Pembacaan :  Yermia 2

 

Bacaan Alkitab Setahun :

Roma 1 - 3

 

Allah mengajukan pertanyaan yang “menampar” kepada orang Israel di awal kitab Yeremia, sebuah pertanyaan yang seharusnya membuat kita semua menyelidiki hati kita sendiri:

 

pernahkah suatu bangsa menukarkan allahnya meskipun itu sebenarnya bukan allah? Tetapi umat-Ku menukarkan Kemuliaannya dengan apa yang tidak berguna. Tertegunlah atas hal itu, hai langit, menggigil dan gemetarlah dengan sangat, demikianlah firman TUHAN. Sebab dua kali umat-Ku berbuat jahat: mereka meninggalkan Aku, sumber air yang hidup, untuk menggali kolam bagi mereka sendiri, yakni kolam yang bocor, yang tidak dapat menahan air. (Yer. 2:11-13) 

 

Ini adalah dinamika rohani yang signifikan untuk dipertimbangkan. Itu adalah akar dari kegagalan rohani bangsa Israel yang juga merupakan ancaman rohani bagi kita semua. Apa yang kita rayakan sebagai berkat dari Tuhan bisa menjadi berhala yang mengatur dan mengarahkan hati kita. Itu terjadi secara alami dan begitu halus. Ketaatan sejati yang merupakan buah kasih karunia berubah menjadi kebanggaan diri sendiri yang saya pamerkan di depan orang lain. Rumah yang pernah saya anggap sebagai anugerah Allah yang tidak layak saya terima menjadi berhala yang melahap pikiran dan keinginan hati saya. Hubungan yang pernah saya lihat sebagai berkat dari tangan Tuhan yang baik menjadi sumber identitas saya. Pengetahuan teologis yang merupakan karunia dari pelayanan pencerahan Roh Kudus menjadi alasan mengapa saya memandang rendah mereka yang tidak tahu apa yang saya ketahui.

Bukan saja saya telah menggantikan Allah sebagai pusat harapan rohani saya, tetapi saya mencari harapan rohani untuk hal-hal yang kosong dan tidak dapat dan pernah tersampaikan. Saya telah mengganti mata air kehidupan dengan sumur yang benar-benar kering, dan saya bahkan mungkin tidak tahu bahwa saya telah melakukannya. Inilah prinsip Alkitabiah—bukan saya hanya menginginkan hal-hal yang jahat. Tidak, perjuangannya lebih halus dari itu. Hal-hal baik dapat menggantikan Sang Pemberi hal-hal itu di hati saya. Keinginan untuk hal yang baik menjadi hal yang buruk ketika keinginan itu menjadi berkuasa. Tidak salah untuk menginginkan pengetahuan teologis, kenyamanan pribadi, atau rasa hormat dari orang lain, tetapi hal-hal ini tidak boleh menguasai hati kita. Inilah argumen lain bahwa kita sangat membutuhkan kasih karunia. Kita semua masih memiliki hati yang mengembara. Kita semua masih tergoda untuk meletakkan pemberian di tempat yang seharusnya ditempati oleh Sang Pemberi saja.

 

Jangan pernah membiarkan antusiasme Anda terhadap pemberian menggantikan ibadah dan pelayanan Anda kepada Sang Pemberi.