SALIB YANG MULIA

“Kasih karunia menyertai kamu dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita, dan dari Tuhan Yesus Kristus, yang telah menyerahkan diri-Nya karena dosa-dosa kita, untuk melepaskan kita dari dunia jahat yang sekarang ini, menurut kehendak Allah dan Bapa kita. Bagi-Nyalah kemuliaan selama-lamanya! Amin.” – Galatia 1:3–5

 

Kematian adalah kenyataan yang tidak bisa dihindari dalam hidup manusia. Kita semua akan mengalami kehilangan orang-orang yang kita kasihi, dan pada akhirnya, kita pun harus menghadapi kematian kita sendiri. Sejak Adam dan Hawa memakan buah terlarang, itulah nasib manusia—setiap orang pasti mati. Setiap kematian menandai berakhirnya kemampuan seseorang untuk memengaruhi jalannya sejarah.

 

Namun, ada satu kematian yang mengubah dan menentukan sejarah seluruh dunia yaitu kematian Kristus. Kematian Yesus Kristus berbeda dari semua kematian lainnya.

 

Pertama, tidak seperti kebanyakan orang, Yesus menghadapi kematian dengan sukarela. Ia berkata, “Aku memberikan nyawa-Ku untuk menerimanya kembali. Tidak seorang pun mengambilnya dari pada-Ku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri” (Yoh. 10:17–18). Tuhan Yesus bukanlah korban yang tak berdaya. Ia tidak disalibkan karena nasib yang buruk atau karena Ia tidak mampu melawan. Ia bisa saja memanggil pasukan malaikat untuk membela-Nya jika Ia mau. Namun, sebaliknya, Ia dengan berani dan rela menyerahkan diri-Nya menuju penyaliban yang kelam. Ia memilih untuk taat pada kehendak Bapa.

 

Kedua, kematian-Nya memiliki tujuan yang pasti. Yesus mati “karena dosa-dosa kita untuk melepaskan kita dari dunia jahat yang sekarang ini” (Gal. 1:4). Salib menjadi lambang pendamaian antara murka Allah terhadap dosa dan kasih Allah kepada manusia berdosa—melalui pemberian diri Anak-Nya. Allah sendirilah yang menentukan bagaimana manusia berdosa dapat dinyatakan benar di hadapan-Nya yang kudus. Ia tahu bahwa hal itu tidak mungkin dicapai melalui usaha manusia, ketaatan terhadap hukum Taurat, atau keberhasilan mereka. Allah menetapkan bahwa satu-satunya jalan adalah melalui kematian Kristus di kayu salib.

 

Ketiga, dan yang paling unik, kematian-Nya ini membawa keselamatan. Tidak ada jalan lain bagi manusia berdosa untuk diperdamaikan dengan Allah. Jika ada jalan lain, maka kematian Kristus menjadi sia-sia. Namun tidak—ketika Kristus mati di salib, itu bukan sekadar contoh teladan atau sekadar bukti kasih Allah, meskipun memang demikian juga adanya. Yang paling mendasar adalah kematian Kristus benar-benar menggenapkan keselamatan bagi manusia berdosa.

 

Sungguh luar biasa bahwa Kristus melakukan hal sebesar ini. Tetapi yang paling menakjubkan bukan hanya apa yang Ia lakukan, melainkan untuk siapa Ia melakukannya — untuk aku dan untuk Anda. Kita tidak akan pernah sepenuhnya mengerti seberapa dalam kasih itu, tetapi kita tahu bahwa di salib, Anak Allah “telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku” (Gal. 2:20). Karena itu, kita harus selalu berpegang pada kebenaran inti dari iman Kristen dan Injil: bahwa Yesus “menyerahkan diri-Nya karena dosa-dosa kita untuk melepaskan kita dari dunia jahat ini.”

 

Kita diselamatkan bukan karena perbuatan kita, tetapi karena kasih dan pengorbanan Kristus di salib. Dialah satu-satunya alasan kita bisa memuliakan Allah — hari ini, dan selama-lamanya.

 

Refleksi

Bacalah Mazmur 22 dan jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut:

 

1. Kebenaran Injil mana yang mengubahkan hati saya?
2. Hal apa yang perlu saya pertobatkan?
3. Apa yang bisa saya terapkan hari ini?

 

Bacaan Alkitab Setahun: 1 Samuel 25-26; 1 Timotius 2