BANGUNLAH!

Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Sardis: Inilah firman Dia, yang memiliki ketujuh Roh Allah dan ketujuh bintang itu: Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau dikatakan hidup, padahal engkau mati! Bangunlah, dan kuatkanlah apa yang masih tinggal yang sudah hampir mati, sebab tidak satupun dari pekerjaanmu Aku dapati sempurna di hadapan Allah-Ku… Karena jikalau engkau tidak berjaga-jaga, Aku akan datang seperti pencuri dan engkau tidak tahu pada waktu manakah Aku tiba-tiba datang kepadamu. – Wahyu 3:1-3

 

Kota Sardis dahulu dikenal sebagai kota yang sangat aman karena letaknya yang tinggi dan bentengnya yang kuat. Menariknya, kota itu tidak pernah jatuh melalui serangan langsung. Dua kali Sardis dikalahkan bukan lewat peperangan terbuka, tetapi melalui serangan diam-diam di malam hari. Rasa aman yang berlebihan membuat mereka lengah.

 

Sikap seperti itu ternyata juga meresap ke dalam jemaat di Sardis ketika berbicara mengenai kehidupan rohani. Jemaat ini memiliki reputasi sebagai gereja yang hidup dan penuh pelayanan. Mungkin mereka dikenal luas, berpengaruh, atau kreatif dalam pelayanan. Namun kenyataannya tidak seperti yang terlihat. Kelesuan rohani dan rasa puas diri telah menguasai mereka.

 

Kristus yang bangkit melihat bahwa semua itu hanya tampak luar. Gereja Sardis tidak memiliki kepekaan rohani yang benar. Karena itu Ia memberi peringatan keras: "Bangunlah! Kotamu dijatuhkan secara diam-diam. Gerejamu juga bisa jatuh dengan cara yang sama. Lalu Ia mendorong jemaat untuk meneladani beberapa orang yang masih tetap setia, yang tetap hidup dalam kekudusan (Why. 3:4–5).

 

Kelesuan moral dan kerohanian seperti ini juga mudah ditemukan dalam kekristenan kontemporer—termasuk dalam kehidupan kita sendiri—lebih sering daripada yang kita sadari. Kita mudah merasa baik-baik saja. Kita merasa rohani kita cukup sehat, sehingga kita tidak lagi mengevaluasi motivasi, ketaatan, dan keadaan hati kita. Kita mengabaikan dosa kecil, kompromi kecil, dan sikap malas, apalagi jika orang lain pun melakukan hal yang sama.

 

Karena itu kita harus berhati-hati: jangan biarkan semangat kita dalam ibadah, pelayanan, atau persekutuan, menjadi pengganti bagi kedalaman hubungan kita dengan Kristus. Jangan sampai jumlah pelayanan, keramaian ibadah, atau aktivitas gerejawi membuat kita merasa aman padahal hati kita jauh dari Tuhan.

 

Kristus memanggil kita dengan kasih: “Bangunlah dari tidurmu rohani! Kuatkan apa yang masih tersisa. Ingat kembali apa yang telah engkau terima. Pegang itu. Bertobatlah. Taatlah.” Dan jika engkau merasa lemah atau kecewa karena ingin hidup total bagi Yesus namun banyak tantangan yang menghadang—ingatlah janji-Nya. Ia berkata, “Barangsiapa menang, ia akan dikenakan pakaian putih yang bersih, dan Aku sekali-kali tidak akan menghapus namanya dari kitab kehidupan.” (Why. 3:5).

 

Inilah Injil: Kristus sendiri yang membangunkan kita, menguatkan kita, dan menopang ketaatan kita. Ia memanggil kita bukan untuk mengandalkan kekuatan kita sendiri, tetapi untuk percaya kepada-Nya—Ia yang menjaga kita agar tetap berjaga-jaga. Dia yang telah mati dan bangkit bagi kita, tidak akan meninggalkan kita. Karena itu, bangunlah, berjaga-jagalah, dan hiduplah di dalam anugerah-Nya.

 

Refleksi

Bacalah Wahyu 3:1−6 dan jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut:

 

1. Kebenaran Injil mana yang mengubahkan hati saya?
2. Hal apa yang perlu saya pertobatkan?
3. Apa yang bisa saya terapkan hari ini?

 

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Tawarikh 25-27; Lukas 4:1-30