JANGAN MENCURI
Jangan mencuri. Keluaran 20:15
Perintah kedelapan ini tampak sederhana, tetapi seperti semua bagian dari Kitab Suci, perintah ini memiliki makna yang lebih dalam ketika direnungkan dengan saksama. Jika kita mempelajarinya dengan hati-hati, kita akan menyadari bahwa perintah ini menyentuh lebih banyak aspek dalam hidup kita daripada yang kita kira.
Untuk memahami mengapa mencuri itu salah, kita perlu melihat dua prinsip utama dalam Alkitab yang mendasari perintah ini: Yang pertama adalah hak atas milik pribadi; yang kedua adalah kepemilikan Allah yang berdaulat atas semua yang telah Dia ciptakan. Dengan kata lain, Allah memiliki semua hal, dan Dia memberikan pengelolaan sementara kepada kita. Jadi, mencuri sesuatu dari seseorang merupakan pelanggaran terhadap Allah sebagai pemilik utama dan terhadap orang yang mengelolanya.
Namun, kita tidak akan sepenuhnya memahami perintah ini sampai kita memahami berbagai penerapannya dalam kehidupan kita. Mencuri dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Ada cara-cara mencuri yang lebih jelas:
Namun, ada cara-cara mencuri lainnya yang lebih halus, yang juga disebutkan dalam perintah ini:
Perintah kedelapan tidak membiarkan satu pun hal dalam hidup kita luput dari perhatian, dan, jika kita jujur, kita semua merasa bersalah karena melanggarnya dalam berbagai cara. Namun, dalam kasih karunia dan hikmat-Nya, Allah tidak hanya memberi tahu kita apa yang tidak boleh dilakukan; Dia juga memberi tahu kita apa yang harus dikejar: “Orang yang mencuri, janganlah dia mencuri lagi, tetapi baiklah dia bekerja keras dan melakukan pekerjaan yang baik dengan tangannya sendiri, supaya dia dapat membagikan sesuatu kepada orang yang berkekurangan” (Efesus 4:28). Tanggapan yang tepat terhadap perintah kedelapan bukan sekadar tidak mencuri, tetapi berkomitmen untuk menjalani hidup yang jujur, berintegritas, bekerja keras, dan murah hati.
Kisah Zakheus menunjukkan bagaimana perintah ini bekerja dalam kehidupan nyata. Sebagai pemungut pajak, ia sering mencuri dari orang lain. Namun, ketika ia bertemu dengan Yesus, hatinya berubah. Ia menyesali dosanya, mengembalikan apa yang telah dicurinya, dan berjanji untuk hidup dengan jujur (Lukas 19:7-8). Inilah contoh pertobatan dan ketaatan yang sejati dalam hal perintah ini. Karena itu, coba renungkan: Apakah saya pernah mencuri, dalam bentuk apa pun? Dosa apa yang harus saya akui dan tinggalkan? Kemudian tanyakan pada diri sendiri: Bagaimana saya bisa mulai memberi dan berbagi dengan orang lain, sebagai ganti dari kebiasaan yang salah sebelumnya?
Refleksi
Bacalah 2 Tesalonika 3:6-13 dan jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut
Bacaan Alkitab Setahun: Ayub 1–2; 1 Korintus 1
Truth For Life – Alistair Beg