Pembacaan : 1 Korintus 10: 1 - 13
Bacaan Alkitab Setahun :
Mazmur 88 - 91
Ini mungkin adalah kata paling inklusif yang pernah digunakan dalam sejarah manusia: kebutuhan. Kita menaruh terlalu banyak hal dalam kategori “kebutuhan”. Itu sebabnya Yesus mengingatkan kita ada Bapa di surga yang tahu dengan tepat apa yang kita butuhkan (lihat Matius 6). Dalam mengingat hal itu ada penghiburan dan konfrontasi. Penghiburannya adalah bahwa ada Dia yang menciptakan segala sesuatu dan sampai sekarang mengendalikan segala sesuatu, dan Dia telah melepaskan kuasa-Nya yang luar biasa sehingga Anda dan saya dapat menerima dari tangan-Nya setiap hal baik yang kita butuhkan untuk menggenapi tujuan kita diciptakan. Tidak ada kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi oleh tangan-Nya.Tetapi pernyataan ini juga mengandung teguran yang rendah hati. Namun, pernyataan ini juga mengandung teguran. Kita membutuhkan Bapa di surga yang tahu semua yang kita butuhkan, karena kita tidak tahu apa yang kita butuhkan. Kita sering tertukar antara keinginan dan kebutuhan.
Beginilah caranya kecanduan yang dikendalikan kebutuhan (perbudakan rohani) berkembang. Dimulai dengan keinginan (“aku ingin...”). Tidak ada yang salah dengan keinginan. Allah menciptakan kita dengan kapasitas untuk menginginkan. Semua yang kita katakan dan lakukan adalah hasil dari keinginan. Namun, sulit bagi orang berdosa memegang keinginan dengan tangan terbuka. Tidak butuh lama untuk keinginan kita berubah menjadi tuntutan (“aku harus ...”) Apa yang dulunya adalah keinginan sekarang mencengkeram kita. Kita tidak mau melepaskannya. Kita semakin yakin bahwa kita harus memilikinya. Lalu tuntutan berubah menjadi kebutuhan (“aku akan ...”) Sampai di sini, kita yakin bahwa kita tidak dapat hidup tanpanya. Hal yang dulunya merupakan keinginan yang tidak terlalu mendesak kini telah menjelma menjadi kebutuhan. Kita sekarang yakin sekali tidak mungkin hidup tanpanya. Sekarang kebutuhan itu mengendalikan hati kita. Kita terus memikirkannya. Kita takut kalau kehilangannya. Kita membuat rencana cara menjaganya tetap ada dalam hidup kita.
Namun, siklus perbudakan tidak berhenti di sana. Kebutuhan membentuk ekspektasi apa yang Allah harus lakukan (“Engkau harus ...”). Anda lihat, jika Anda yakin itu suatu kebutuhan, Anda akan mengira Anda berhak untuk itu, Anda akan diyakinkan bahwa Anda memiliki hak untuk menuntutnya, dan Anda akan menilai kasih Tuhan dengan kesediaan-Nya untuk menyampaikannya. Ekspektasi menjadi kekecewaan ketika Allah tidak memberikan (“Engkau tidak ...”). Kita tidak bisa percaya Allah yang mengatakan Dia mengasihi kita tidak mau memenuhi “kebutuhan” ini. Faktanya adalah, Tuhan setia pada semua yang Dia janjikan kepada kita, tetapi keinginan yang berubah menjadi kebutuhan ini bukanlah sesuatu yang Dia janjikan untuk diberikan kepada kita. Jadi, kekecewaan membuat kita marah ("Karena Engkau tidak memberikannya, aku akan ...”) Karena sekarang kita menganggap Tuhan tidak setia, kita berhenti mempercayai Dia sebagaimana mestinya dan kita melepaskan kebiasaan baik kita. Bukankah melegakan ketika kita tahu Yesus datang untuk membebaskan kita dari perbudakan kita?
Anda dulu menginginkannya, tetapi sekarang Anda diyakinkan bahwa Anda membutuhkannya. Begitu Anda menamainya sebagai kebutuhan, Anda sudah ada dalam cengkeramannya.