Pembacaan : 1 Yohanes 4: 7 - 21

 

Bacaan Alkitab Setahun :

Yesaya 43 - 46

 

 

Saya lebih diyakinkan setiap hari, ketika saya memeriksa hubungan saya sendiri dan ketika saya mengamati orang lain dalam hubungan mereka, bahwa hubungan pertama kali diperbaiki secara vertikal sebelum diperbaiki secara horizontal. Paulus menggambarkan dinamika ini dengan kata-kata yang mengejutkan dalam Galatia 5: “Sebab seluruh hukum Taurat tercakup dalam satu firman ini, yaitu: ‘Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!’ (ay. 14) Sekarang, pikirkan baik-baik dengan saya. Jika Anda baru saja menulis, "Seluruh hukum Allah diringkas dengan satu perintah," apa yang akan Anda tulis selanjutnya? Saya akan menulis, "Kasihi Tuhan di atas segalanya." Sepertinya benar. Bukankah itu perintah terbesar dari semua perintah Allah (Markus 12:28-30)? Bukankah perintah ini yang harus selalu menjadi yang pertama dan terpenting di hati kita? Tampaknya teologi yang baik akan menuntut bahwa ini adalah "satu kata" yang sedang dibicarakan oleh Paulus. Tapi bukan itu yang ditulis oleh Paulus. Dia berkata bahwa seluruh hukum Taurat digenapi dalam satu kata, dan kemudian dia berkata, "Kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri." Apa? Bagaimana hal itu bisa menggenapi seluruh panggilan Tuhan untuk kita sebagai anak-anak-Nya?

Paulus sedang membahas sesuatu yang sangat penting di sini. Dia tahu dua hal. Pertama, dia tahu bahwa hanya orang yang mengasihi Allah di atas segalanya yang akan mencintai sesamanya seperti diri mereka sendiri. Hanya ketika Allah berada di tempat yang selayaknya di hati saya, Anda akan berada di tempat yang tepat dalam hidup saya. Ini karena jika Tuhan tidak ada di tempat yang seharusnya, coba tebak siapa yang saya masukkan di tempat itu? Jawabannya mudah: diri sendiri. Dalam pernikahan saya, saya harus membuat pengakuan ini – masalah utama saya bukanlah karena saya gagal mencintai Luella sebagaimana mestinya. Tidak, masalah saya yang lebih dalam adalah saya belum mengasihi Allah sebagaimana mestinya, dan karena saya belum mengasihi Allah, saya menempatkan diri saya pada posisi-Nya. Saya menjadikan segala sesuatu tentang saya dan oleh karena itu tidak mencintai Luella seperti yang seharusnya saya lakukan.

Paulus mengetahui hal kedua: salah satu cara kita tahu kita kurang mengasihi Allah terungkap adalah kurangnya kasih aktif yang ada dalam hubungan kita. Yohanes mengatakannya seperti ini: “Jikalau seorang berkata: ‘Aku mengasihi Allah,’ dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya” (1 Yoh. 4:20). Kasih untuk orang lain benar-benar dimulai, berlanjut, dan setiap hari dimotivasi oleh kasih untuk Tuhan. Saat tujuan-Nya lebih penting daripada keinginan Anda, ketika kemuliaan-Nya lebih berharga bagi Anda daripada kemuliaan fana Anda, dan ketika agenda-Nya menggerakkan Anda lebih daripada rencana Anda, Anda akan dibebaskan dari belenggu cinta diri sendiri dan dibebaskan untuk mengasih orang lain. Itu memang benar. Hubungan kita membutuhkan lebih dari sekadar perbaikan horizontal. Hubungan kita membutuhkan penyelamatan vertikal, dan untuk itu ada anugerah dari Juruselamat yang selalu cukup. 

 

Kasih lebih dari sekadar bersikap baik kepada orang lain. Kasih adalah mengasihi Allah di atas segalanya sehingga Anda mengasihi orang seperti yang Dia perintahkan kepada Anda.