Mengetahui atau Menghidupi ?

Special Sunday service "Mengetahui atau Menghidupi ?" 

Ps. Natanael Thamrin

 

Ada kisah tentang dua orang pria dengan latarbelakang yang berbeda dan bertemu dalam sebuah kesempatan di gereja. (Kisah ini diadaptasi dari salah satu perumpamaan Yesus dalam Injil Lukas). Kisahnya demikian: Pria yang pertama adalah orang yang dangkal pemahamannya dalam teologi. Sebelum pandemi dia memang tidak terlalu sering ke gereja. 

Baru belakangan ini saja pada saat gereja berpindah ke media online dia rutin ikut ibadah dan merasa sudah cukup, padahal yang dipilihnya ialah ibadah-ibadah yang sifatnya menghibur dan yang durasinya juga singkat. Beberapa kali dia menyempatkan membeli buku rohani tapi tidak pernah dibacanya sampai tuntas. Dalam hidup kesehariannya, dia orang yang dikenal cukup ramah, sopan, tidak suka bertengkar bahkan senang membantu orang disekitarnya. 

Pria yang kedua cukup kontras bedanya. Dia adalah orang yang gemar dalam mengikuti kelas-kelas pembinaan teologi, sistematika, apologetika dan lain sebagainya. Ketika semua serba online seperti sekarang ini, dia bahkan lebih sering lagi mengikuti pembinaan-pembinaan dari gereja lain yang bisa diakses lewat media sosial. Kegemarannya ialah membaca buku-buku dari teolog-teolog handal mulai dari abad permulaan, era reformasi sampai sekarang ini. Jika dia mendengar khotbah yang kurang dari 1 jam durasinya maka dia akan merasa sangat bersalah. Sayangnya, dalam keseharian pria ini sangat arogan, selalu merasa paling benar, suka membentak istri anak-anaknya, dan beberapa kali menipu rekan kerjanya. 

Di dalam waktu yang bersamaan ketika gereja sudah kembali onsite, kedua orang ini menghadiri gereja yang sama. Sewaktu ibadah berlangsung ada momen refleksi dan doa pribadi, disana pria yang kedua dengan kepala yang tegak dan dalam hati berkata kepada Tuhan: Tuhan, saya bersyukur bahwa saya tidak seperti orang lain yang tidak memperdulikan doktrin, yang hidup rohaninya dangkal. Saya juga bersyukur karena Engkau mencipta saya dengan kesukaan akan pengajaran teologi dan doktrin yang mendalam. Terpujilah semuanya itu. Sedangkan pria yang pertama hanya tertunduk malu tanpa berani menengadah ke atas sambil menepuk dadanya dan berkata: Oh Tuhan, kasihanilah aku orang berdosa ini. Amin. 

Ketika mendengar kisah ini dan merefleksikan diri dengan kedua macam orang dalam cerita ini, kira-kira kita ini macam orang yang pertama atau kedua? 

Harus diakui bahwa kedua macam orang diatas tidaklah ideal. Kita perlu sesuatu yang ideal yakni orang yang memiliki pengetahuan yang baik akan doktrin dan pada saat yang sama juga memiliki perilaku yang saleh dalam keseharian. Lalu bagaimana kita bisa mencapai keadaan yang ideal ini? 

Rasul Paulus menjelang akhir hidupnya dalam surat 2 Timotius 2:14-26 memberikan nasihat kepada anak didiknya, Timotius tentang pentingnya pengajaran yang sehat dan perilaku yang saleh pada saat yang bersamaan. Nasihat Paulus disini dapat dibagi menjadi 3 ilustrasi yakni: 

    

      1. Pekerja yang tidak malu (ay. 14-19)

Dibagian ini, Paulus memulainya dengan berkata: ‘ingatkanlah dan pesankanlah.’ Ini berarti bahwa Timotius diminta untuk mengingatkan kepada umat yang dilayaninya yakni di Efesus untuk tetap berpegang pada pengajaran mula-mula yang sudah mereka terima. Lalu, Paulus juga mengingatkan agar mereka tidak menggunakan pengetahuan mereka itu untuk berdebat dengan kata-kata kepada orang lain. Mengapa? Karena hal itu tidak berguna dan dapat mengacaukan orang lain yang mendengarnya. John Calvin mengatakan: “Keterlibatan seseorang dalam perdebatan terjadi karena kegemaran dia akan hal itu yang biasanya dihasilkan oleh suatu keinginan yang bodoh dari orang pintar.” 

Itulah sebabnya, setiap kita perlu mengingat bahwa karena kebencian, kebenaran sering dilupakan dan karena pertikaian tidak menghasilkan pertobatan. 

Lalu bagaimana cara menghindarkan diri dari perdebatan? Paulus menasihatkan untuk berterus terang beritakanlah kebenaran. Ini penegasan yang penting mengingat apa yang kita beritakan bukanlah berita yang berasal dari diri kita melainkan kebenaran yang dari Allah. R. Kent Hughes memberikan nasihat bahwa: “Berikan yang terbaik dari diri anda kepada Tuhan sebagai yang diperkenan olehNya, seorang pekerja yang tidak perlu malu, meyakini firman dengan benar. Membacanya. Merenungkannya. Menghafalkannya.” 

          2. Perabot yang mulia (ay. 20-22)

Ilustrasi yang Paulus sampaikan disini sangat dekat dengan kehidupan kita yakni tentang perabot rumah. Disana Paulus menyebutkan 2 tipe perabot yakni: dari emas dan perak yang dipakai untuk maksud yang mulia dan kayu – tanah yang dipakai untuk maksud yang kurang mulia. Apa artinya ini? John Stott mengatakan bahwa peralatan yang dipakai untuk maksud yang mulia menggambarkan keberadaan pengajar-pengajar yang sejati sedangkan untuk maksud yang kurang mulia ialah pengajar-pengajar palsu yang ada di dalam gereja. Perabot yang mulia tentunya merujuk kepada Timotius dan yang kurang mulia merujuk kepada Himenus dan koleganya. 

Sebagai perabot yang mulia maka haruslah timotius menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat – yang ada kaitannya dengan ayat 19 yang mengatakan hendaklah meninggalkan kejahatan. Maka dari itu, ilustrasi perabot rumah ini sesungguhnya ingin menegaskan tentang pengetahuan doktrin dan perilaku hidup sehari-hari harus berjalan beriringan – keduanya tidak terpisahkan. Paulus sebelumnya dalam 1 timotius 4:16a juga memberikan nasihat kepada timotius ketika menghadapi para pengajar sesat bahwa: ‘Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu.’ 

Itulah sebabnya, kita perlu mawas diri karena seringkali yang terjadi ialah dengan suka kita menyembah Tuhan pada hari minggu tetapi sering kita lupa dengan Dia pada hari senin sampai sabtu. 

         3. Pelayan yang ramah (ay. 23-26) 

Dalam ilustrasi yang ketiga ini, Paulus kembali menasihati Timotius agar menghindari soal-soal yang dicari-cari. Kata soal yang dicari-cari hanya muncul 3 kali dalam surat Paulus. Satu dalam ayat ini, 2 lagi di 1 Timotius 6:4 dan Titus 3:9. Yang dimana intinya tentang tidak mempersoalkan sesuatu yang tidak perlu dipersoalkan. Dalam hal yang spesifik, Paulus menulis dalam 1 Timotius 1:4 yakni: “Ataupun sibuk dengan dongeng dan silsilah yang tiada putus-putusnya, yang hanya menghasilkan persoalan belaka, dan bukan tertib hidup keselamatan yang diberikan Allah dalam iman.” 

Jadi, ternyata ada pengajar-pengajar pada waktu itu yang sibuk mempersoalkan hal-hal yang tidak perlu dipersoalkan. Ini justru memperlihatkan kebodohan dan ketidaklayakan para pengajar-pengajar ini. Dan celakanya persoalan-persoalan ini sampai menimbulkan pertengakaran. Paulus menasihatkan Timotius untuk menghindari hal-hal yang demikian tetapi harus menyatakan keramahan (gentleness). Mengapa harus ramah? Paulus mengatakan: siapa tahu Tuhan memberikan kesempatan bagi mereka untuk bertobat dan bisa mengenal kebenaran. 

Dengan kata lain, Paulus ingin menasihatkan bahwa apa artinya memenangkan argumen kalau akhirnya hanya meregangkan jarak dengan sesama dan menjauhkan mereka dari kebenaran? 

Gospel Connection

Dari awal Paulus mengatakan: usahakanlah supaya engkau layak… haruslah menyucikan diri… harus ramah, harus cakap mengajar, harus lemah lembut… semuanya ini merupakan tuntutan yang tidak mungkin kita kerjakan dengan diri kita sendiri. Lalu siapa yang dapat menunaikan tugas ini? 

Dalam Matius 21:5 dikatakan: “Katakanlah kepada puteri Sion: Lihat, Rajamu datang kepadamu, Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai, seekor keledai beban yang muda.” Dan 2 Korintus 10:1b mengatakan: “Aku memperingatkan kamu demi Kristus yang lemah lembut dan ramah.” 

Kedua bagian ini ingin menyatakan bahwa Kristuslah Sang Kebenaran. Dia juga Sang Sumber Kelemahlembutan dan KesempurnaanNya sebagai hamba yang rendah hati. Dia yang Mahatinggi merendah agar kita mengenal kebenaran. Dia yang Mahakuasa justru datang dengan kelemahlembutan bukan kekerasan. Dia yang empunya segalanya justru tidak mencari hormat atas kepunyaanNya.

Dan ini sekaligus berarti bahwa jika kita bisa menghidupi kebenaran yang sudah kita terima itu karena Sang Kebenaran yaitu Kristus Yesus sudah menghidupkan kita terlebih dahulu. Dan bukan hanya menghidupkan kita, melainkan Dia juga mendampingi kita untuk bisa mengerjakan itu. Yesus berkata: “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah padaKu, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan.” (Matius 11:28-30)