BERSUKA DALAM KEHENDAK ALLAH
Sesungguhnya, akan datang waktunya, demikianlah firman Tuhan, “Aku akan mengadakan perjanjian baru dengan kaum Israel dan dengan kaum Yehuda, bukan seperti perjanjian yang telah Kuadakan dengan nenek moyang mereka, pada waktu Aku memegang tangan mereka untuk membawa mereka keluar dari tanah Mesir.”– Ibrani 8:8−9
Ketika umat Allah tidak mampu mencapai standar kekudusan-Nya, Tuhan tidak menurunkan standar-Nya agar sesuai dengan kemampuan mereka. Sebaliknya, Ia memilih untuk mengubah umat-Nya melalui pribadi dan karya Anak-Nya, Yesus Kristus.
Menurut Perjanjian Lama, setiap imam besar diangkat untuk mempersembahkan korban dan persembahan mewakili umat. Namun ketika Yesus datang sebagai Imam Besar yang sejati, Ia menggenapi tugas itu dengan mempersembahkan diri-Nya sendiri sebagai korban terakhir dan sempurna. Melalui kematian dan kebangkitan-Nya, Yesus meneguhkan sebuah perjanjian baru yang tidak dapat dibatalkan—perjanjian yang telah dinubuatkan oleh nabi Yeremia (Yer. 31:31–32): perjanjian yang mengubah hati orang-orang yang menjadi bagian darinya. Namun, bagaimana transformasi hati ini terjadi?
Setelah kebangkitan-Nya, Yesus naik ke surga dan duduk “di sebelah kanan takhta Yang Mahabesar di sorga” (Ibr. 8:1). Tindakan ini tidak hanya menandakan bahwa pekerjaan-Nya telah selesai tetapi juga membuka jalan bagi kedatangan Roh Kudus. Sebelum kematian dan kebangkitan-Nya, Yesus pada dasarnya mengatakan kepada murid-murid-Nya, “Namun benar yang Kukatakan ini kepadamu: Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu… Ia akan memuliakan Aku, sebab Ia akan memberitakan kepadamu apa yang diterimanya dari pada-Ku” (Yoh. 16:7, 14).
Jadi, tugas pelayanan Roh Kudus adalah mengubah dan memperbaharui hati kita sehingga hukum Allah akan tertulis di dalam hati kita, sehingga kita bisa bersukacita dalam melakukan kehendak-Nya (Yer. 31:33). Sebelumnya, hukum-hukum Allah terasa berat bagi kita. Sebelumnya, hukum-Nya hanya menunjukkan betapa kita bersalah. Namun kini, melalui karya Kristus, hukum Allah menjadi suatu kesukaan yang hidup dalam diri kita. Hidup dalam kekudusan, ketaatan, dan kesetiaan bukan lagi beban, tetapi menjadi sumber sukacita sejati.
Perjanjian baru ini juga membuka jalan bagi kita untuk mengenal Allah secara pribadi melalui firman-Nya. Kita tidak perlu bergantung pada imam, pemimpin rohani, atau ritual tertentu untuk mengenal Allah, karena sekarang setiap orang yang percaya dapat mengenal Dia secara langsung (Ibr. 8:11). Ketika kita mengenal Allah secara pribadi dan intim, kita diyakinkan tentang pengampunan kita; dan ketika kita melihat Kristus secara pribadi dan intim dalam firman-Nya, kita diubah oleh Roh Kudus untuk menjadi serupa Kristus (2 Kor. 3:18).
Inilah makna dari Yesus sebagai Imam Besar kita yang sejati: Dia telah menyelesaikan karya penebusan dan mengutus Roh Kudus-Nya untuk tinggal di dalam kita. Karena itu, ketika kita bergumul untuk menaati Allah, atau bahkan kehilangan keinginan untuk menaati-Nya, kita diajak untuk datang dan bersandar kepada-Nya. Mintalah Roh Kudus bekerja di dalam diri kita, mengubah cara pandang kita terhadap hukum Allah, dan menumbuhkan kerinduan untuk hidup taat kepada-Nya. Sebab apa yang Allah kehendaki terjadi dalam hidup kita, Ia juga sanggup kerjakan melalui kuasa Roh-Nya yang tinggal di dalam kita.
Refleksi
Bacalah Yohanes 16:5−15 dan jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Kebenaran Injil mana yang mengubahkan hati saya?
2. Hal apa yang perlu saya pertobatkan?
3. Apa yang bisa saya terapkan hari ini?
Bacaan Alkitab Setahun: Ezra 1-2; 2 Timotius 1