di Yohanes 6: 30 maka di sana orang Yahudi berusaha untuk minta tanda supaya bisa percaya. Sedangkan orang Yunani berusaha cari hikmat dan berfilosofi. Mereka mencari teori baru dan mencari kemuliaan intelektual sebagai pembuktian diri. Namun apa yang dilakukan Rasul Paulus seperti yang ada di ayat 24 yaitu Paulus melakukan kontekstualisasi. 

Kontekstualisasi yaitu menyampaikan/menunjukkan kepada suatu budaya bagaimana Injil memenuhi kerinduan hati mereka yang sesungguhnya. Tim Keller mengatakan “ kontekstualisasi bukan berarti memberikan apa yang orang inginkan begitu saja. Namun memberikan jawaban (Tuhan) dari Alkitab bagi pertanyaan nyata yang orang tanyakan dengan cara yang dimengerti.” Perbedaan dari message dan the messenger yang berkontekstualisasi itu orangnya. Sedangkan yang berubah adalah pendekatan dari orang yang memberikan jawaban. Jawaban dari Alkitab tidak pernah berubah tetapi pendekatan dan.cara menjelaskan jawaban dari Alkitab itu dapat menjawab pertanyaan yang nyata yang mereka tanyakan.

Pengkotbah 12:9 (TB) 
9Selain Pengkhotbah berhikmat, ia mengajarkan juga kepada umat itu pengetahuan. Ia menimbang, menguji dan menyusun banyak amsal.

Hikmat dan pelajaran yang didapat bukan hanya untuk diri sendiri namun juga diajarkan, didiskusikan dan dihidupi bersama (pasangan, keluarga & komunitas). Disini kita belajar bahwa salah satu cara berakar di dalam Firman adalah dengan menjadi bagian dari sebuah komunitas Injil. Injil merupakan landasan terdalam bagi suatu komunitas. Yang menghubungkan orang-orang percaya adalah kenyataan bahwa kita semua adalah orang-orang yang sangat kacau, hancur di hadapan Allah yang kudus, namun diselamatkan dan diberi hidup baru di dalam Kristus. Apa yang mempersatukan orang beriman lebih dalam dari apa pun yang bisa memecah belah.

          2. PENTINGNYA MEMANDANG KEPADA SANG GEMBALA

Pengkotbah 12:11 (TB) 
11Kata-kata orang berhikmat SEPERTI KUSA dan kumpulan-kumpulannya SEPERTI PAKU-PAKU yang tertancap, DIBERIKAN OLEH SATU GEMBALA.

Pengkhotbah menjelaskan pengajaran yang bijak dengan dua gambaran yaitu tongkat gembala dan paku. Pertama, perkataan orang bijak itu seperti tongkat penghalau. Goad adalah tongkat yang digunakan untuk membantu menjaga lembu tetap pada jalur yang benar. Pengajaran yang bijaksana mendorong kita dan membimbing kita ke jalan kebenaran. Itu bahkan membuat hati kita tidak nyaman dengan dosa. Kebenaran, ketika kita didorong olehnya, membuat kita patuh dan bukannya menolak kebenaran. Kita berubah dari pembangkangan menjadi ketaatan, dari pemberontakan melawan kebenaran menjadi ketundukan pada kebenaran.

Kedua, perkataan Pengkhotbah dalam kitab Pengkhotbah diibaratkan seperti paku yang tertancap kuat. Ini berbicara tentang kebenaran yang tidak dapat diubah dan permanen, maka pengajaran tentang kebenaran akan membuat kita bijaksana sehingga membuat kita menjadi stabil, teguh, dan aman (tidak mudah terombang ambing). Ketika kita membangun kehidupan di atas landasan yang kuat dari Firman Tuhan, instruksi tersebut memberi kita stabilitas mental, moral, dan spiritual.

Dalam hikmatnya, raja Salomo menulis bahwa,  kitab Pengkhotbah diberikan “oleh satu Gembala.” Gembala menunjuk pada Tuhan yang menjadi gembala Israel. Yang menarik adalah bagaimana Bahasa asli menggunakan huruf besar di dalam menuliskan GEMBALA (SHEPHERD) untuk membantu kita melihat hubungan ini. Di sini kita melihat penegasan yang luar biasa akan inspirasi alkitab.

Sedangkan sang penulis pengkhotbah telah menimbang, mempelajari, dan mengatur sebagaimana saat enyusun kitab ini dengan sangat hati-hati, kitab pengkhotbah  ini diberikan “oleh satu gembala.” Meskipun manusia yang menulis Alkitab menulis dengan bahasa, pembelajaran, dan seakan-akan menulis dengan kemampuan alami mereka sendiri, namun penulis utama kitab suci adalah Allah sendiri. 

2 Pet 1:21(TB) 
sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah.

Saat kita mempertimbangkan kebutuhan kita akan kebenaran dan hikmah untuk membantu kita memahami semua kesia-siaan di dunia, Salomo dalam keterbataasannya berkata bahwa gembala Israel adalah Tuhan. Tanpa dia sadari bahwa dia sedang bernubuat bahwa Tuhan Sang Gembala berinkarnasi menjadi manusia mencari domba-domba yang tersesat.

Yoh 4:14-16(TB) 
14Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku 15 sama seperti Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal Bapa, dan Aku memberikan nyawa-Ku bagi domba-domba-Ku. 16Ada lagi pada-Ku domba-domba lain, yang bukan dari kandang ini; domba-domba itu harus Kutuntun juga dan mereka akan mendengarkan suara-Ku dan mereka akan menjadi satu kawanan dengan SATU GEMBALA.

Pengkhotbah adalah sebuah perjalanan yang membawa kita ke depan pintu Injil. Tuhan telah berfirman dan memberi kita Firman-Nya, dan Firman tersebut telah menjadi manusia di dalam pribadi Kristus. Dan Yesus menyebut dirinya sebagai gembala yang baik, dan ketika Ia mengumpulkan kawanan domba-Nya, domba-domba-Nya diidentifikasi sebagai mereka yang mendengar, mengetahui, dan mendengar suara-Nya.

Pengkotbah 12:13-14 (TB) 
13Akhir kata dari segala yang didengar ialah: takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban setiap orang. 14Karena Allah akan membawa setiap perbuatan ke pengadilan yang berlaku atas segala sesuatu yang tersembunyi, entah itu baik, entah itu jahat.

Yesus (Tuhan) Sang Gembala Agung. Yang seharusnya ditakuti turut merasakan rasa takut. Yang seharusnya mengadili harus menjalani pengadilan. Yang seharusnya menuntut justru dituntut & difitnah. Yang seharusnya menghukum justru dihukum mati demi menyelamatkan domba-dombanya.

Sang Gembala Agung begitu mengasihi kita hingga Dia turun ke dunia ini untuk menebus cerita kita dengan cerita-Nya dan memberi kita identitas baru di dalam Dia. Melalui Darah-Nya Kristus membawa bagi dosa-dosa kita. Melalui kematian-Nya, Kristus membawa Kita memiliki Penebusan-Nya. Melalui Karya Salib-Nya, Kristus menebus kita dari kesia-siaan, kefanaan & dosa untuk masuk ke dalam Kehidupan yang penuh makna.

            3. REFLEKSI INJIL

Apakah anda bagian dari domba Kristus? Apakah hatimu mengenal suara sang Gembala? Apakah hatimu sudah diubahkan oleh-Nya?

Apakah anda hanya suka mencari pesan-pesan yang hanya mengenakkan telinga? Ataukah anda mau berakar di dalam Kebenaran Firman Tuhan? 

Apakah anda asimilasi? Atau intimidasi? ataukah anda  penerjemah yang telah melakukan kontekstualisasi atas firman yang didengar?

Apakah anda menjadi bagian dari Komunitas Injil? Atau anda masih menjalani iman sendirian? Injil hanya bisa menjadi nyata dan keserupaan Kristus dapat terjadi hanya dalam konteks komunitas.

GOSPEL RESPONSE

Bertobatlah untuk tidak hidup di dalam kesia-siaan, dan hanya main-main dalam keagamawian.

Pandanglah kepada Sang Gembala Agung yang sudah menyerahkan nyawanya bagi kita, untuk mengeluarkan kita dari kesia-siaan dan kefanaan untuk masuk ke dalam kehidupan yang penuh makna

KARENA INJIL

  • Kita tidak lagi hidup dalam kesia-siaan, namun dalam setiap musim hidup, dapat menemukan makna di dalam Kristus.
  • Kita tidak melakukan asimilasi, ataupun intimidasi namun kita melakukan kontekstualisasi, menerjemahkan firman sesuai dengan konteks hidup kita.
  • Kita tidak lagi hidup sendirian, melainkan berakar dalam suatu komunitas Injil di mana kita dibentuk dan diubah dalam keserupaan Kristus. 
  • Kita tidak perlu takut dan kuatir karena Sang Gembala Agung yang sudah menyerahkan nyawanya bagi kita domba-domba-Nya, akan selalu menyertai dan mendampingi kita.