BERPIKIR SECARA MENDALAM DEMI TUHAN

Perhatikanlah apa yang kukatakan; Tuhan akan memberi kepadamu pengertian dalam segala sesuatu. 

2 Timotius 2:7

 

Bukanlah hal yang aneh—bahkan, cukup umum—jika iman Kristen dianggap sebagai kepercayaan yang kurang logis di dalam keadaan yang tidak mungkin. Bagi sebagian orang iman itu seperti kruk untuk menopang orang yang kurang rasional saat mereka menghadapi tantangan hidup. Kritikus semacam itu mungkin terkejut mengetahui bahwa pada kenyataannya, kekristenan memanggil para pengikutnya untuk tidak mengabaikan pikiran mereka tetapi untuk melibatkannya secara kritis.

 

Ketika kita membaca Alkitab, kita menemukan bahwa Alkitab tidak pernah mengundang kita untuk sekadar merasakan sesuatu; Alkitab tidak pernah mencoba untuk sekadar menyapu kita dalam gelombang emosi. Allah tidak pernah sekalipun meminta atau mendukung kita untuk tidak berpikir. Sebaliknya, firman Allah berulang kali menunjukkan kepada kita bahwa kekristenan sebenarnya adalah panggilan untuk berpikir dengan benar dan mendalam tentang Allah, dunia-Nya, dan tempat kita di dalamnya. 

 

Ketika rasul Paulus berbicara kepada jemaat di Efesus, kita membaca bahwa dia "setiap hari berbicara di ruang kuliah Tiranus" yang kemungkinan besar adalah sekolah filsafat atau retorika (Kisah Para Rasul 19:9). Paulus tidak hanya menyanyikan lagu atau mencoba membangkitkan emosi. Tidak, dia pada dasarnya berkata, Warga Efesus, aku ingin kamu berpikir dan berdiskusi denganku hari ini. Di Tesalonika juga, Kisah Para Rasul memberi tahu kita bahwa Paulus "membicarakan" dengan jemaat, "menerangkannya kepada mereka dan menunjukkan, bahwa Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati" (17:2-3). Kitab Yesaya dimulai dengan panggilan serupa untuk berpikir dengan sungguh-sungguh: "Marilah, baiklah kita berperkara (berdiskusi)! — firman TUHAN" (Yesaya 1:18).

Dorongan untuk berpikir dan berdiskusi ini bukan hanya untuk memberitakan Injil tetapi juga untuk bertumbuh dewasa dalam iman. Dalam suratnya kepada jemaat di Korintus, Paulus berkata, “Saudara-saudara, janganlah sama seperti anak-anak dalam pemikiranmu. Jadilah anak-anak dalam kejahatan, tetapi orang dewasa dalam pemikiranmu!” (1 Korintus 14:20). Dia ingin jemaat berpikir dengan sungguh-sungguh dan intens tentang masalah-masalah yang mereka hadapi. Paulus bahkan lebih tegas lagi ketika dia menulis kepada Timotius: “Perhatikanlah apa yang kukatakan; Tuhan akan memberi kepadamu pengertian dalam segala sesuatu.” Kita memang membutuhkan Roh Allah agar dapat berpikir dengan benar (Lukas 24:45; 1 Korintus 12:3), karena intelektualitas kita dipengaruhi oleh dosa seperti halnya setiap bagian diri kita yang lain (Efesus 4:17). Namun, saat kita menggunakan kemampuan mental kita untuk merenungkan hikmat Kitab Suci, Allah akan memberi kita pemahaman yang lebih besar dan lebih dalam lagi.

 

Jadi, mengikuti Kristus bukanlah mengambil langkah iman buta ke dalam kegelapan tetapi membuka mata Anda terhadap terang kebenaran. Diperlukan waktu seumur hidup—dan lebih!—untuk menggali kekayaan kebenaran yang Anda temukan dalam firman Allah tentang Putra-Nya, tetapi satu hal yang pasti: hari ini, dan setiap hari, Allah ingin Anda mengasihi-Nya dan menghormati-Nya dengan segenap pikiran Anda.

 

 

Refleksi

Bacalah Mazmur 1 dan jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut

  • Pola pikir apa yang perlu saya ubah?
  • Apa yang perlu dikalibrasi dalam hati saya?
  • Apa yang bisa saya terapkan hari ini? 

 

Bacaan Alkitab Setahun: Pengkhotbah 4–6; Wahyu 11

Truth For Life – Alistair Beg