PELAYANAN SEJATI

Yang empunya mempelai perempuan, ialah mempelai laki-laki; tetapi sahabat mempelai laki-laki, yang berdiri dekat dia dan yang mendengarkannya, sangat bersukacita mendengar suara mempelai laki-laki itu. Itulah sukacitaku, dan sekarang sukacitaku itu penuh. Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil. Yohanes 3:29-30

 

Ada orang-orang yang mengaku ahli dalam membaca bahasa tubuh. Mereka dapat membedakan apa yang dikomunikasikan dari cara orang lain menaruh tubuhnya, tangannya, dan lewat ekspresi mukanya. Ini bisa menjadi keterampilan yang berguna, terutama untuk mengetahui—atau setidaknya samar-samar tahu—apakah seseorang bersikap tulus atau palsu.

 

Namun, ada cara orang Kristen dapat bersikap tidak autentik yang tidak dapat dibaca oleh orang-orang yang fasih dalam bahasa tubuh sekalipun. Sungguh menyedihkan bahwa motivasi yang berbeda mendorong orang untuk melayani dalam nama Kristus. Beberapa orang melayani bukan karena minat yang tulus terhadap kesejahteraan orang lain, tetapi karena kepentingan pribadi. Mereka mungkin ingin diperhatikan. Mereka mungkin mendambakan pujian. Mereka mungkin mengejar reputasi yang baik. Motivasi seperti itu mungkin menghasilkan hal-hal baik, tetapi tidak menghasilkan pelayanan yang tulus. Dengan kata lain, pelayanan bisa jadi palsu. Dari kejauhan, pelayanan itu tampak seperti pelayanan yang nyata, tetapi jika didekati, Anda akan merasa pelayanan itu kurang memuaskan.

 

Jadi, bagaimana kita tahu apa yang asli? Berikut ini adalah dua tanda hati pelayanan yang tulus yang harus kita cari dalam diri kita sendiri, dan juga dalam diri orang lain.

 

Pertama, kesediaan untuk melayani tanpa menyebut nama. Ini adalah jenis pelayanan yang senang berbuat baik tanpa memedulikan perhatian orang lain. "Di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan tidak ada seorangpun yang lebih besar dari pada Yohanes," kata Yesus sendiri (Lukas 7:28)—tetapi, Yohanes Pembaptis ingin melihat Kristus dimuliakan dengan mengorbankan dirinya sendiri, yang diungkapkan dengan sangat baik dalam kata-katanya, “Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil.”

 

Yang kedua adalah adanya ketulusan hati. Rasul Paulus menegaskan bahwa sahabatnya Timotius, misalnya, “bersungguh-sungguh memperhatikan kepentingan” jemaat Filipi, tidak seperti mereka yang “mencari kepentingannya sendiri” (Filipi 2:20-21). Epafroditus juga “sangat rindu” kebaikan jemaat Filipi (ayat 26). Kerinduan seperti itu tidak dapat dipalsukan tetapi muncul dari kasih yang sejati.

 

Bertahun-tahun yang lalu, seorang pendeta menyatakan bahwa dia “puas menjadi pesuruh Allah.” Dapatkah Anda mengatakannya dengan integritas? Apakah Anda senang untuk makin kecil jika itu berarti kemuliaan Kristus akan bertambah? Apakah Anda sungguh-sungguh—bahkan merindukan—ingin mengusahakan kebaikan orang lain? Orang-orang di sekitar kita mungkin tidak dapat mengatakan apa yang memotivasi kita, tetapi kita dapat yakin bahwa Juruselamat yang kita klaim sedang kita layani pasti bisa mengatakannya.

 

Mungkin ini adalah kesempatan yang baik untuk merenungkan dengan penuh doa teladan Paulus, yang berkata, “tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikitpun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku” (Kisah Para Rasul 20:24). Mintalah kepada Allah agar Dia memberikan rahmat-Nya sehingga Anda dapat menggemakan kata-kata ini dengan tulus. Siapa tahu apa yang akan Dia lakukan dengan hidup yang telah Anda serahkan sepenuhnya kepada-Nya?

 

Refleksi

Bacalah 1 Korintus 3:5-15 dan jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut:

 

  1. Pola pikir apa yang harus saya ubah?
  2. Bagaimana saya bisa lebih mengasihi Allah?
  3. Apa yang bisa saya terapkan hari ini?

 

Bacaan Alkitab Setahun: 

Mazmur 66-67; Kisah Para Rasul 23:16-35