TELADAN KEDEWASAAN KRISTEN
Laki-laki yang tua hendaklah hidup sederhana, terhormat, bijaksana, sehat dalam iman, dalam kasih dan dalam ketekunan. Demikian juga perempuan-perempuan yang tua, hendaklah mereka hidup sebagai orang-orang beribadah, jangan memfitnah, jangan menjadi hamba anggur, tetapi cakap mengajarkan hal-hal yang baik dan dengan demikian mendidik perempuan-perempuan muda mengasihi suami dan anak-anaknya, hidup bijaksana dan suci, rajin mengatur rumah tangganya, baik hati dan taat kepada suaminya, agar firman Allah jangan dihujat orang. – Titus 2:2-5
Ketika hidup terasa sulit, yang kita butuhkan bukanlah setumpuk buku catatan tips atau panduan motivasi. Yang kita perlukan adalah bahu untuk bersandar, pelukan penuh pengertian, dan nasihat dari seorang Kristen yang lebih dewasa dalam iman. Pelayanan di gereja bukan terutama soal program, melainkan soal relasi. Melalui hubungan itulah kita bisa saling menguatkan dan terbuka satu sama lain.
Inilah sebabnya gereja membutuhkan pria dan wanita yang dewasa rohani—bukan hanya sekadar “menjalani hidup seadanya,” tetapi terus bertumbuh dalam iman kepada Allah, dalam kasih kepada sesama, dan dalam ketekunan menghadapi pencobaan.
Rasul Paulus menuliskan kepada Titus supaya ia menasihati orang-orang tua laki-laki untuk hidup sederhana, terhormat, bijaksana, dan sehat dalam iman. Demikian juga, ia menekankan betapa pentingnya peran perempuan yang lebih tua. Mereka dipanggil untuk hidup sebagai teladan dalam ibadah dan kasih, agar dapat mengajarkan hal-hal baik kepada generasi yang lebih muda tentang bagaimana hidup bagi Kristus.
Pengajaran ini bukan tentang teori atau pelajaran di kelas, melainkan soal gaya hidup. Ketika Paulus menulis kata-kata ini, ia tidak sedang membayangkan ruang kelas dengan buku pelajaran. Pengajaran seperti ini terjadi lewat percakapan sehari-hari yang sederhana tapi penuh makna, lewat pertemuan yang direncanakan, bahkan dalam kebersamaan saat kita menjalani hidup sehari-hari.
Coba pikirkan, ketika pernikahan Anda sedang bermasalah, kepada siapa Anda akan pergi? Saat anak remaja Anda berkata, “Aku tidak mau bicara lagi denganmu,” siapa yang bisa Anda ajak bicara? Ketika Anda bingung dan tidak tahu harus bagaimana, siapa yang akan menolong Anda? Tentu Anda bisa datang kepada pendeta Anda untuk didoakan dan diberi nasihat. Tapi di samping itu, Anda juga butuh pria atau wanita yang lebih dewasa dalam iman, yang pernah melewati jalan serupa dan bisa berkata: “Aku pernah mengalaminya. Ini yang kulakukan. Begini caraku berdoa. Inilah bagaimana kasih karunia Allah menopangku. Izinkan aku menguatkanmu.” Itulah penghiburan dan dorongan nyata dari kasih karunia Allah.
Setiap kita bisa menjadi “yang lebih tua” bagi orang lain, bahkan kalau pun usia kita masih muda. Kedewasaan iman bukan hanya soal umur, tetapi soal ketaatan dan kerelaan hati untuk taat dan berjalan bersama Kristus. Karena Injil sudah lebih dulu menyapa dan mengubahkan kita, marilah kita membuka diri supaya hidup kita dipakai-Nya—menjadi teladan, memberi waktu, doa, dan penghiburan bagi mereka yang lemah.
Namun di sisi lain, kita pun tetap membutuhkan orang lain yang lebih dewasa dalam iman. Kita membutuhkan sahabat rohani yang bisa mendoakan, menasihati, dan menolong kita melihat Kristus di tengah perjalanan hidup ini. Jangan jalani iman seorang diri—carilah relasi yang berpusat pada Injil, sebab melalui tubuh Kristus, Tuhan mencurahkan salah satu berkat terbesarnya: kita saling membangun, sampai semuanya bertumbuh menuju kedewasaan di dalam Dia.
Refleksi
Bacalah Titus 2:1-10 dan jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Kebenaran Injil mana yang mengubahkan hati saya?
2. Hal apa yang perlu saya pertobatkan?
3. Apa yang bisa saya terapkan hari ini?
Bacaan Alkitab Setahun: Yehezkiel 35–36; Yohanes 17