Pembacaan : Ibrani 4: 14 - 16

 

Bacaan Alkitab Setahun :

Hosea 7 - 14

 

Kita cenderung memberi terlalu banyak pujian bagi diri sendiri:

 

  • Kita cenderung mengaitkan terlalu banyak kebenaran dengan diri kita sendiri.
  • Kita cenderung berpikir bahwa kita memiliki lebih banyak hikmat daripada yang kita miliki.
  • Kita cenderung bangga memiliki karakter yang “benar”.
  • Kita cenderung menganggap diri kita lebih sabar daripada yang sebenarnya.
  • Kita cenderung menganggap diri kita sebagai orang yang gigih.
  • Kita cenderung berpikir bahwa kita tunduk dan patuh.
  • Kita cenderung percaya bahwa kita lebih berkomitmen pada kerajaan Allah daripada yang sebenarnya.
  • Kita hanya cenderung melihat diri kita lebih rohani daripada yang sebenarnya.

Inilah masalah dengan kecenderungan ini: ketika Anda menyebut diri Anda sebagai orang benar, ketika Anda menganggap diri Anda lebih dewasa daripada yang sebenarnya, Anda tidak mencari kasih karunia yang merupakan satu-satunya harapan Anda. Kita tidak berpikir bahwa kita meremehkan kasih karunia, tetapi itulah yang sebenarnya dilakukan oleh banyak dari kita. Karena kita melihat diri sendiri dan menyimpulkan bahwa kita baik-baik saja secara rohani, kita cenderung tidak memiliki penghargaan yang mendalam atas anugerah yang menjadi satu-satunya harapan kita dalam hidup dan mati. Anda lihat, hanya orang-orang yang mengakui betapa dalam kebutuhan mereka dan yang mengakui bahwa mereka tidak memiliki kemampuan apa pun untuk memenuhi kebutuhan itu yang akan merasa gembira dengan anugerah yang memenuhi setiap kebutuhan rohani mereka.

Di sisi lain, kita tidak suka menganggap diri kita membutuhkan, sehingga kita cenderung meminimalkan dosa kita. Sayangnya, banyak dari kita jauh lebih peduli tentang dosa orang lain daripada dosa kita sendiri. Kita lebih memperhatikan kebutuhan rohani orang lain daripada kebutuhan kita sendiri. Karena kita meminimalkan dosa kita, melihat diri sendiri sebagai orang benar, kita tidak mencari dan mengejar anugerah penyelamatan dan transformasi yang menjadi bagian kita sebagai anak-anak Allah. Selama kita masih memiliki harapan di dalam diri kita—yaitu, harapan untuk menjadi orang benar dengan usaha sendiri—kita tidak akan mengejar kasih karunia yang ditawarkan kepada kita di dalam Kristus Yesus. Hanya ketika kita rela menyerah, kita mencaripenyelamatan yang Allah berikan kepada kita.

Ya, memang benar bahwa keputusasaan adalah pintu menuju harapan. Ketika Anda melihat diri Anda tak berdaya jika dibiarkan sendiri akan memulai dan memicu pengejaran Anda akan anugerah Allah. Faktanya adalah kita semua, setiap hari, menunjukkan bukti bahwa kita butuh kasih karunia terus-menerus. Sederhananya, kita tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkannya sendiri. Kita masih sangat membutuhkan bantuan ilahi. Apakah Anda bersedia mengakuinya dan lari ke tempat di mana kasih karunia dapat ditemukan?

 

Keputusasaan adalah pintu menuju harapan. Anda harus menyerah pada diri sendiri sebelum Anda akan dibangkitkan tentang harapan yang ada di dalam Kristus Yesus.