ALLAH TIDAK BISA DIPERMAINKAN

Sesudah peristiwa-peristiwa ini maka Haman bin Hamedata, orang Agag, dikaruniailah kebesaran oleh raja Ahasyweros, dan pangkatnya dinaikkan serta kedudukannya ditetapkan di atas semua pembesar yang ada di hadapan baginda. Dan semua pegawai raja yang di pintu gerbang istana raja berlutut dan sujud kepada Haman, sebab demikianlah diperintahkan raja tentang dia, tetapi Mordekhai tidak berlutut dan tidak sujud. Ester 3:1-2

 

Semua yang tertulis dalam Alkitab tidak ada yang kebetulan atau tidak relevan. Penulis Kitab Ester, contohnya, memperkenalkan Haman kepada kita sebagai “Haman bin Hamedata, orang Agag”. Deskripsi tersebut diperkuat kemudian dengan penekanan tambahan “seteru orang Yahudi itu” (Ester 3:10). Ketika pengulangan seperti itu terjadi, kita harus menyadari bahwa penulis ingin kita memahami sepotong informasi sebagai sesuatu yang penting. Beberapa latar belakang Alkitab akan membantu kita menghargai pentingnya deskripsi khusus tentang Haman ini.

 

Setelah meninggalkan Mesir, umat Allah sampai ke Sinai ketika orang Amalek datang dan berperang melawan mereka. Kita membaca bahwa “demikianlah Yosua mengalahkan Amalek dan rakyatnya dengan mata pedang. Kemudian berfirmanlah TUHAN kepada Musa: "Tuliskanlah semuanya ini dalam sebuah kitab sebagai tanda peringatan, dan ingatkanlah ke telinga Yosua, bahwa Aku akan menghapuskan sama sekali ingatan kepada Amalek dari kolong langit” (Keluaran 17:13-14).

 

Kemudian, ketika Saul diangkat menjadi raja Israel, dia diberi perintah oleh Allah untuk menghancurkan orang Amalek, raja mereka Agag, dan semua yang mereka miliki (1 Samuel 15:2-3). Dengan kata lain, Saul harus melaksanakan penghakiman Allah atas mereka yang telah hidup dalam penentangan aktif terhadap Dia dan umat-Nya selama berabad-abad, dan menolak untuk bertobat. Namun, meskipun perintah Allah sudah jelas, “Agag, raja orang Amalek, ditangkapnya hidup-hidup, tetapi segenap rakyatnya ditumpasnya dengan mata pedang” (ayat 9). Saul kemudian mengaku kepada Samuel, “Aku telah berdosa, sebab telah kulangkahi titah TUHAN dan perkataanmu; tetapi aku takut kepada rakyat, karena itu aku mengabulkan permintaan mereka” (ayat 24). 

 

Di Persia pada abad ke-5 SM, kekuasaan berada di tangan Haman—dan penulis ingin kita memahami bahwa dia adalah “orang Agag,” keturunan Agag. Tidak hanya itu, kakek Mordekhai adalah “Kish” (Ester 2:5). Kish adalah ayah Saul. Jadi, Mordekhai adalah seorang Yahudi yang garis keturunannya berhubungan dengan Saul, raja yang telah memutuskan bahwa firman Allah tidak terlalu penting. Sebagai akibat dari keputusan Saul, konflik lama dibiarkan terus mendidih, lalu menggelembung dan mendidih saat Haman berusaha menghancurkan semua orang Yahudi (3:6). Mordekhai berhadapan dengan kejahatan orang Agag yang seharusnya tidak ada—tetapi ada karena ketidaktaatan Saul, leluhur Mordekhai sendiri.

 

Allah tidak bisa dipermainkan ketika Dia memberikan perintah, peringatan, dan mengatakan apa yang Dia ingin dilakukan. Kegagalan untuk menaati Allah selalu memiliki konsekuensi. Ketika kita mendengarkan saran orang lain daripada arahan Allah, kita akan hidup dengan implikasi bagi diri sendiri, dan begitu pula mereka yang mengasihi kita dan mereka yang hidup dalam lingkup pengaruh kita. Hikmat Allah lebih luas daripada hikmat manusia. Karena itu, cepatlah menaati perintah Allah, agar Anda dapat hidup dalam berkat ketaatan dan jangan menimbun kesusahan bagi diri Anda sendiri atau bagi orang-orang yang mengikuti Anda.

 

Refleksi

Bacalah Ulangan 11:18-32 dan jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut:

 

  1. Pola pikir apa yang harus saya ubah?
  2. Bagaimana saya bisa lebih mengasihi Allah?
  3. Apa yang bisa saya terapkan hari ini?

 

Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 40-42; Kisah Para Rasul 18