DIA TAHU
“Janganlah kamu selalu berkata sombong, janganlah caci maki keluar dari mulutmu. Karena Tuhan itu Allah yang mahatahu, dan oleh Dia perbuatan-perbuatan diuji.” — 1 Samuel 2:3
Di zaman sekarang, kita sering melihat orang menonjolkan diri, membanggakan pencapaian, dan berpusat pada “aku/saya/milikku.” Fokus ini membuat banyak orang mengabaikan Tuhan. Mereka berpikir: Tuhan tidak melihat. Atau kalaupun Dia melihat, Dia tidak peduli. Tapi itu salah. Sebagai orang percaya, kita juga bisa jatuh pada sikap yang sama, karena hati kita cenderung merasa bahwa kitalah sumber dari segala pengetahuan dan tahu apa yang terbaik untuk diri kita.
Masalahnya, sebagai orang percaya, kita pun tidak kebal dari cara pikir seperti ini. Secara alami, hati kita cenderung merasa bahwa kitalah sumber segala pengetahuan—bahwa kita tahu apa yang terbaik bagi diri kita.
Sikap sombong dan merasa cukup pada diri sendiri sering membuat orang meremehkan atau bahkan menolak kebenaran Alkitab. Di gereja masa kini, salah satu hal yang jarang mau dibicarakan adalah tentang penghakiman dan keadilan Allah. Topik ini memang tidak enak didengar, tapi tetap merupakan bagian penting dari kebenaran firman Tuhan. Paulus menulis bahwa Allah akan menghakimi “segala sesuatu yang tersembunyi dalam hati manusia oleh Kristus Yesus” (Rm. 2:16). Tidak ada yang bisa kita sembunyikan dari-Nya, meskipun kita sering merasa mampu. Allah tahu hati kita, dan setiap tindakan kita diperhitungkan oleh-Nya.
Dalam Daniel 5, kita membaca kisah tentang raja Babel bernama Belsyazar. Karena kesombongannya, ia meninggikan diri lebih tinggi dari Allah. Di tengah pesta besar yang penuh kemewahan, ia bahkan memakai perkakas dari Bait Allah untuk memuliakan dirinya sendiri. Tetapi tiba-tiba, sebuah tangan dari hadirat Allah muncul dan menulis kata-kata penghakiman di dinding. Seketika itu juga, raja yang sombong itu ketakutan dan gemetar.
Melalui Daniel, Allah menjelaskan arti tulisan itu: Allah yang Mahatinggi berkuasa atas kerajaan manusia dan menetapkan siapa yang Dia kehendaki untuk memerintah. Tetapi engkau, Belsyazar, tidak merendahkan hatimu, padahal engkau tahu semua ini. Sebaliknya, engkau meninggikan diri melawan Tuhan, memuji allah-allah dari emas, perak, tembaga, besi, kayu, dan batu—yang tidak bisa melihat, mendengar, atau mengetahui apa-apa. Sedangkan Allah yang memegang nafas hidupmu dan menentukan jalanmu, tidak engkau muliakan (Dan. 5:21–23).
Akhirnya, Belsyazar “telah ditimbang dengan neraca dan didapati kurang” (ay. 27), dan “pada malam itu juga” ia mati terbunuh (ay. 30). Ia pikir ia tahu yang terbaik, ternyata tidak.
Ini menjadi pelajaran penting bagi kita. Betapa bodohnya kalau kita berpikir Allah tidak melihat, tidak tahu, atau tidak akan bertindak. Allah tahu segalanya tentang hidup kita, dan Dia tahu setiap perbuatan kita. Seperti Belsyazar, kita diajak belajar bahwa kesombongan membawa kita pada penghakiman. Tetapi kerendahan hati di hadapan Tuhan justru membuka jalan menuju hidup. Jadi, berhati-hatilah supaya kita tidak dengan sombong berkata bahwa kita bisa mengatur hidup kita tanpa Yesus.
Hidup yang berkenan kepada Tuhan bukanlah tentang kesempurnaan kita, melainkan ketika kita rela tunduk di bawah pemerintahan Yesus, Raja yang penuh kasih. Kita tidak perlu hidup seolah-olah Allah tidak melihat, sebab Ia mengenal kita sepenuhnya dan tetap mengasihi kita. Jangan hanya berhenti pada penyesalan semata, melainkan datang kepada-Nya dengan hati yang mau bertobat. Mari kita merendahkan diri di hadapan-Nya, mengakui kelemahan kita, dan percaya bahwa di dalam Kristus ada pengampunan dan pemulihan. Sebab firman Tuhan berkata: “Rendahkanlah dirimu di hadapan Tuhan, dan Ia akan meninggikan kamu” (Yakobus 4:10).
Refleksi
Bacalah Daniel 5:1-6, 17-31 dan jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Kebenaran Injil mana yang mengubahkan hati saya?
2. Hal apa yang perlu saya pertobatkan?
3. Apa yang bisa saya terapkan hari ini?
Bacaan Alkitab Setahun: Yehezkiel 33–34; Yohanes 16