TERANG DI KEGELAPAN

Aku tahu di mana engkau diam, yaitu di sana, di tempat takhta Iblis; dan engkau berpegang kepada nama-Ku, dan engkau tidak menyangkal imanmu kepada-Ku, juga tidak pada zaman Antipas, saksi-Ku, yang setia kepada-Ku, yang dibunuh di hadapan kamu, di mana Iblis diam. – Wahyu 2:13

 

Kota Pergamus dibangun di atas sebuah bukit berbentuk kerucut yang menjulang setinggi sekitar seribu kaki. Kota ini merupakan pusat penyembahan berhala (paganisme) yang kuat, dengan berbagai kuil dan tempat pemujaan yang berdiri di puncaknya — seperti dewa Zeus, Athena, Dionisus, dan Asklepius. Selain itu, Pergamus juga menjadi kota pertama yang mendirikan kuil untuk menyembah penguasa Romawi seorang penguasa yang masih hidup, yaitu kaisar Romawi. Hal ini menjadikannya pusat resmi penyembahan kekaisaran di wilayah Asia. Secara rohani, tempat ini sangat gelap — begitu gelapnya hingga Kristus menyebutnya sebagai tempat di mana Iblis bersemayam.

 

Namun justru di tempat yang penuh kegelapan, dengan berbagai kepercayaan dan penyembahan berhala itu, jemaat di Pergamus dengan berani menunjukkan kesetiaan mereka kepada nama Kristus. Tetap setia kepada nama Tuhan Yesus berarti berpegang teguh pada seluruh kebenaran tentang siapa Dia sebenarnya — Tuhan yang telah menjadi manusia, Raja yang telah bangkit, dan Allah itu sendiri.

 

Bukan hal yang mudah untuk tetap setia kepada Yesus di tengah masyarakat yang siap memasukkan Yesus sebagai salah satu dari banyak dewa di antara banyak dewa lainnya. Dalam arti lain, sekadar tokoh agama di antara sekian banyak pilihan. Namun jemaat di Pergamus tetap mengakui bahwa Yesus adalah Raja, bahwa di luar Dia tidak ada yang lain, dan tidak ada siapa pun, bahkan Kaisar sekalipun, yang layak menerima penyembahan yang hanya menjadi milik-Nya.

 

Kesetiaan jemaat kepada nama Kristus ini tercermin jelas dalam diri seorang percaya bernama Antipas. Ia tidak mau memberi penghormatan kepada kaisar yang sebenarnya hanyalah milik Kristus. Karena itulah ia menolak berkompromi, meski hal itu berarti kehilangan nyawanya.

 

Keberagaman agama yang tampak di Pergamus sebenarnya sangat mencerminkan budaya modern saat ini, yang cenderung menilai semua keyakinan agama sebagai sama benarnya — seolah semuanya memiliki bobot yang setara dengan kebenaran Kristus. Pola pikir seperti itu tampak ramah, namun bertentangan dengan pernyataan Yesus sendiri bahwa, “Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa kalau tidak melalui Aku” (Yoh. 14:6). Yesus bukan satu dari sekian jalan. Ia adalah satu-satunya jalan.

 

Hari ini pun kita dikelilingi oleh begitu banyak “tempat penyembahan” modern: ide, ambisi, pengakuan, bahkan diri kita sendiri. Semua hal itu menuntut kesetiaan kita. Tetapi bagi mereka yang sudah dicelikkan oleh Injil, Roh Kudus menanamkan iman di hati kita agar tetap memegang Kristus. Kita tahu ada harga untuk mengikuti Yesus, dan terkadang terasa seperti dunia ingin memeras habis iman kita. Namun hanya jika kita sungguh yakin bahwa Yesus adalah satu-satunya Tuhan dan Juruselamat, maka kita akan memegang iman dan penyembahan kita kepada-Nya—apa pun harganya.

 

Refleksi

Bacalah Wahyu 2:12−17 dan jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut:

 

1. Kebenaran Injil mana yang mengubahkan hati saya?
2. Hal apa yang perlu saya pertobatkan?
3. Apa yang bisa saya terapkan hari ini?

 

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Tawarikh 16-18; Lukas 2:1-21