Grace That Brings Hope

SPECIAL SUNDAY "Grace That Brings Hope" 

Pdt. Yakub Tri Handoko (Reformed Exodus Community)


Pembacaan                : Markus 5:25-34

Semua dari kita sadar bahwa kita sama-sama menderita. Kita punya penderitaan dalam hidup kita. Tapi tidak semua orang menyikapi penderitaan dengan cara yang sama. Satu sisi, ada orang-orang yang tidak punya harapan. Sisi yang lain, ada orang-orang yang memiliki harapan. Tetapi yang punya harapan pun punya kategori lagi. Ada yang harapannya benar dan yang harapannya tidak benar. Pertanyaannya: lebih baik mana, tidak punya harapan atau harapannya tidak benar? 

“Tuhan kadang mengambil semua yang kita andalkan supaya kita menemukan pengharapan yang benar.”

Kadang kita berpikir begini, kita punya harapan karena kita punya banyak hal di tangan. Kadangkala Tuhan bukan cuma berintervensi dalam hidup kita, tapi Ia juga melakukan interupsi dan distrupsi dalam hidup kita. Dan Tuhan mulai mengambil satu per satu dari tangan kita yang tujuannya adalah untuk mengajarkan kepada kita bahwa kita aman itu bukan karena kita punya sesuatu di dalam genggaman, kita aman karena genggaman tangan-Nya.

Natur kita ini berdosa dan seringkali kita lebih condong mengikuti kemauan kita sendiri. Ada sebuah tulisan yang menggantung di pagar pembatas, tulisannya “Jangan bersandar pada pagar.” Mengapa perlu diberitahu? Karena seringkali kita tidak paham, pagar itu dikasih di tepi jurang sebagai batasan. Namun, seringkali kita menggunakannya sebagai sandaran. Artinya kita seringkali mengandalkan pada hal yang salah. 

Baca: Markus 5:25-34

Firman Tuhan ini berkisah tentang perempuan yang sakit pendarahan selama 12 tahun. Sebelumnya, perikop ini perlu kita lihat cerita dari kisah sebelum dan sesudahnya. Pasal 5:21-24, Yairus datang kepada Yesus agar menyembuhkan anaknya. Di tengah jalan menuju rumah Yairus, Markus 5:25-34 mencatat ada perempuan sakit pendarahan sembuh saat memegang ujung jubah Yesus. Setelah itu, Markus 5:35-43 Yesus melanjutkan perjalanan ke rumah Yairus dan menyembuhkan anaknya. Di sini ada sebuah pola yaitu pola sandwich. (Markus 5:21-24 -Markus 5:25-34 - Markus 5:21-24)

Dari pola ini maka ada kesamaan antara tengahnya dengan sisi-sisinya. Misalnya sama-sama menginterupsi Yesus. Waktu Yesus khotbah di depan orang banyak, Yairus datang menginterupsi aktivitas Yesus. Lalu Yesus meninggalkan orang banyak dan pergi ke rumah Yairus. Waktu Ia pergi ke rumah Yairus, Ia diinterupsi oleh perempuan yang sakit pendarahan 12 tahun. Sama-sama yang ditolong ini perempuan. Sama-sama memakai angka 12, yang satu berumur 12 tahun, yang satu sudah sakit 12 tahun. Sama-sama menyebabkan najis kalau disentuh. Pendarahan menyebabkan kenajisan, begitu pula mayat menyebabkan kenajisan. Sama-sama tanpa harapan. Perempuan sakit pendarahan ini makin lama sakitnya makin memburuk dan tidak ada harapan, juga anak perempuan Yairus mati dan tidak ada harapan. Dan terakhir, tindakan Yesus itu ditertawakan atau dianggap konyol oleh orang-orang di sekelilingnya.

Markus 5:25-26

25. Adalah di situ seorang Perempuan yang sudah dua belas tahun lamanya menderita pendarahan.
26. Ia telah berulang-ulang diobati oleh berbagai tabib, sehingga telah dihabiskannya semua yang ada padanya, namun sama sekali tidak ada faedahnya malah sebaliknya keadaannya makin memburuk.

Dari ayat ini ada persoalan multidimensional. Persoalan yang paling jelas yaitu persoalan fisik (pendarahan selama 12 tahun). Bahkan dia berulang-ulang diobati oleh berbagai tabib. Fisiknya makin hari makin memburuk. Dia juga mengalami persoalan sosial. Karena orang yang pendarahan dianggap najis, tidak boleh berkumpul dengan siapa saja. Ditambah lagi dia mengalami persoalan finansial. Dia sudah menghabiskan harta yang dimilikinya untuk menyembuhkan penyakitnya. Dia sudah tidak punya apa-apa. Namun, ada persoalan yang jauh lebih berat lagi yaitu secara spiritual. Di dalam konteks religious Yahudi saat itu, kalau ada orang yang sakit menderita, orang-orang memahaminya orang yang sakit itu berdosa dan dikutuk Allah. Bayangkan perempuan itu yang pasti mengalami penghakiman dari sosial karena mereka menganggap dirinya penuh dosa dan dikutuk Allah.

Budaya Alkitab Perjanjian Baru itu budaya dalam mediteranian kuno. Di dalam budaya ini, masyarakatnya digerakkan oleh 3 poros. Pertama, honor and shame (kehormatan dan aib). Kedua, power and fear (kuasa dan ketakutan). Ketiga, clean and unclean (tahir dan najis). Perempuan ini tidak punya semua yang dianggap penting. Honor dia gak punya. Power dia gak punya, bahkan dirinya unclean. Sehingga menurut masyarakat waktu itu, bisa dikatakan perempuan ini terbuang dan tanpa harapan.

Yang dimiliki perempuan ini hanya iman walaupun imannya iman yang berbau takhayul, mistis, dan ghoib. Markus 5:27-28 dikatakan

27. Dia sudah mendengar berita-berita tentang Yesus, maka di tengah-tengah orang banyak itu ia mendekati Yesus dari belakang dan menjamah jubah-Nya.
28. Sebab katanya: “Asal kujamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh.

Kita tidak tahu mengapa perempuan ini punya ide seperti ini. Ada beberapa penafsir menduga kalau perempuan ini orang Yahudi dan dia ingat di Perjanjian Lama, kalau ada benda yang kudus dan kita memegang benda itu, maka kita menjadi kudus. Ada juga yang menduga kalau perempuan ini dipengaruhi mitologi Yunani/Romawi kuno. Mitologi ini punya kepercayaan kalau kita memegang barang dari orang yang sakti atau berkuasa, maka kita akan menerima kuasa dari orang itu. Ada juga yang menduga kalau perempuan ini cuma mendengar tentang Yesus dan dia mendengar Yesus ini dapat menyembuhkan. Sehingga dia begitu ingin memegang jubah Yesus karena dia percaya Yesus dapat menyembuhkannya.

Terlepas dari imannya yang tidak benar, Tuhan menyembuhkannya. Markus 5:29 dikatakan

29. Seketika itu juga berhentilah pendarahannya dan ia merasa, bahwa badannya sudah sembuh dari penyakitnya.

Bahasa aslinya dari kalimat “berhentilah pendarahannya” adalah “mata air dari darahnya berhenti”. Bahkan ia juga merasakan badannya sudah sembuh dari penyakitnya. Kata “penyakitnya” kalau dilihat dari bahasa asli yaitu mastix artinya penderitaan. Maksudnya bukan cuma penyakitnya saja tetapi juga penderitaannya. Dia bukan hanya mengalami kesembuhan tetapi juga mengalami pemulihan dari semua penderitaan yang diakibatnya oleh penyakitnya. 

Lalu Yesus melakukan sebuah tindakan yang dianggap konyol oleh murid-murid-Nya. 

Markus 5:30-32

30. Pada Ketika itu juga Yesus mengetahui, bahwa ada tenaga (dynamis – kuasa) yang keluar dari diri-Nya, lalu Ia berpaling di tengah orang banyak dan bertanya: “Siapa yang menjamah jubah-Ku?
31. Murid-murid-Nya menjawab: “Engkau melihat bagaimana orang-orang ini berdesak-desakan (synthilbo – menekan dengan kuat) dekat-Mu, dan Engkau bertanya: “Siapa yang menjamah Aku?”
32. Lalu Ia memandang sekeliling-Nya (perieblepto – terus-menerus memandang sekelilingnya – kept looking around) untuk melihat siapa yang telah melakukan hal itu.

Yesus terus-menerus melihat sekelilingnya padahal Ia sedang dalam perjalanan darurat menuju rumah Yairus. Mengapa Yesus terus-menerus melihat sekeliling-Nya di tengah perjalanan yang darurat?

            “Yesus memberikan yang lebih baik daripada yang diharapkan.”

Setelah perempuan itu mengaku, Markus 5:34 mencatat:

34. Maka kata-Nya kepada perempuan itu: “Hai anak-Ku, imanmu telah menyelamatkan engkau. Pergilah dengan selamat dan sembuhlah dari penyakitmu!” 

Perempuan ini cuma berharap untuk sembuh. Tetapi Yesus ingin memberi yang lebih. Tuhan kita tidak bisa memberi kurang dari yang terbaik, tetapi yang memandang itu baik atau tidak hanyalah Tuhan, bukan kita. Apa pemberian terbaik yang Yesus berikan?

          1. Perjumpaan Personal. 

Perempuan itu mengharapkan kesembuhan, Yesus memberikan hubungan (thygater – anak perempuan – ay. 34). Yesus memanggil dia bukan perempuan tetapi anak perempuanku. Perempuan ini ditolak oleh orang lain, dianggap sampah masyarakat, tetapi Yesus berkata “Hai anak perempuan-Ku.” Di dalam dunia ini kita ingin memiliki sesuatu dan dimiliki oleh orang lain. Makanya di dalam Heidelberg, pertanyaan pertamanya adalah “What is your only comfort in life and in death?” Jawabannya secara singkat “That i am belong to Jesus my Savior and He belong to me.” Karena perempuan ini merasa ditolak dan tidak dihargai oleh orang lain sehingga Yesus menawarkan hubungan. 

Persoalan terbesar kita bukan kemiskinan, bukan kegagalan, bukan kesakitan, persoalan terbesar kita adalah dosa, karena dosa yang menghancurkan hubungan kita dengan Tuhan. 

“Kekristenan pada hakikatnya tentang hubungan, bukan aturan; penerimaan, bukan tuntutan; kasih sayang, bukan ketakutan.”

Bukan berarti di dalam Kekristenan tidak ada aturan, atau tidak ada tuntutan, tapi aksen/lampu sorotnya bukan di situ, lampu sorotnya ada pada hubungan. Itulah sebabnya Allah menjadi manusia, supaya Ia bisa merengkuh semua perasaan kita. Supaya Ia bisa mengalami hubungan dengan kita manusia berdosa. 

          2. Iman Yang Benar. 

Perempuan itu berharap pada barang, tetapi Yesus menyoroti pada iman yaitu persandaran pada Tuhan di tengah ketidakberdayaan. Bukan apa yang dia pegang tetapi tentang siapa yang dia imani. Yesus menyoroti iman perempuan ini dan mengatakan bahwa imannya yang menyelamatkan bukan jubah-Nya. Tetapi banyak orang Kristen yang mementingkan benda. Iman artinya saya tidak bisa apa-apa, saya tidak bisa apa-apa, saya bukan siapa-siapa, saya hanya bergantung pada Tuhan saja, itulah iman. Jangan sampai kita merasa punya iman tapi merasa hebat karena punya iman. Jangan sampai dengan iman kita menuntut Tuhan.

“Beriman pada “iman” atau “perkataan” merupakan perlawanan terhadap hakikat iman yang benar.”

Ini sama saja kita berpikir tentang the power of words, the power of minds. Itu ajaran gerakan zaman baru. Kita berpikir kata-kata kita punya kuasa, nyatanya kata-kata kita tidak ada kuasa, hanya Allah yang bisa berkata dan berkuasa.

          3. Pemulihan Total. 

Perempuan itu mendapatkan keutuhan hidup dalam Kristus: “selamat” (sozo), “mengalami shalom” (eirene), & dipulihkan secara sosial (ay. 33). Yesus bertanya kepada perempuan ini sampai dia mengaku di hadapan semua orang, karena Yesus mau mendeklarasikan kepada perempuan ini di depan semua orang, “Perempuan ini sembuh kalian semua terima dia.” Itu biasanya tugasnya imam. Kalau Yesus tidak berbicara kepada perempuan itu di depan publik, maka perempuan ini harus pergi ke imam dan imam memeriksa dia dan menyatakan kesembuhan. Dengan kata lain Yesus bertindak sebagai imam untuk perempuan ini.

Keimaman Yesus, karya Dia sebagai Imam yang terbesar adalah ketika Ia memberikan diri-Nya sendiri sebagai korban bagi kita di kayu salib. Itu bukan hanya menyelamatkan kita dari kenajisan, tapi menyelamatkan kita dari dosa-dosa kita. Yesus dengan kematiannya di kayu salib, di depan publik, seolah-olah Yesus berkata, “Kalau engkau berada di dalam Aku, maka engkau dinyatakan tahir, kudus, suci di dalam Kristus. Kristus menyelesaikan bukan hanya persoalan fisikal tetapi juga spiritual.

“Kerusakan akibat dosa memang begitu massif, tetapi Tuhan mampu menghadirkan transformasi yang komprehensif.” 

Perempuan ini juga minta satu dimensi yaitu dimensi fisikal yaitu kesembuhan. Tetapi Tuhan mau memberikan keutuhan hidup.

“Anugerah selalu menjadi pemberian yang melebihi harapan karena si penerima memang tidak pantas untuk mendapatkan.”

Kita tidak bisa berharap banyak dari dunia yang sudah jatuh dalam dosa. Secara realistis, di dalam dunia yang sudah jatuh dalam dosa, tidak ada yang bisa kita harapkan. Tapi di samping kita realistis, kita juga hidup optimis. Meskipun kita tidak bisa berharap banyak tapi Tuhan bisa menyediakan lebih dari harapan dan itu Kristus bagi kita. Amin.