Pembacaan : Kejadian 1-3

 

Bacaan Alkitab Setahun :

Ulangan 32 - 34

 

 

Hidup dalam dunia yang sudah rusak ini berat. Anda terus menerus mengalami frustrasi karena dunia ini tidak berfungsi seperti yang Allah inginkan. Anda selalu mengalami yang tidak terduga. Hampir setiap hari Anda harus berhadapan dengan sesuatu yang Anda tidak pilih ada dalam hidup Anda, tetapi sesuatu itu ada karena dunia di mana kita hidup. Hidup di sini, saat ini seperti hidup di rumah yang reyot yang sedikit demi sedikit hancur. Masih berbentuk rumah, tetapi sudah tidak berfungsi sebagai rumah lagi. Pintunya terus menerus macet. Saluran airnya tidak berfungsi dengan baik. Anda tidak tahu apa yang akan terjadi kalau Anda menggunakan peralatan elektronik dan sepertinya atapnya bocor padahal tidak hujan. Begitu pula dengan dunia di mana Anda dan saya tinggal. Dunia ini adalah rumah yang sudah reyot. 

 

Menghadapi realita ini hanya ada dua respons yang kita bisa lakukan: mengutuki atau meratapi. Mari kita jujur. Mengutuki adalah respons yang lebih natural. Kita mengutuki fakta bahwa kita harus berhadapan dengan orang yang berdosa. Kita mengutuki fakta bahwa kita harus menghadapi hal-hal yang tidak benar. Kita mengutuki fakta bahwa kita harus menghadapi polusi dan penyakit. Kita mengutuki fakta bahwa janji tidak ditepati, hubungan hancur, dan mimpi kandas. Kita mengutuki fakta bahwa realitas adalah rasa sakit dan penderitaan. Kita mengutuki fakta bahwa dunia yang sudah rusak ini menjadi tempat tinggal kita. Kita menjadi kesal, tidak sabar, pahit, marah, tidak puas. Ya, kita memang benar bila tidak menyukainya. Bila kita merasa frustrasi itu natural karena seperti yang Paulus katakan di Roma 8, seluruh dunia mengeluh menantikan penebusan. Namun, mengutuki adalah respons yang salah. Kita mengutuki apa yang harus kita hadapi karena hal itu membuat hidup kita lebih sulit daripada yang kita inginkan. Mengutuki adalah tentang kenyamanan kita, kesenangan kita, ketenangan kita. Mengutuki pada dasarnya adalah fokus kepada diri sendiri.

 

Meratapi adalah respons yang lebih baik. Meratapi adalah menerima tragedi kejatuhan dalam dosa. Meratapi adalah mengakui bahwa dunia tidak seperti yang Allah inginkan. Meratapi adalah berseru meminta Allah memulihkan, menebus. Meratapi adalah mengakui penderitaan orang lain. Meratapi adalah sesuatu yang lebih besar daripada fakta bahwa hidup itu sulit. Meratapi adalah menangisi apa yang telah dosa lakukan kepada semesta dan merindukan Sang Penebus datang dan membuat dunia yang sudah rusak ini baru kembali. Meratapi adalah respons yang diarahkan oleh anugerah. Hidup di sini, di dunia yang sudah rusak ini, bahasa sehari-harinya adalah mengutuki, itu adalah bahasa kerajaan diri sendiri, tetapi meratapi adalah bahasa sehari-hari kerajaan Allah. Bahasa mana yang akan Anda gunakan hari ini?

 

Jika Anda meratapi kehancuran dunia Anda alih-alih mengutukinya, 

Anda tahu bahwa anugerah telah datang dalam hidup Anda.