BAGAIMANA MENGALAHKAN KECEMBURUAN?

Panas hati kejam dan murka melanda, tetapi siapa dapat tahan terhadap cemburu? – Amsal 27:4

 

Kecemburuan telah menjadi masalah manusia sejak awal mula.

 

Kecemburuan sudah menjadi masalah manusia sejak awal mula. Dalam Kejadian 4, Kain iri kepada Habel, saudaranya, sehingga ia membunuhnya. Mungkin kita berpikir cerita itu tidak ada hubungannya dengan kita, sebab kita bukan pembunuh. Tapi sering kali, tanpa sadar, kecemburuan bisa menyakiti orang lain tanpa harus melakukan kekerasan—misalnya lewat kata-kata sinis, sikap dingin yang membuat orang lain tidak bisa merasakan kasih, atau dengan menahan kebaikan yang seharusnya bisa kita bagikan. Kalau dibiarkan, kecemburuan bisa meracuni hati kita dan perlahan-lahan menghancurkan kita dari dalam.

 

Kecemburuan muncul ketika orang lain menerima sesuatu yang lebih banyak atau lebih baik dari kita. Bahkan kita bisa cemburu pada orang yang tidak terlalu kita kenal, hanya karena merasa hidup mereka lebih baik. Akibatnya, kita menjadi sulit ikut bersukacita saat orang lain berhasil atau mendapat penghargaan. Kisah anak yang hilang (Luk. 15:11–32) memberi gambaran yang jelas. Saat ayahnya merayakan kepulangan sang adik, si kakak menolak ikut berpesta. Mengapa? Karena hatinya tidak bisa menerima kasih dan pengampunan yang besar itu. Padahal, ia sendiri tidak pernah kehilangan kasih dan perhatian ayahnya. Tapi kecemburuan membuatnya pahit melihat sukacita yang dirasakan adiknya.

 

Kecemburuan juga bisa merusak hubungan, bahkan ketika orang lain tidak bersalah. Ingat kisah Yusuf. Karena ayah mereka lebih mengasihi Yusuf, saudara-saudaranya menjadi cemburu. “Maka bencilah mereka itu kepadanya dan tidak mau menyapanya dengan ramah” (Kej. 37:4). Yusuf tidak melakukan kesalahan atau bermaksud menyakiti mereka. Namun, kecemburuan membuat hubungan itu hancur.

 

Lebih dalam lagi, kecemburuan sebenarnya adalah bentuk protes terhadap Allah. Saat kita iri dengan keberhasilan orang lain, hati kita seolah berkata, “Tuhan, Engkau salah. Seharusnya aku yang ada di sana… Aku yang pantas mendapatkannya… Aku yang layak memilikinya.” Tapi siapa kita hingga berani mempertanyakan keputusan Sang Pencipta? Yesaya 64:8 mengingatkan kita bahwa Tuhanlah Tukang Periuk, dan kita hanyalah tanah liat. Dialah yang menciptakan kita dan mengatur kehidupan kita sesuai rencana-Nya.

 

Hampir semua orang pernah bergumul dengan kecemburuan. Lalu, apa obatnya? Hanya dengan pertolongan Roh Kudus kita bisa melihat kecemburuan sebagai dosa dan belajar mencabutnya dari hati kita setiap hari. Dan sekali lagi, hanya dengan Roh Kudus kita bisa diingatkan akan begitu banyak berkat yang sudah kita miliki di dalam Kristus. Saat kita menyadari betapa kaya kita di dalam Dia, kecemburuan akan memudar, digantikan oleh rasa syukur dan kepuasan sejati.

Jangan biarkan kecemburuan tumbuh di hati kita hari ini. Roh Kudus senantiasa menolong agar kita bisa melihat bahwa di dalam Kristus, kita sudah menerima berkat rohani yang jauh lebih berharga daripada apa pun di dunia ini.

 

Refleksi

Bacalah 1 Timotius 5:6-10 dan jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut:

 

1. Kebenaran Injil mana yang mengubahkan hati saya?

2. Hal apa yang perlu saya pertobatkan?

3. Apa yang bisa saya terapkan hari ini?

 

Bacaan Alkitab Setahun: Yehezkiel 8-10; Yohanes 10:1-21