KERAJAAN DAN SALIB

Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini; jika Kerajaan-Ku dari dunia ini, pasti hamba-hamba-Ku telah melawan, supaya Aku jangan diserahkan kepada orang Yahudi, akan tetapi Kerajaan-Ku bukan dari sini. Yohanes 18:36

 

Ketika Yesus tiba di Yerusalem pada Minggu Palem pertama, Ia datang sebagai Raja yang mengendarai keledai—Raja tanpa istana, tanpa takhta, dan tanpa kerajaan yang jelas. Dalam sekejap, menjadi nyata bahwa Kristus datang bukan sebagai raja yang menang sesuai harapan banyak orang, tetapi sebagai Raja yang menderita, seperti yang telah dinubuatkan dalam Kitab Suci.

Orang-orang yang bersorak menyambut Yesus hari itu, akhirnya banyak yang meninggalkan-Nya. Mereka menginginkan kemenangan tanpa penderitaan, kekuasaan tanpa pengorbanan, dan pemerintahan tanpa salib. Hal ini tidak jauh berbeda dengan sikap banyak orang saat ini. Kita cenderung memilih hanya sisi Yesus yang kita sukai—Yesus sebagai teladan yang agung, pemecah masalah, guru bijak, atau pembaharu sosial—sambil mengabaikan panggilan-Nya untuk memikul salib.

Namun, kerajaan Allah berpusat pada salib. Paulus berkata, “Sebab aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan” (1 Korintus 2:2). Dengan kata lain, kita tidak akan pernah benar-benar memahami, mengenal, atau mengasihi Yesus—bahkan tidak benar-benar menjadi bagian dari kerajaan-Nya—tanpa memahami bahwa pintu masuk dan inti kerajaan Kristus adalah kematian dan kebangkitan-Nya. Itulah jalan masuk kita ke dalam kerajaan-Nya dan pola hidup yang harus kita jalani sebagai pengikut-Nya.

Perubahan sejati dalam budaya tidak terjadi melalui reformasi lembaga atau kebijakan, tetapi melalui hati yang diubah oleh kerajaan yang berpusat pada salib. Sepanjang sejarah, tidak pernah ada kebangunan rohani yang dipicu oleh aktivitas politik. Kebangunan rohani selalu lahir dari doa, pemberitaan Injil, permohonan, dan kehidupan umat Kristus yang setia kepada panggilan-Nya. Dunia hanya akan berubah jika kita terlebih dahulu mengalami perubahan dalam hati kita.

Kerajaan Allah adalah tujuan yang jauh lebih mulia daripada ambisi duniawi mana pun, bahkan layak diperjuangkan hingga akhir hayat. Apakah Anda bersedia meninggalkan ambisi kecil Anda dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah? Jika demikian, jangan menaruh harapan pada agenda politik sebagai cara untuk menjaga kesehatan gereja atau membangkitkan masyarakat. Sebaliknya, pergilah dan beritakan Injil kepada mereka yang belum mengenal Yesus. Itu bisa berarti berbagi kabar baik di kantor Anda, di lingkungan sekitar, atau bahkan di tempat yang jauh seperti Teheran, Jakarta, atau Aljazair. Sebab Allah ada di mana-mana, dan setiap orang membutuhkan-Nya.

Jangan lagi hidup menurut pola dunia ini, tetapi ikutilah Sang Raja yang telah lebih dulu mengalami penderitaan sebelum masuk ke dalam kemuliaan-Nya (Lukas 24:26). Sebagai orang percaya, kita memiliki hak istimewa sekaligus tantangan besar untuk memberitakan kerajaan Allah kepada dunia yang dikuasai ketakutan akan kematian dan tidak memahami kehidupan sejati. Tugas ini tidak mudah, dan mungkin akan menuntut banyak pengorbanan. Namun, siapa pun yang memberikan dirinya bagi Kristus tidak akan pernah menyesal, baik sekarang maupun untuk selama-lamanya.

 

Refleksi

Bacalah Lukas 9:18-26 dan jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut

  • Pola pikir apa yang perlu saya ubah?
  • Apa yang perlu dikalibrasi dalam hati saya?
  • Apa yang bisa saya terapkan hari ini? 

 

Bacaan Alkitab Setahun: Amsal 19 – 20; Ibrani 1

Truth For Life – Alistair Beg