Kebahagiaan Sejati Dalam Kesementaraan

 

Meaningless Without Jesus Week 10 "Kebahagiaan Sejati Dalam Kesementaraan" 

Ps. Natanael Thamrin

 


PEMBACAAN                  :   Pengkhotbah 11:7-10, 12:1-8

Dalam pembacaan kitab Pengkhotbah ini kita akan menjumpai cukup banyak penyebutan dan pengulangan frasa “ di bawah matahari” . Ada 23 kali frasa ‘dibawah matahari’ diulang dalam seluruh kitab Pengkhotbah dan yang menariknya hampir semuanya menunjukkan keadaan yang cenderung pesimistik (Pkh 1:3; 4:7; 6:1). Tetapi ini sangat kontras dengan apa yang baru kita baca dalam pasal 11:7; terang itu menyenangkan dan melihat matahari itu baik bagi mata. Memang tidak ada frasa di bawah matahari, tetapi kata ‘matahari’ disana memiliki nuansa yang berbeda. penggunaan kata ‘matahari’ disini justru memperlihatkan nuansa sukacita dan bahagia bukan kesengsaraan atau kemalangan. Lalu, apa yang membuat Pengkhotbah, Salomo memberikan warna yang berbeda disini? 

          1. PENTINGNYA MENIKMATI DAN MEMAKNAI KEHIDUPAN YANG SEMENTARA

Pengkotbah 11: 7

Terang itu menyenangkan dan melihat matahari itu baik bagi mata.

Pengkhotbah disini seolah-olah ingin mengatakan bahwa memang hidup di bawah matahari itu melelahkan, tetapi hidup dibawah matahari itu juga bisa mendatangkan sukacita. Maka dari itu, ayat ini memberikan sebuah gambaran tentang kebahagiaan hidup. Dan kebahagiaan hidup yang dimaksudkan disini merujuk kepada awal penciptaan yang dicatat dalam kitab Kejadian 1. Pengkhotbah yaitu Salomo seolah-olah ingin membawa pembacanya termasuk kita untuk bernostalgia dengan kisah mula-mula dari penciptaan. 

Kejadian 1:1-4; 14-18

1 Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. 2 Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air.                3 Berfirmanlah Allah: "Jadilah terang." Lalu terang itu jadi. 4 Allah melihat bahwa terang itu baik, lalu dipisahkan-Nyalah terang itu dari gelap.

14 Berfirmanlah Allah: "Jadilah benda-benda penerang pada cakrawala untuk memisahkan siang dari malam. Biarlah benda-benda penerang itu menjadi tanda yang menunjukkan masa-masa yang tetap dan hari-hari dan tahun-tahun, 15 dan sebagai penerang pada cakrawala biarlah benda-benda itu menerangi bumi." Dan jadilah demikian. 16 Maka Allah menjadikan kedua benda penerang yang besar itu, yakni yang lebih besar untuk menguasai siang dan yang lebih kecil untuk menguasai malam, dan menjadikan juga bintang-bintang. 17 Allah menaruh semuanya itu di cakrawala untuk menerangi bumi, 18 dan untuk menguasai siang dan malam, dan untuk memisahkan terang dari gelap. Allah melihat bahwa semuanya itu baik.

Ini adalah keadaan mula-mula dari penciptaan yang didalamnya kita diperkenalkan tentang kenikmatan dari terang dan matahari. Keberadaan terang dan matahari dua kali dijelaskan dengan frasa: lalu dipisahkannya terang itu dari gelap (1:4); memisahkan terang dari gelap (1:18). 

Sidney Greidanus dalam komentari nya tentang kitab Kejadian menjelaskan: Tuhan memisahkan terang dari kegelapan.Dia menetapkan batasan pada kegelapan dengan mengaturnya menjadi malam.
Tiga hari pertama adalah hari-hari pemisahan, dimana Tuhan menghalau kekacauan (kegelapan) untuk membentuk dunia yang dapat dihuni.

Jadi, sewaktu Pengkhotbah, Salomo mengatakan: Terang itu menyenangkan dan melihat matahari itu baik bagi mata (Pengkhotbah 11:7) maka Pengkhotbah ingin menunjukkan bahwa Allah yang baik telah menciptakan dunia yang baik sehingga adalah suatu kebodohan jika kita tidak melihat dan menikmati kebaikan-Nya yang limpah dalam ciptaan-Nya. Pkh. 11:7

Contoh: kita lihat dalam catatan Matius 6:30 misalnya ketika dikatakan: “jadi jika demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah ia akan terlebih lagi mendandandi kamu, hai orang yang kurang percaya? 

Injil Matius menyaksikan bahwa rumput di ladang yang masa ‘hidupnya’ sebentar tetapi dikatakan Allah mendandaninya. Belum lagi kalau kita melihat keindahan warna-warni bunga yang sangat luarbiasa. Bukankah disana kita bisa berpikir bahwa siapa yang memberi warna terhadap semua bunga-bunga ini? Dari keindahan tumbuh-tumbuhan saja disana kita sudah bisa melihat kebaikan Tuhan yang luarbiasa bukan. Jadi jelas suatu kebodohan jika manusia tidak melihat kebaikan Tuhan dalam ciptaan yang ada. 

Ketika Pengkhotbah menyebutkan tentang terang dalam ayat 7, maka ini menjadi pembuka jalan tentang apa yang ia katakan selanjutnya dalam ayat 8 tentang gelap. 

Pengkhotbah 11:8

Oleh sebab itu jikalau orang panjang umurnya, biarlah ia bersukacita di dalamnya, tetapi hendaklah ia ingat akan hari-hari yang gelap, karena banyak jumlahnya. Segala sesuatu yang datang adalah kesia-siaan.

Kita bahas satu persatu ayat tersebut

(Pengkhotbah 11:8a, BIMK)

Hendaklah engkau bersyukur kalau bertambah umur. (Pengkhotbah 11:8a, BIMK)

Tema bersyukur atau bersukacita dalam kitab Pengkhotbah sangat jarang, tetapi di penghujung tulisannya justru Pengkhotbah ingin mengajak pembacanya masa lampau dan kita sekarang ini untuk melihat hidup dengan ucapan syukur. Ini adalah hal yang sangat penting. Mengapa? Karena seringkali kita terlalu menganggap remeh akan kehidupan. Kita seringkali melewatkan hari-hari tertentu karena yang kita nantikan hanyalah akhir pekan atau hari liburan atau hari pensiun yang kita pikir itu waktu kita bisa santai.

Ada yang berkata seperti ini : waktu muda itu punya tenaga, punya waktu tapi ga punya uang. Waktu kerja itu punya tenaga, punya uang tapi tidak punya waktu. Waktu tua, punya waktu, punya uang tapi tidak punya tenaga.Pandangan ini ada benarnya karena di setiap masa atau musim hidup kita, kita mungkin tidak bisa punya segalanya. Makanya Pengkhotbah menasihatkan kita untuk bersyukur dan tidak menyia-nyiakan waktu selagi diberi hidup oleh Allah yang mencipta kita. 

David Gibson dalam bukunya Living Life Backwards, sebuah komentari tentang kitab Pengkhotbah mengatakan tentang hal mengucap syukur dengan kalimat demikian: Kita perlu memulai dari hal-hal kecil, karena jika kita tidak menemukan kegembiraan untuk hal-hal kecil dalam hidup, kemungkinan kita tidak akan menemukannya dalam hal-hal besar. Mulailah dengan ucapan syukur.

Persoalan mengucap syukur ini adalah hal yang sangat serius. Mengapa? Karena tidak mengucap syukur adalah sebuah cara hidup dimana kita memungkiri akan Tuhan yang telah mencipta segala sesuatu dengan baik. Dan dengan kita tidak mengucap syukur sebenarnya itu adalah pengulangan dari dosa mula-mula dimana Adam dan Hawa percaya bahwa Tuhan sedang menahan sesuatu yang baik dari mereka dan mereka mengambil inisiatif untuk mendapatkan yang mereka pandang baik itu dengan cara mereka sendiri. Padahal, kita menyaksikan bahwa di dalam Kejadian 1 dan 2 disana sudah ditegaskan bahwa Tuhan mencipta segala sesuatu dengan baik bahkan sungguh amat baik. Mengapa persoalan mengucap syukur ini sesuatu yang penting?  Jika kita melihat ayat 8 bagian b disana kita jumpai ;

Oleh sebab itu jikalau orang panjang umurnya, biarlah ia bersukacita di dalamnya, tetapi hendaklah ia ingat akan hari-hari yang gelap, karena banyak jumlahnya. Segala sesuatu yang datang adalah kesia-siaan. Pkh 11: 8b

Pengkhotbah, Salomo mendorong kita untuk bersukacita setiap hari karena dia menyadari bahwa suatu hari nanti cahaya indah akan meredup dan hari-hari kegelapan akan panjang. Dengan kata lain, Salomo ingin menasihatkan bahwa akan ada masanya dimana hidup ini sulit. maka ketika kita tidak mensyukuri akan hal-hal kecil di dalam hidup kita maka lama kelamaan itu akan menjadi langkah besar untuk tidak mensyukuri apapun. 

Dan selanjutnya Salomo mengatakan bahwa segala sesuatu yang datang adalah kesia-siaan. Secara harafiah, Salomo disini mengatakan “yang terlihat hanyalah uap.“ uap itu cepat sekali tidak terlihat dan berlalu begitu saja. Dengan kata lain salomo ingin mengingatkan kita bahwa akan ada dimana hari-hari gelap datang sebelum kita menyadarinya, tidak terlihat dan datangnya tiba-tiba. Oleh sebab itu jangan habiskan waktu anda untuk mengeluh akan persoalan yang sedang anda hadapi, tetapi pakailah waktu kita untuk mengucap syukur senantiasa sekalipun keadaan hidup tidak selalu seperti yang kita harapkan. 

Setelah nasihat mengucap syukur dan mengingat akan hari-hari yang gelap dapat terjadi kapan saja, Pengkhotbah kemudian memberikan nasihatnya ini kepada orang-orang muda di ayat 9 

(Pengkhotbah 11:9)

Bersukarialah, hai pemuda, dalam kemudaanmu, biarlah hatimu bersuka pada masa mudamu, dan turutilah keinginan hatimu dan pandangan matamu, tetapi ketahuilah bahwa karena segala hal ini Allah akan membawa engkau ke pengadilan! 

Mengapa Salomo memulai nasihatnya untuk bersukacita kepada para pemuda? Sidney Greidanus dalam komentarinya untuk kitab Pengkhotbah mengatakan: Ketika kita masih muda, kita tidak menghitung hari. Sepertinya kita mempunyai hari-hari yang tidak terhitung jumlahnya di depan kita.

Secara praktis, Salomo ingin memberikan nasihat kepada orang-orang muda bahwa jangan tunda sukacitamu. Jangan tunda sampai kamu lulus dari kuliah, sampai kamu punya pekerjaan, punya mobil, punya rumah, punya pasangan, dan punya segalanya baru kamu bersukacita. Bersukacitalah sekarang ini. Bahkan Salomo mengatakan 

(Pengkhotbah 11:9)

Bersukarialah, hai pemuda, dalam kemudaanmu, biarlah hatimu bersuka pada masa mudamu, dan turutilah keinginan hatimu dan pandangan matamu, tetapi ketahuilah bahwa karena segala hal ini Allah akan membawa engkau ke pengadilan! 

Turutilah keinginan hatimu dan pandangan matamu. Seolah-olah Pengkhotbah ingin mengatakan: lakukan apa yang kamu inginkan dan pandang baik.  Hal ini seolah-olah memberikan pembenaran bagi orang muda untuk melakukan hal sesuka mereka. Tapi itulah mungkin yang jadi kenyataan dari kehidupan banyak orang muda. Mereka hanya memikirkan keinginan diri mereka. Mereka bahkan mengharapkan orang lain untuk bekerja dan menghasilkan bagi diri mereka. Mereka membeli dengan impulsif bahkan mereka hidup sesuka hati mereka, mencoba sana sini termasuk menikmati seks bebas tanpa berpikir panjang akan konsekuensi yang dapat mereka hadapi. 

Sekilas bagian ini juga bertentangan dengan catatan dalam kitab Taurat yakni Bilangan 15:38-39 yang merupakan perintah Tuhan untuk membuat jumbai pada ujung pakaian mereka supaya itu mengingatkan mereka untuk tidak menuruti hati mereka dan mata mereka.  

Jika kita berhenti didalam kalimat turuti keinginan hatimu dan pandangan matamu maka bisa saja kita salahpaham terhadap apa yang Salomo katakan disini. Jelas ini bukan ijin untuk hidup hedon sebebas-bebasnya karena setelah itu, pengkhotbah mengatakan: ketahuilah karena segala hal ini Allah akan membawa engkau ke pengadilan. Mungkin kita berpikir bahwa bagian Allah akan membawa engkau ke pengadilan merupakan upaya untuk menyedot seluruh kegembiraan kita dan membatasi hidup kita. Ibarat seperti kita hidup di sebuah lapangan tetapi seluruh pintu masuk dan keluar lapangan dikunci supaya kita tidak kemana-mana.Tapi ternyata pemahaman ini keliru. Lebih tepat jika kita memaknainya bahwa Pengkhotbah tidak sedang berupaya untuk mengambil semua sukacita dalam hidup kita tetapi ingin mengingatkan kita bahwa kita ini hidup di hadapan Tuhan dan dipanggil untuk bersukacita di dalam Dia. 

Dengan kata lain bahwa tema penghakiman atau pengadilan Allah ini bukan untuk melemahkan perintahNya bagi kita untuk menikmati hidup yang dianugerahkan melainkan untuk menjadi arah dan penuntun dalam kita menikmati hidup. Secara positif kita bisa memaknai peringatan tentang penghakiman Tuhan ini dengan cara pandang bahwa: Bersukacitalah secara bertanggungjawab. Nikmatilah kesenangan hidup tetapi jangan dengan cara yang berdosa. Rayakan masa mudamu tetapi tetaplah ingat pada ketetapan Allah. Karena sesungguhnya segala sesuatu yang kita lakukan dan yang 

Contoh: Cara kita mengelola dan membelanjakan uang kita. Matius 6:19-21 mengatakan: janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi, dst. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga. Karena dimata hartamu berada di situ hatimu berada. Apa yang kita lakukan dengan tubuh kita. 1 Korintus 6:18-20 menjelaskan tentang jauhkanlah dirimu dari percabulan. Tubuhmu ini adalah bait Roh Kudus dan kamu telah dibeli dengan harga yang telah lunas dibayar, maka itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu. Cara kita menggunakan waktu. Efesus 5:16-17: pergunakan waktu yang ada, karena hari-hari ini jahat. jangan kamu bodoh tetapi usahakanlah kamu mengerti kehendak Tuhan. Cara kita menangani relasi atau hubungan kita dengan rekan bisnis, rekan sepelayanan, atau pasangan kita. Matius 5:9 mengatakan: berbahagialah orang yang membawa damai karena mereka akan disebut anak-anak Allah.

Setelah pengkhotbah mengatakan ini, nasihat lain dia berikan kepada orang muda di ayat 10 

Pengkhotbah 11:10

Buanglah kesedihan dari hatimu dan jauhkanlah penderitaan dari tubuhmu, karena kemudaan dan fajar hidup adalah kesia-siaan (hevel: vapor, breath). (Pengkhotbah 11:10)

Ayat ini kembali mengingatkan orang muda bahwa masa mudamu itu cepat berlalu seperti uap dan nafas yang tidak kelihatan. Jadi, jangan mengidolakan masa mudamu seolah-olah masa mudamu itu akan berlangsung lama. Ingat, itu akan segera berlalu. Ini bukan sindiran atau sikap pesimis yang diungkapkan oleh Pengkhotbah tetapi sebuah sikap realistis terhadap keterbatasan hidup manusia. 

Ayat ini menjadi jembatan yang sangat baik untuk meneruskan pada poin 2 bahwa sebenarnya hidup kita ini terbatas dan akan sampai pada sebuah ujung realitas untuk kita yang hidup di dalam dunia ini yaitu kematian 

          2. REALITAS KEMATIAN YANG TIDAK TERHINDARKAN

Pengkhotbah 12:1a

Ingatlah akan Penciptamu pada masa mudamu,… 

Pengkhotbah, Salomo berkata kepada orang muda bahwa ingatlah penciptamu. Salomo sengaja mengatakan ingatlah akan penciptamu untuk menegaskan bahwa pencipta kita adalah yang menciptakan kita dan yang memberi kita kehidupan. Mengingat pencipta disini jelas sekali lagi memberi kita rujukan pada kitab Kejadian khususnya pasal 1 dan 2 yang menyatakan bahwa Tuhan yang menciptakan dunia ini baik adanya, dan bukan dunia yang jahat. Manusialah yang bertanggungjawab merusaknya bahkan manusialah yang ingin mengambil tempat menjadi pencipta. Seorang teolog dan filsuf dari prancis yang bernama Jacques Ellul dalam perenungannya terhadap kitab pengkhotbah mengatakan: Mungkin anda menganggap diri mandiri, tetapi anda tidak mampu mengetahui apa yang seharusnya dilakukan, tidak mampu mengetahui tentang kebijaksanaan. Anda adalah ciptaan dan sesungguhnya semua kejahatan di dalam dunia ini berasal dari kita yang menganggap diri sebagai pencipta.

Bahkan jika kita kembali pada pasal 11:10 yang mengatakan buanglah kesedihan dari hatimu menunjukkan ekspresi hati kita yang sesungguhnya salah arah. Kita seringkali frustasi, sedih dengan keadaan hidup kita bukan karena Tuhan tidak ada dan beserta kita, tetapi karena seringkali kita tidak mendapatkan apa yang kita inginkan atau kita tidak dapat mengatur segala sesuatu untuk melayani keinginan hati kita. Maka dari itu, Salomo kembali menegaskan kepada kita hari ini: ingatlah penciptamu pada masa mudamu. 

Pada masa mudamu. Ini adalah sebuah nasihat penting untuk orang muda. Kategori orang muda disini adalah kategori yang belum mengalami apa yang dijelaskan pada ayat 2 dan seterusnya, atau sekitar usia anak-anak sekitar 7 sampai 35 atau mungkin 40 tahun. Nasihat ini diberikan kepada orang muda karena sangat mudah bagi orang muda untuk melupakan Tuhan yang mencipta. Sangat mudah bagi kita untuk memikirkan diri kita sendiri. Di masa muda, seringkali orientasi hidup kita melulu hanya tentang diri kita, sekolahku, pasanganku, prestasiku, tabunganku, masa depanku, dan seterusnya. Inilah sebabnya, Salomo memberikan nasihat ini kepada orang muda, sekalipun yang mungkin sudah merasakan nasihat ini adalah orang tua yang sudah melewati masa muda. Dan penting untuk kita pahami lebih lanjut bahwa mengingat pencipta bukan sekadar mengingat lalu melupakan melainkan mengingat Dia setiap waktu dan apa yang telah dilakukanNya bagi kita serta bertindak berdasarkan kehendak-Nya. Dan yang menarik dari bacaan kita disini ialah Pengkhotbah menasihatkan agar kita mengingat pencipta sebelum terlambat. Perhatikan bagaimana Pengkhotbah mengulang kata ‘sebelum’ sebanyak 3 kali.

Pengkhotbah 12:1,2,6

1 Ingatlah akan Penciptamu pada masa mudamu, sebelum tiba hari-hari yang malang dan mendekat tahun-tahun yang kaukatakan: "Tak ada kesenangan bagiku di dalamnya!",

2 sebelum matahari dan terang, bulan dan bintang-bintang menjadi gelap, dan awan-awan datang kembali sesudah hujan,

6 sebelum rantai perak diputuskan dan pelita emas dipecahkan, sebelum tempayan dihancurkan dekat mata air dan roda timba dirusakkan di atas sumur,… 

Tiga kali pengulangan kata ‘sebelum’ disini mempunyai peran yang penting untuk menegaskan tentang kematian maka dari itu, ingatlah akan penciptamu di dalam segala hal yang kamu lakukan. Dan untuk mengingat Sang Pencipta, Salomo memberikan kita salah satu puisi yang paling mengesankan dalam catatan Alkitab dan puisi itu bercerita tentang deskripsi umum tentang usia tua dan manifestasi fisiknya. 

Pengkhotbah 12:2-5

2 sebelum matahari dan terang, bulan dan bintang-bintang menjadi gelap, dan awan-awan datang kembali sesudah hujan, 3 pada waktu penjaga-penjaga rumah gemetar, dan orang-orang kuat membungkuk, dan perempuan-perempuan penggiling berhenti karena berkurang jumlahnya, dan yang melihat dari jendela semuanya menjadi kabur, 4 dan pintu-pintu di tepi jalan tertutup, dan bunyi penggilingan menjadi lemah, dan suara menjadi seperti kicauan burung, dan semua penyanyi perempuan tunduk,  5 juga orang menjadi takut tinggi, dan ketakutan ada di jalan, pohon badam berbunga, belalang menyeret dirinya dengan susah payah dan nafsu makan tak dapat dibangkitkan lagi — karena manusia pergi ke rumahnya yang kekal dan peratap-peratap berkeliaran di jalan.

Karena ini puisi maka disana kita perlu memahami konteks pada waktu itu. Ketika dikatakan matahari, dan terang, bulan dan bintang menjadi gelap merujuk kepada kerusakan penglihatan dan diperkuat dengan kata awan dan hujan yang bisa merujuk kepada penglihatan yang buram. Lalu, para penjaga rumah yang gemetar, orang-orang kuat membungkuk dan seterusnya sampai ayat 4 mengacu pada berkurangnya kapasitas dan keterampilan motorik di masa tua. Tangan mulai gemetar, otot-otot mulai melemah sehingga kita mulai membungkuk, bunyi penggiling bisa mengacu pada hilangnya gigi dan semakin sulit untuk mengunyah, pita suara yang juga mulai berubah dan tidak lagi bisa sekuat di masa muda, waktu tidur juga semakin singkat dan ditambah lagi dengan rasa takut dimana takut untuk terjatuh dan termasuk di dalamnya Salomo menjelaskan tentang hasrat seks yang tidak dapat dibangkitkan lagi dan akhirnya manusia pergi kerumah yang kekal. Rumah kekal disini tidak mengacu pada sorga dalam konteks pengkhotbah. Sepanjang kitab ini, Pengkohtbah membatasi pengamatannya pada perspektif manusia maka dari itu rumah kekal disini ialah kuburan. Hal ini semakin jelas ketika Salomo mengatakan bahwa akan ada peratap-peratap berkeliaran di jalan. Dan ketika berbicara tentang kematian disini, pengkhotbah dalam ayat 6 memberikan penegasan lewat pengulangan kata 

Pengkhotbah 12:6

Sebelum rantai perak diputuskan dan pelita emas dipecahkan, sebelum tempayan dihancurkan dekat mata air dan roda timba dirusakkan di atas sumur. 

Pengulangan kata diputuskan, dipecahkan, dihancurkan, dirusakkan menunjukkan bahwa kematian adalah sesuatu yang final dan tidak dapat diubah. Ini semakin ditegaskan dalam ayat 8 oleh Pengkhotbah bahwa segala sesuatu sia-sia. Dalam terjemahan lebih tepat bahwa segala sesuatu adalah seperti uap. Demikian juga hidup kita dimana kita semua akan mengalami kematian dan kematian itu seperti uap, tidak seorangpun yang tahu. Sekalipun memahami hal ini, manusia masih terus berupaya untuk menjauh dan bahkan melupakan kematian. Seringkali mereka melakukan 2 tindakan yang kita kenal dengan istilah Asketis (Hidup yang menjauh dari kesenangan) atau Hedonis (Hidup untuk kesenangan semata). Baik asketis dan hedonis, keduanya adalah upaya manusia untuk hidup menjauh atau mengasingkan diri dan melupakan kematian. Kedua-duanya bukanlah cara pandang yang benar dan yang injil nyatakan kepada kita untuk kita jalani di dalam kesementaraan kita sebagai ciptaan. 

Lalu bagaimana kita bisa menemukan kebahagiaan sejati dalam kesementaraan hidup kita? 

          3. MENEMUKAN KEBAHAGIAAN BAIK DALAM HIDUP DAN MATI MELALUI TERANG INJIL.

Yang menarik dari bacaan kita khususnya ayat 9 pasal 11 dan ayat 1 pasal 12 disana ada keterkaitan. 

9 Bersukarialah, hai pemuda, dalam kemudaanmu, biarlah hatimu bersuka pada masa mudamu,... 1 ingatlah akan penciptamu pada masa mudamu,

Kita perlu membaca kedua ayat ini dengan cara bahwa perintah untuk mengingat pencipta diberikan untuk mendukung perintah untuk bersukacita. Dengan kata lain, manusia harus mengingat penciptanya agar bisa bersukacita. Namun sesungguhnya manusia tidak dapat mengingat pencipta-Nya. Mereka hanya mencari apa yang diinginkan hati mereka

(Pengkhotbah 11:9,10; 12:6,7)

9… turutilah keinginan hatimu dan pandangan matamu,… 10 Buanglah kesedihan dari hatimu dan jauhkanlah penderitaan dari tubuhmu,… 6 sebelum rantai perak diputuskan dan pelita emas dipecahkan, sebelum tempayan dihancurkan dekat mata air dan roda timba dirusakkan di atas sumur, 7 dan debu kembali menjadi tanah seperti semula dan roh kembali kepada Allah yang mengaruniakannya.

Manusia semata-mata hanya mengingat dan mencari apa yang menjadi keinginan hatinya dan apa yang dipandang baik oleh keinginannya. Mereka berupaya membuat kesedihan mereka dan menjauhkan penderitaan dengan cara mereka sendiri. Dan dengan hari-hari yang terus bertambah dalam hidup mereka, ingatan mereka semakin melemah sampai akhirnya kematian menjemput setiap manusia. Jadi, tidak seorangpun yang mengingat sang pencipta. Dan apa yang membuat kita tidak menemukan kebahagiaan sejati karena sesungguhnya kita tidak cukup mengingat sang pencipta. 

Tapi puji Tuhan, hal terbaik bukanlah tentang kita yang mengingat Sang Pencipta, sekalipun kita dipanggil untuk mengingat Dia. Hal terbaik dari segala yang ada di dalam hidup kita ialah Allah Sang Pencipta mengingat kita senantiasa (Philip Graham Ryken,  Ecclesiastes: Why Everything Matters)

Bukankah ini kabar baik untuk kita semua. Dia senantiasa mengingat kita. Dia juga setia mengingat perjanjiannya kepada kita. Sejak manusia jatuh dalam dosa, dia memberikan protoevangelium sebagaimana yang dicatat dalam Kejadian 3:15 bahwa 

‘Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.’ (Kejadian 3:15)

Kabar baik pertama ini murni adalah inisiatif Allah. Dan yang menarik bahwa janji ini diucapkan Allah sebelum dia menyatakan hukumannya bagi manusia dalam Kejadian 3:16-19. Ini artinya keinginan Allah untuk mengasihi umatNya berada di barisan paling depan dari keinginanNya untuk menghukum manusia, sekalipun kasih dan keadilanNya tetap berjalan beriringan. 

Dan bukti kasih serta keadilan Allah yang paling puncak ialah ketika Allah mengutus Anak-Nya yang tunggal datang ke dalam dunia untukmenjalani hidup dengan ketaatan penuh pada kehendak BapaNya sampai akhir hidupnya.    

Filipi 2:6-8

Yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.

Akan hal ini, satu kali Yesus mengatakan: 

19 Lalu Ia mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka, kata-Nya: "Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah  ini menjadi peringatan akan Aku.” (ESV: Do this in rememberance of me)
20 Demikian juga dibuat-Nya dengan cawan sesudah makan; Ia berkata: "Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku, yang ditumpahkan bagi kamu.

Setiap umatNya diminta untuk mengingat apa yang menjadi karya yang telah dilakukan oleh Kristus sendiri. Apa yang dilakukan oleh Yesus? Di Salib, Yesus, Sang Kehidupan melakukan kehendak Bapa-Nya dengan taat sampai mati. Yesus, Sang Kebenaran mengalami ketidakadilan meskipun Dia tidak bersalah. Yesus, Sang Raja mengalami penghinaan dan penderitaan terbesar untuk kesetiaan-Nya pada Bapa. Yesus, Sang Keadilan menanggung kutuk dosa yaitu kematian. Yesus, Sang Terang Abadi menjalani gelapnya kubur.  Untuk mendamaikan kita dengan Bapa dan memberikan pendampingan sampai kita menuju kehidupan yang kekal.

Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman. (NRSV: And remember, I am with you always, to the end of the age.) (Matius 28:20b)
39 Dan inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman.
40 Sebab inilah kehendak Bapa-Ku, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman." (Yohanes 6:39-40)

Gospel Response

  • Mari kita bertobat dari hidup egois, yang hanya mencari kesukaan untuk diri sendiri.   
  • Lihatlah Kristus dan ingatlah akan karya pengorbanan-Nya diatas salib agar kita dapat mengalami sukacita ganti dukacita dan kehidupan kekal sekalipun harus menghadapi kematian.  

Pertanyaan Reflektif

  • Apakah yang seringkali membuat kita sulit untuk melihat kebaikan Tuhan dan mengucap syukur dalam segala situasi kehidupan kita?
  • Bagaimana selama ini cara kita menikmati dan menjalani kehidupan yang dianugerah Tuhan kepada kita? Apakah dengan cara-cara yang dunia tawarkan atau seturut dengan Firman Tuhan?
  • Hal apa yang dapat kita lakukan untuk senantiasa mengingat Sang Pencipta di setiap musim hidup kita?

 KARENA INJIL …

  • Kita dimampukan untuk senantiasa mengucap syukur dalam segala hal. 
  • Kematian setiap orang yang percaya bukanlah akhir dari segalanya melainkan awal darikehidupan kekal bersama Allah untuk selamanya.
  • Kita disadarkan bahwa jaminan keselamatan kita tidak bergantung pada ingatan kita akan Allah