UNDANGAN UNTUK MEMILIKI HIKMAT

Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah, — yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit —, maka hal itu akan diberikan kepadanya. Yakobus 1:5

 

Hikmat” adalah kata yang terdengar agak kuno di telinga kita saat ini. Pernahkah Anda mendengar atau membaca kata itu selama seminggu terakhir? Kemungkinan besar tidak. Dalam kehidupan sehari-hari, kita lebih sering menemukan istilah seperti wawasan, informasi, atau kecerdasan. Namun, tidak satu pun dari kata-kata tersebut, baik secara terpisah maupun bersama-sama, benar-benar sepadan dengan makna hikmat.

Hikmat bukan sekadar persoalan intelektual; hikmat adalah persoalan moral. Hikmat berarti mengetahui bagaimana menjalani hidup menurut jalan Allah di dunia ciptaan-Nya, dan bertindak sesuai dengan pengetahuan itu. Yesus pernah berbicara tentang hikmat dalam perumpamaan tentang orang bijak dan orang bodoh yang membangun rumah mereka (Lukas 6:46–49). Orang bijak membangun rumah di atas batu; ketika banjir datang dan angin menerpa, rumah itu tetap kokoh. Sementara itu, orang bodoh membangun rumah di atas pasir; ketika badai datang, rumah itu roboh. Apa perbedaan di antara keduanya? Keduanya sama-sama mendengar perkataan Yesus, tetapi hanya orang bijak yang melakukannya. Ia membangun hidupnya di atas firman Kristus, membiarkan keputusannya diarahkan dan keinginannya dibentuk oleh apa yang Yesus katakan.

Secara alami, kita tidak memiliki hikmat seperti itu. Namun, undangan untuk menerima hikmat dari Allah bersifat terbuka dan penuh kasih. Langkah pertama untuk menerima hikmat adalah menyadari bahwa kita membutuhkannya. Hikmat selalu berawal dari kerendahan hati (Amsal 1:7). Setelah kita sadar akan kebutuhan itu, Yakobus mendorong kita untuk meminta kepada Allah, “yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan tidak membangkit-bangkit” (Yakobus 1:5). Allah tidak pelit; justru Dia adalah sumber dari “setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna” (Yakobus 1:17).

Yesus pun menguatkan hal ini dengan berkata, “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima; dan setiap orang yang mencari, mendapat; dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan” (Matius 7:7–8).

Jika kita datang kepada Allah dengan tulus hati, Dia berjanji akan memberikan hikmat-Nya dengan murah hati. Kita boleh terus mengulang permintaan kita karena pergumulan hidup nyata adanya, dan jalan yang harus kita tempuh sering kali berat. Tetapi Allah tidak pernah bosan atau terganggu oleh permohonan kita. Dia justru rindu untuk menolong!

Yakobus memahami bahwa di tengah suka dan duka, kita bisa saja tergoda untuk tidak berpikir seperti Allah. Namun, dengan hikmat dari-Nya, kita dimampukan untuk bertindak berdasarkan kebenaran yang Allah nyatakan tentang diri-Nya. Kita dapat menjalani hidup dengan langkah yang pasti, dengan hati yang taat dan percaya bahwa Allah akan memimpin jalan kita.

Dengan hikmat-Nya, kita bisa bertindak dengan tenang, bijak, dan penuh rasa syukur karena tahu bahwa Allah begitu murah hati. Yang perlu kita lakukan hanyalah mengakui bahwa kita membutuhkannya dan memintanya. Setelah itu, jalani hari-hari Anda dengan keyakinan bahwa ketika Anda meminta hikmat kepada-Nya, “itu akan diberikan” kepada Anda.

 

Refleksi

Bacalah Amsal 1:1-8 dan jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut

  • Pola pikir apa yang perlu saya ubah?
  • Apa yang perlu dikalibrasi dalam hati saya?
  • Apa yang bisa saya terapkan hari ini? 

 

Bacaan Alkitab Setahun: Daniel 1–2; Wahyu 5

Truth For Life – Alistair Beg