BEBAS UNTUK BERDUKA
Setelah Mordekhai mengetahui segala yang terjadi itu, ia mengoyakkan pakaiannya, lalu memakai kain kabung dan abu, kemudian keluar berjalan di tengah-tengah kota, sambil melolong-lolong dengan nyaring dan pedih. Dengan demikian datanglah ia sampai ke depan pintu gerbang istana raja, karena seorangpun tidak boleh masuk pintu gerbang istana raja dengan berpakaian kain kabung. Ester 4:1-2
Pakaian yang disebutkan dalam ayat-ayat ini, yang dikenakan Mordekhai, bukanlah sebuah mode melainkan sebuah cara menyampaikan kesedihan yang menyelimuti hatinya. Sepanjang Perjanjian Lama, merobek pakaian dan mengenakan kain kabung serta abu adalah cara umum untuk menunjukkan dukacita, keresahan, dan kekhawatiran di depan umum (Ayub 1:20; Yunus 3:6-9).
Kepedihan ini khususnya dialami Mordekhai secara pribadi karena dia menanggung beban mengetahui bahwa bangsanya akan segera dimusnahkan karena penolakannya untuk tunduk di hadapan Haman (Ester 3:2-6). Dia telah melakukan apa yang menurutnya benar, dan dia harus menyerahkan sisanya kepada Allah. Namun, itu tidak berarti dia berjalan seenaknya, sambil menyanyikan providensia Allah. Tidak, Mordekhai berjalan menuju tengah kota, meratap dengan sedih. Itu adalah gambaran yang menyedihkan, dan gambaran yang sama terulang di seluruh provinsi saat berita itu menyebar dan orang lain bereaksi dengan cara yang sama (4:3).
Saat dia menangis dan berkabung, dia sampai ke gerbang istana raja yang berada sangat dekat dengan takhta. Mordekhai hanya berani pergi sampai sana. Jika dia mendekat, dia pasti sudah mati. Raja-raja pada umumnya tidak suka jika orang-orang berduka karena keputusan mereka. Kadang-kadang, kita memiliki rasa jijik yang sama terhadap kesedihan di dalam gereja. Mungkin Anda bahkan pernah mendengar orang mengatakan bahwa jiwa-jiwa yang kuat, setia, dan percaya tidak pernah merasa perlu berbaring di tanah, meratap, atau berkabung. Ini adalah kesalahan, yang dipaksakan secara bodoh kepada orang-orang percaya dan lebih banyak disebabkan oleh buku-buku pengembangan diri daripada firman Allah.
George Lawson menulis bahwa "iman umat Tuhan tidak mengganggu pelaksanaan kasih sayang yang sesuai dengan ketentuan providensia Allah yang menyedihkan." Apakah "ketentuan providensia Allah yang menyedihkan" ini? Tragedi yang merenggut pasangan Anda ketika Anda ingin dia tetap tinggal bersama Anda, yang merenggut anak Anda ketika Anda berharap dia menjadi tua, yang merenggut kesehatan atau keamanan Anda atau impian Anda—membawa serta gejolak emosi. Dan kita melihat dalam diri Mordekhai sebuah reaksi yang jujur dan dapat dipahami yang membebaskan banyak dari kita untuk melakukan hal yang sama: merasakan dan mengakui serta mengkomunikasikan emosi kita dengan cara yang saleh, daripada menekan atau mengabaikannya.
Kepercayaan kepada Allah dan komitmen untuk memahami bahwa Dia menguasai segalanya demi pujian bagi kemuliaan-Nya dan akan membawa segalanya di bawah kekuasaan Kristus tidak mengesampingkan ratapan atas keberdosaan dan kehancuran dunia ini. Adalah sah dan bahkan baik bagi kita untuk mengungkapkan kesedihan yang mendalam, ratapan, pertanyaan, keputusasaan, kekecewaan, ketakutan, dan kepengecutan hati ketika kita menghadapi kesulitan. Ketika Anda menghadapi emosi seperti itu, berserulah kepada Tuhan. Dia tidak meninggalkan umat-Nya. Dia tidak mencibir rasa sakit Anda atau meremehkan air mata Anda. Sesungguhnya, "TUHAN itu dekat kepada orang-orang yang patah hati" (Mazmur 34:19).
Refleksi
Bacalah Mazmur 34 dan jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut:
Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 4; Kisah Para Rasul 19:21-41