Hari ini kita memulai khotbah berseri Advent yang berjudul Silsilah Anugerah di dalam kelahiran Kristus. Hari ini kita memulai khotbah yang sebenarnya tidak bernuansa Natal, namun kisahnya menceritakan anugerah di tengah aib. Kisah keluarga yang tidak sehat, aib yang disembunyikan, dosa seksual bahkan inses, serta ketidakadilan. Namun justru dalam keluarga seperti itulah anugerah Allah menerobos masuk. Itulah sebabnya judulnya adalah Anugerah di Tengah Aib.
BACAAN: Kejadian 38:11-19 ; 24-30
38:11 Lalu berkatalah Yehuda kepada Tamar, menantunya itu: "Tinggallah sebagai janda di rumah ayahmu, sampai anakku Syela itu besar," sebab pikirnya: "Jangan-jangan ia mati seperti kedua kakaknya itu." Maka pergilah Tamar dan tinggal di rumah ayahnya.
38:12 Setelah beberapa lama matilah anak Syua, isteri Yehuda. Habis berkabung pergilah Yehuda ke Timna, kepada orang-orang yang menggunting bulu domba-dombanya, bersama dengan Hira, sahabatnya, orang Adulam itu.
38:13 Ketika dikabarkan kepada Tamar: "Bapa mertuamu sedang di jalan ke Timna untuk menggunting bulu domba-dombanya,"
38:14 maka ditanggalkannyalah pakaian kejandaannya, ia bertelekung dan berselubung, lalu pergi duduk di pintu masuk ke Enaim yang di jalan ke Timna, karena dilihatnya, bahwa Syela telah menjadi besar, dan dia tidak diberikan juga kepada Syela itu untuk menjadi isterinya.
38:15 Ketika Yehuda melihat dia, disangkanyalah dia seorang perempuan sundal, karena ia menutupi mukanya.
38:16 Lalu berpalinglah Yehuda mendapatkan perempuan yang di pinggir jalan itu serta berkata: "Marilah, aku mau menghampiri engkau," sebab ia tidak tahu, bahwa perempuan itu menantunya. Tanya perempuan itu: "Apakah yang akan kauberikan kepadaku, jika engkau menghampiri aku?"
38:17 Jawabnya: "Aku akan mengirimkan kepadamu seekor anak kambing dari kambing dombaku." Kata perempuan itu: "Asal engkau memberikan tanggungannya, sampai engkau mengirimkannya kepadaku."
38:18 Tanyanya: "Apakah tanggungan yang harus kuberikan kepadamu?" Jawab perempuan itu: "Cap meteraimu serta kalungmu dan tongkat yang ada di tanganmu itu." Lalu diberikannyalah semuanya itu kepadanya, maka ia menghampirinya. Perempuan itu mengandung dari padanya.
38:19 Bangunlah perempuan itu, lalu pergi, ditanggalkannya telekungnya dan dikenakannya pula pakaian kejandaannya.
38:24 Sesudah kira-kira tiga bulan dikabarkanlah kepada Yehuda: "Tamar, menantumu, bersundal, bahkan telah mengandung dari persundalannya itu." Lalu kata Yehuda: "Bawalah perempuan itu, supaya dibakar."
38:25 Waktu dibawa, perempuan itu menyuruh orang kepada mertuanya mengatakan: "Dari laki-laki yang empunya barang-barang inilah aku mengandung." Juga dikatakannya: "Periksalah, siapa yang empunya cap meterai serta kalung dan tongkat ini?"
38:26 Yehuda memeriksa barang-barang itu, lalu berkata: "Bukan aku, tetapi perempuan itulah yang benar, karena memang aku tidak memberikan dia kepada Syela, anakku." Dan ia tidak bersetubuh lagi dengan perempuan itu.
38:27 Pada waktu perempuan itu hendak bersalin, nyatalah ada anak kembar dalam kandungannya.
38:28 Dan ketika ia bersalin, seorang dari anak itu mengeluarkan tangannya, lalu dipegang oleh bidan, diikatnya dengan benang kirmizi serta berkata: "Inilah yang lebih dahulu keluar."
38:29 Ketika anak itu menarik tangannya kembali, keluarlah saudaranya laki-laki, dan bidan itu berkata: "Alangkah kuatnya engkau menembus ke luar," maka anak itu dinamai Peres.
38:30 Sesudah itu keluarlah saudaranya laki-laki yang tangannya telah berikat benang kirmizi itu, lalu kepadanya diberi nama Zerah.

Bayangkan jika perjalanan hidupmu ditulis dalam sebuah biografi yang dibaca semua orang. Pasti ada bab yang ingin dihapus: dosa, pelecehan, kegagalan, skandal seksual, hutang, atau luka keluarga. Setiap orang punya bagian hidup yang ingin disembunyikan karena kita hidup dalam budaya yang mementingkan citra. Dari luar tampak rapi, tetapi ada sisi gelap yang disimpan rapat.
Dalam kehidupan rohani pun sering terjadi hal serupa. Di gereja bisa tampak hangat, harmonis, dan rohani, tetapi di rumah penuh konflik. Aktif pelayanan, tetapi diam diam bergumul dengan pornografi, kecanduan, perselingkuhan, atau pernah melakukan aborsi. Ada aib yang menimbulkan rasa malu mendalam yang tidak ingin tersentuh.
Ketika membaca Matius 1, Perjanjian Baru tidak dimulai dengan kisah indah Natal, tetapi dengan daftar nama dipenuhi sejarah aib. Termasuk empat perempuan yang membawa luka besar: Tamar, Rut, Betsyeba, Maria. Nama mereka muncul bukan untuk memperindah cerita, melainkan menjadi penanda bahwa Allah sengaja hadir di tengah aib manusia. Ia tidak menghindarinya, justru melalui aib itulah anugerah dinyatakan.
Pertanyaannya, apakah kita berani membiarkan Injil menyentuh bagian hidup yang paling memalukan, bukan hanya sisi yang rapi? Kabar baik baru terasa sebagai kabar baik ketika bersentuhan dengan kabar buruk dalam diri kita.
Banyak orang membaca Alkitab dengan asumsi modern seolah isinya adalah kisah teladan moral. Musa yang gagah, Daud yang memuji Tuhan, sambil menyingkirkan sisi gelap mereka. Padahal kisah Tamar dalam Kejadian 38 sama sekali bukan cerita moral. Itu gambaran manusia yang benar benar gagal. Namun justru di situ anugerah Allah menerobos. Alkitab jujur memaparkan kebobrokan manusia, sekaligus menegaskan kesempurnaan kasih dan kuasa Allah yang tetap melaksanakan rencanaNya.
Kisah Tamar penuh aib, tetapi di situlah Tuhan bekerja. Eksposisi ini menyoroti tiga hal. Pertama, Tuhan menyingkap ketidakadilan yang dialami Tamar. Kedua, melalui Yehuda Tuhan membuka siapa manusia sebenarnya, betapa mudah manusia tampil benar tetapi menyimpan kemunafikan. Ketiga, melalui kelahiran Peres, Tuhan menembus segala aib dengan anugerah yang memulihkan.

1.TUHAN MENYINGKAP KETIDAKADILAN DI BALIK AIB (TAMAR)
Sebelum masuk ayat 11, kisahnya begini. Anak pertama Yehuda, Er, begitu jahat sampai Tuhan sendiri menghukumnya mati. Tamar kemudian dinikahkan dengan anak kedua, Onan, tetapi Onan pun melakukan kejahatan dan mengalami hukuman yang sama. Yehuda tidak melakukan apa pun untuk menegur atau membentuk kedua anaknya. Setelah dua kali menjadi janda di usia belasan tahun, Tamar berada di posisi terendah secara sosial dan ekonomi. Pada zaman itu janda sangat mudah dieksploitasi, terabaikan, hampir tidak punya masa depan.
Karena itu ada hukum Levirat. Seorang mertua wajib menyediakan anak laki-laki berikutnya untuk menjadi suami sang janda agar dia terlindungi dan memiliki keturunan. Itu kewajiban moral dan hukum. Jadi Tamar berhak dilindungi oleh Yehuda dan keluarganya.
Yehuda berjanji akan menikahkan Tamar dengan Syela setelah dewasa, tetapi di hatinya dia yakin Tamar adalah pembawa sial. Ia hanya mengucapkan janji tanpa niat menepatinya. Syela kemudian dewasa, tetapi Tamar tidak pernah dipanggil kembali. Tamar menyadari janji itu palsu. Ia ditinggalkan, tidak dianggap, dan haknya dirampas.
Di momen ini dia merencanakan tindakan yang nekat. Ia menanggalkan pakaian jandanya, menyamar dengan cadar dan selubung — pakaian perempuan penjaja diri — dan duduk di pintu gerbang tempat Yehuda akan lewat. Yehuda yang sedang rentan setelah ditinggal istrinya, melihatnya, mengira dia pelacur, lalu ingin tidur dengannya. Tamar meminta jaminan sebelum menerima bayaran. Yehuda memberikan meterai, kalung, dan tongkatnya (identitas legal seorang pria bangsawan). Ini seperti meninggalkan dompet, tanda tangan, dan kartu kredit pada seorang pelacur.
Tamar pulang, memakai kembali pakaian jandanya, menyimpan jaminan itu, dan tidak mengambil bayaran. Artinya dia tidak mengejar uang. Ia mengejar keadilan. Ia memanfaatkan kelemahan dan standar ganda Yehuda untuk melawan ketidakadilan Yehuda sendiri. Yehuda bebas mendatangi pelacur kapan saja, tetapi meminta Tamar hidup suci selamanya. Ini standar ganda yang kejam.
Ketika Tamar kemudian ketahuan hamil, Yehuda memerintahkan hukuman bakar. Namun Tamar mengirimkan jaminan Yehuda sambil berkata: “Dari pemilik barang-barang ini aku mengandung.” Ketika Yehuda melihatnya, ia berkata, “Ia lebih benar daripada aku.” Kata yang dipakai dalam Ibrani: tsadaq — keadilan berada di pihaknya.
Di momen ini terlihat kebijaksanaan moral Alkitab. Tamar berdosa: menyamar, menipu, melakukan hubungan sedarah. Tetapi Yehuda pun berdosa: menindas, menelantarkan, menyalahgunakan kuasa dan mengorbankan masa depan Tamar.
Alkitab tidak memutihkan korban, tetapi juga tidak melegitimasi penindasan. Tidak menormalkan dosa karena penderitaan, tetapi juga tidak membenarkan penyalahgunaan kuasa hanya karena korban melakukan kesalahan. Dunia biasanya membelah dua: kubu liberal membela korban sampai menghapus kesalahan; kubu konservatif menyalahkan korban sampai menghapus ketidakadilan. Alkitab menempuh jalan ketiga. Dua-duanya berdosa. Dua-duanya butuh anugerah.

Aplikasinya nyata. Bila mengalami ketidakadilan, perjuangkan keadilan tetapi jangan terjebak balas dendam. Balas dendam bukan milik manusia. Di sisi lain, bila hidup dalam kelimpahan dan kebaikan Tuhan tetapi tidak peduli pada yang lemah, itu disebut Alkitab bukan kekikiran tetapi ketidakadilan.
Alkitab menunjukkan dengan konsisten bahwa Allah membela kelompok rentan: yatim, janda, orang buangan, mereka yang tidak berdaya. Itulah sebabnya hukum Taurat mengatur perlindungan bagi mereka. Itulah arah pelayanan keadilan dan belas kasih dalam komunitas Kristen — bukan pilihan, tetapi wujud kesetiaan kepada hati Allah.
Kalau seseorang berpendidikan, punya akses, relasi, posisi, kesempatan, rumah aman, kondisi nyaman, sementara banyak orang lain bertumbuh tanpa modal seperti itu, maka penggunaan privilege bagi diri sendiri saja adalah bentuk ketidakadilan. Karena bila kita menerima anugerah, kita dipanggil menjadi saluran anugerah.
Di sinilah refleksinya. Gereja bisa berubah menjadi tempat konsumerisme: semua tentang kebutuhan pribadi. Padahal Injil selalu menggugah kegelisahan terhadap ketidakadilan. Kegeraman terhadap kerusakan sosial, bencana lingkungan, korupsi, eksploitasi, ketimpangan ekonomi — itu pekerjaan Roh Kudus. Ketika hati sudah tidak peduli pada mereka yang membutuhkan, sesuatu dalam spiritualitas kita sedang redup.

2.TUHAN MENYINGKAP SIAPA DIRI KITA SEBENARNYA (YEHUDA)
Kita sudah belajar dari Tamar, kini cerita beralih pada Yehuda, dan melalui dialah Tuhan menyingkapkan kemunafikan manusia. Banyak orang sangat menikmati bagian pertama karena terasa seperti pembelaan bagi mereka yang tertindas, seolah firman ini hanya untuk orang kaya dan penindas. Namun kini firman berbalik ke dalam hati kita sendiri melalui kisah Yehuda.
Ketika mendengar Tamar hamil, Yehuda langsung berkata, bawalah perempuan itu dan bakar dia. Hukuman bakar hidup hidup sangat jarang dalam Perjanjian Lama, hanya untuk kejahatan paling mengerikan. Mengapa reaksinya begitu brutal? Karena ia menyimpan kebencian dan prasangka terhadap Tamar selama bertahun tahun. Ia membangun narasi bahwa Tamar adalah sumber masalah sehingga ia dapat menutupi fakta bahwa anak anaknya jahat dan dirinya adalah ayah yang gagal. Ketika kabar perzinahan datang, ia merasa pikirannya terkonfirmasi dan merasa benar untuk menghukum Tamar secara kejam.
Bagian ini bukan hanya tentang Yehuda, tetapi tentang hati manusia. Kita suka membenarkan diri sendiri, menyalahkan orang lain, mencari kambing hitam, melihat dosa orang jauh lebih jelas daripada dosa sendiri, memperbesar kesalahan orang lain sambil mengecilkan kesalahannya sendiri. Mekanisme inilah yang membutakan seseorang semakin jauh dalam kebohongan. Jika jujur, inilah aib hati kita.
Saat Tamar dibawa menghadap, ia mengirim cap materai, kalung, dan tongkat kepada Yehuda serta berkata periksalah. Kata ini juga bisa berarti kenalilah, akuilah. Tuhan memakai momen itu untuk menegur Yehuda: apakah engkau mengenali dosamu, hawa nafsumu, ketidakadilanmu, kebencianmu, dan kesadisanmu? Apakah engkau sadar betapa busuk hatimu? Kejadian 38:26 mencatat bahwa Yehuda memeriksa dan mengakui bahwa Tamar lebih benar daripada dirinya. Banyak ahli percaya itulah saat pertobatannya, ketika ia sadar bahwa dialah yang lebih berdosa.
Di sinilah inti kebangunan rohani. Bukan ketika menghadiri KKR atau mengangkat tangan, tetapi ketika seseorang sadar bahwa dirinya pendosa dan tidak lebih baik daripada orang yang selama ini ia hakimi. Orang konservatif bisa merasa lebih hebat daripada yang liberal, demikian pula orang liberal merasa lebih unggul daripada yang konservatif. Kebangunan rohani terjadi ketika seseorang menyadari kesombongan dan kemunafikan hatinya sendiri.
Saya sendiri pernah berada di titik itu. Saya bisa berkhotbah, membangun pelayanan, terlihat berhasil, tetapi Tuhan menunjukkan bagian hati yang penuh self righteousness, ego, dan rasa ingin diakui. Saat saya sadar betapa busuknya hati saya, barulah saya benar benar menyadari betapa saya membutuhkan kasih karunia. Bagian hidup yang justru paling ingin disembunyikan ternyata adalah bagian yang ingin Tuhan sembuhkan.

Yehuda pun mengalami proses panjang. Dulu ia menipu Yakub dengan jubah Yusuf yang dicelupkan darah anak kambing sambil berkata periksalah. Bertahun kemudian kata yang sama kembali melalui Tamar untuk menegurnya. Penulis Yahudi Midrash Rabbah mencatat, dalam Bareshit Rabbah pasal 85:9-10 yang menceritakan hal ini: Engkau menipu ayahmu dengan seekor anak kambing, karena anak kambing disembelih untuk mencelupkan jubah Yusuf. Maka Tamar akan menipu engkau dengan seekor anak kambing. Engkau berkata kepada ayahmu, periksalah kenalilah, maka Tamar akan berkata kepadamu, periksalah kenalilah. Hari itu Yehuda sadar ia sedang ditegur Tuhan dan ia bertobat.
Kalau hari ini ketika mendengar khotbah ini hati seseorang ditegur Tuhan, sedang diproses, sedang dikonfrontasi oleh kebenaran, muncul dua pilihan. Mengabaikan atau bertobat dan bergumul dengan Tuhan. Yehuda bertobat dan ia menjadi orang yang berbeda. Di Kejadian 44, Yusuf sudah menjadi perdana menteri di Mesir. Ketika kelaparan melanda negeri, Yakub mengirim anak-anaknya untuk mencari makanan ke Mesir. Tidak ada satu pun dari mereka yang mengenali Yusuf, tapi Yusuf mengenali mereka. Ia mengenali Ruben, Yehuda, dan Benyamin. Benyamin adalah saudara kandungnya. Yusuf berkata, aku beri kalian makanan namun Benyamin akan ku sandera dan menjadi budakku. Pulang dan ajak bapak kalian datang. Saat itu Yehuda maju. Ia berkata jangan Baginda, jangan. Bapak sangat mengasihi Benyamin. Biarkan aku saja menggantikan Benyamin. Di situ terlihat perubahan besar. Yehuda berubah dari orang yang menjual saudaranya menjadi orang yang rela menyerahkan diri demi saudaranya. Dari pria yang menindas menantunya yang janda menjadi pria yang menyadari keberdosaannya.
Untuk menjadi saluran kelahiran Kristus, Yehuda harus mengalami proses pembentukan oleh anugerah yang panjang dan menyakitkan. Mengapa semua ini penting? Karena dari suku Yehuda akan datang Yesus Kristus Sang Mesias. Untuk Yehuda bisa menjadi saluran Kristus datang, Tuhan mengubah dia menjadi pribadi yang berbeda. Dan cara Tuhan mengubah Yehuda bukan dengan jalan mudah, melainkan melalui proses menyakitkan namun penuh kasih karunia.
Jika Tuhan ingin menjadikan seseorang saluran berkat, saluran Kristus bagi dunia, jangan heran apabila ego sedang diekspos. Jangan heran apabila kesombongan sedang dibongkar melalui proses-proses hidup yang terasa berat. Ada dua pilihan. Mengabaikan atau bertobat dan berdoa, Tuhan sentuh egoku, sentuh kesombonganku dengan kasih karunia-Mu.

3.TUHAN MENEBUS DENGAN ANUGERAH YANG MEMULIHKAN (PERES)
Ketika membaca Matius 1:1-3, terlihat jelas. “Inilah silsilah Yesus Kristus. Anak Daud, anak Abraham. Abraham memperanakkan Ishak. Ishak memperanakkan Yakub. Yakub memperanakkan Yehuda dan saudara-saudaranya. Yehuda memperanakkan Peres dan Zera dari Tamar. Peres memperanakkan Hesron.”
Melalui Yehuda dan Tamar, dua pribadi dengan kehidupan yang berantakan, lahirlah Peres. Yehuda adalah sosok penindas. Tamar adalah sosok yang tertindas sampai akhirnya melakukan sesuatu yang serupa dengan pelacuran demi mempertahankan hidupnya. Namun dari dua hidup yang terluka dan kacau itu muncul Peres, dan Peres berarti anak terobosan. Roh Kudus memasukkan nama-nama ini ke dalam silsilah Kristus bukan untuk hiasan. Ini adalah pesan Tuhan untuk semua. Tuhan seperti ingin berkata, “Lihat siapa yang aku pakai. Lihat keturunan seperti apa yang aku pakai untuk membangun garis kelahiran Juru Selamat.”
Yesus datang melalui sebuah keluarga yang penuh dosa, aib, ketidakadilan, penindasan, seksualitas yang rusak, kemunafikan, dan kebobrokan. Itulah keindahan Injil. Juru Selamat lahir dari orang-orang yang membutuhkan keselamatan. Di sini terlihat hubungan Injil yang begitu kuat. Di Kejadian 38, Yehuda menutupi dosanya, aibnya, kemunafikannya, dan malah menghukum Tamar karena dosa yang sesungguhnya ia sendiri ciptakan.
Namun ada seseorang yang bernama Yesus Kristus yang melakukan kebalikan dari yang dilakukan Yehuda. Di kayu salib Yesus benar-benar menanggung hukuman bukan karena dosa-Nya, tetapi karena dosa kita. Karena kejahatan kita, Yesus dihukum untuk kita. Tamar tidak jadi dibinasakan oleh api, tidak jadi dibakar, tetapi hidupnya diselamatkan ketika Yehuda berkata, “Bukan aku yang benar, perempuan itu yang benar.” Saat Yehuda mengucapkan kata itu, seolah ia menutupi Tamar dengan pengakuannya, membenarkan Tamar dengan pengakuannya agar Tamar dapat selamat dari api. Tamar memang berdosa, tetapi ia ditutupi, dibenarkan oleh Yehuda melalui pengakuannya.
Masalahnya Yehuda sendiri orang berdosa. Tetapi kita memiliki Yehuda yang sejati. Dia yang tidak mengenal dosa diperlakukan seperti orang berdosa. He who knew no sin became sin for us. Untuk kita. Supaya kita yang berdosa dapat dibenarkan di dalam Allah melalui Yesus Kristus. Yesus Kristus adalah Yehuda yang sejati bagi kita yang penuh aib seperti Tamar, bagi kita yang tertindas oleh dosa, bagi kita yang dilecehkan oleh dosa kita sendiri. Yesus dilecehkan demi kita. Yesus dihina demi kita. Yesus ditinggalkan, diperlakukan tidak adil, ditindas demi kita.

Yehuda menyelamatkan Tamar dengan kata-kata. Yesus menyelamatkan kita dengan luka dan darah-Nya. Tamar luput dari api karena seorang bersalah bernama Yehuda mengakui dosanya. Kita luput dari api neraka karena Yesus yang tidak bersalah menanggung dosa kita. Tamar dibebaskan karena Yehuda mengaku bersalah. Kita dibebaskan karena Yesus dibuat bersalah bagi kita. Yehuda menyelamatkan Tamar dari api. Yesus menyelamatkan kita dari api penghakiman yang kekal.
Di sini Advent menunjukkan arah penyelamatan dari aib menuju pemulihan dalam Mesias. Melalui garis yang rusak, Kristus datang untuk menyelamatkan manusia yang rusak.
Apa artinya bagi kehidupan setiap kita? Artinya tidak ada bagian hidup yang terlalu rusak bagi Tuhan. Advent adalah undangan untuk membuka pintu gelap yang selama ini ditutup rapat untuk dibawa kepada Tuhan. Menyerahkan hal yang membuat diri malu, yang disembunyikan, yang tidak ingin diketahui siapa pun, dan berkata, “Tuhan, aku serahkan kepada-Mu supaya kasih karunia memulihkannya.” Injil bukan untuk orang yang hidupnya rapi. Injil bukan untuk orang yang kelihatannya baik-baik saja. Injil untuk orang yang hidupnya remuk, hancur, dan penuh aib.
Hari ini Tuhan mau berkata, peluklah anugerah yang Ia berikan bahkan di tengah aibmu. Ketika hal ini benar-benar dipahami, maka kepekaan terhadap ketidakadilan akan tumbuh. Ketika hal ini dipahami, kemunafikan akan cepat disadari dan pertobatan akan menjadi respons yang natural. Ketika hal ini dipahami, kita akan menjadi seperti Peres, terobosan bagi dunia yang penuh kegelapan. Menjadi terang. Menjadi kesaksian.

PERTANYAAN REFLEKTIF
ORANG BERINJIL
• Berani membawa aibnya ke terang Kristus, karena justru di sana anugerah Tuhan bekerja.
• Tidak takut mengakui dosanya, karena tahu pertobatan bukan kehancuran, tapi menjadi awal pemulihan.
• Memandang kepada Kristus dan berkata: aib masa laluku bukanlah akhir ceritaku, namun justru awal dari cerita Kasih Karunia Tuhan.