MENDEKAT KEPADA ALLAH
Karena itu marilah kita menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh, oleh karena hati kita telah dibersihkan dari hati nurani yang jahat dan tubuh kita telah dibasuh dengan air yang murni. – Ibrani 10:22
Pada zaman Perjanjian Lama, umat Allah hanya bisa mendekat kepada-Nya melalui imam besar. Hanya imam besar yang diizinkan masuk ke hadirat Allah, dan itu pun hanya sekali setahun, pada Hari Pendamaian. Karena itu, sungguh mengejutkan sekaligus revolusioner ketika penulis surat Ibrani menasihati para pembacanya untuk “mendekat” kepada Allah dalam doa.
Apa yang membuat perubahan besar dalam cara manusia bisa mendekat kepada Allah? Jawabannya adalah peristiwa Kalvari. Saat Yesus berseru dengan suara nyaring lalu menyerahkan nyawa-Nya, “tabir Bait Suci terbelah dua dari atas sampai ke bawah” (Mat. 27:50-51). Pada zaman Perjanjian Lama, tabir itu menjadi penghalang antara manusia dengan hadirat Allah. Tetapi kini penghalang itu sudah disingkirkan. Melalui kematian Yesus yang menebus dosa, setiap orang bisa langsung masuk ke hadirat Allah. Orang berdosa yang dulunya tidak dapat berdiri di hadirat-Nya yang kudus, sekarang dapat mendekat kepada Allah yang agung dalam kekudusan-Nya—semua karena karya Yesus di salib Golgota.
Lalu, bagaimana kita menanggapi undangan dalam kitab Ibrani ini? Pertama, kita perlu mendekat kepada Allah dengan penuh keyakinan. Penulis Ibrani berkata, “kita sekarang penuh keberanian …” (Ibrani 10:19). Kalau dulu orang hanya bisa mendekat dengan rasa takut dan ragu-ragu, sekarang kita boleh datang dengan iman dan sukacita besar, karena darah Yesus sudah membuka jalan bagi kita.
Kedua, kita perlu mendekat dengan rasa syukur. Betapa luar biasanya, kita bisa langsung masuk ke hadirat Allah. Dulu, hal ini tidak mungkin dilakukan dengan sembarangan, tetapi sekarang, karena kematian Anak Allah, “jalan yang baru dan yang hidup” menuju Allah sudah terbuka (Ibrani 10:20). Itulah sebabnya kita bisa datang kepada-Nya dengan hati yang rendah, penuh hormat, dan dipenuhi rasa syukur.
Dulu, jalan Perjanjian Lama hanya bisa dilalui oleh imam besar. Seperti kata Franz Delitzsch, jalan itu bagaikan “jalan setapak yang mati, hanya diinjak oleh imam besar, dan hanya olehnya saja.” Tapi sekarang, jalan yang kita tempuh sungguh baru dan penuh kehidupan.
Syukur kepada Allah! Karena melalui Yesus, kita bisa datang mendekat kepada Sang Pencipta dengan keyakinan penuh bahwa kita diterima-Nya. Apakah Anda menahan diri untuk berdoa karena merasa tertuduh oleh dosa? Ingatlah: darah Yesus sudah menutupinya.
Apakah Anda merasa harus memperbaiki diri dulu dan membawa perbuatan baik Anda agar Allah mau menerima? Ketahuilah: tirai sudah terkoyak, dan Yesus sudah menyelesaikan semuanya. Ataukah Anda enggan datang kepada Allah karena rasa puas diri atau kesibukan? Jangan lupa: Yesus mati supaya Anda mendapat hak istimewa untuk mendekat kepada-Nya.
Karena peristiwa Kalvari, hari ini kita bisa—dan seharusnya—datang kepada Allah dengan sukacita, penuh keyakinan, dan rasa syukur.
Refleksi
Bacalah Ibrani 12:18-24 dan jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Kebenaran Injil mana yang mengubahkan hati saya?
2. Hal apa yang perlu saya pertobatkan?
3. Apa yang bisa saya terapkan hari ini?
Bacaan Alkitab Setahun: Yehezkiel 11-13; Yohanes 10:22-42