NUBUAT YANG DIGENAPI

Tetapi TUHAN berkehendak meremukkan dia dengan kesakitan. Apabila ia menyerahkan dirinya sebagai korban penebus salah, ia akan melihat keturunannya, umurnya akan lanjut, dan kehendak TUHAN akan terlaksana olehnya. Sesudah kesusahan jiwanya ia akan melihat terang dan menjadi puas; dan hamba-Ku itu, sebagai orang yang benar, akan membenarkan banyak orang oleh hikmatnya, dan kejahatan mereka dia pikul. – Yesaya 53:10−11

 

Salah satu aspek Injil yang paling kuat dari peristiwa penyaliban Kristus adalah bagaimana setiap peristiwa di hari itu berulang kali menunjukkan penggenapan dari nubuat-nubuat Perjanjian Lama yang telah disampaikan berabad-abad sebelumnya.

 

Ketika para imam kepala dan ahli Taurat menyerahkan Yesus kepada Pilatus, gubernur Romawi itu heran karena Yesus tidak membela diri-Nya di depan umum. Ketika Pilatus bertanya, “Engkaukah raja orang Yahudi?” Yesus menjawab, “Engkau sendiri yang mengatakannya” (Mat. 27:11). Ketika para pemimpin agama terus melemparkan tuduhan, Pilatus bertanya lagi, “Tidakkah Engkau memberi jawab? Lihatlah betapa banyaknya tuduhan mereka terhadap Engkau!” (Mrk. 15:4-5). Namun Kristus melakukan persis seperti yang telah dinubuatkan dalam Yesaya 53:7: “Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya.”

 

Beberapa jam sebelum Yesus menghembuskan nafas terakhir-Nya, kegelapan tiba-tiba menyelimuti seluruh negeri itu (Mat. 27:45). Orang-orang Yahudi yang hadir menyaksikan peristiwa itu seharusnya mengerti maknanya, sebab hal itu mengingatkan mereka pada peristiwa Paskah yang pertama. Mereka tahu bahwa di Mesir, tulah kesembilan, yang mendahului kematian anak sulung, adalah tulah kegelapan (Kel. 10:21-29). Kegelapan yang menyelimuti hari penyaliban itu mencerminkan tulah yang sama, yang menunjukkan perlunya darah untuk ditumpahkan, domba untuk dikorbankan demi keselamatan umat manusia dari hukuman dosa.

 

Injil menunjukkan kepada kita bahwa Yesus tahu dengan pasti bahwa Dialah Mesias yang telah dijanjikan sejak semula, orang yang akan menanggung dosa kita untuk membawa keselamatan kita. Ia hidup dengan kesadaran penuh akan penggenapan nubuat Yesaya 53 dan menyerahkan diri-Nya sepenuhnya kepada kehendak Allah Bapa. Dalam ketaatan yang sempurna, Ia menanggung murka Allah, mengorbankan diri-Nya demi keselamatan orang berdosa yang tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri.

 

Ketika nubuat-nubuat Perjanjian Lama digenapi di depan mata mereka pada hari Kristus disalibkan, pertanyaan terbesar yang dihadapi Pilatus dan orang Yahudi adalah: “Apa yang harus saya perbuat terhadap Yesus?” Dan itulah pertanyaan besar yang kita semua hadapi hari ini. Dengan natur berdosa, kita semua cenderung menolak Allah, memberontak terhadap kebenaran-Nya, dan lebih percaya pada kekuatan diri sendiri. Namun, seperti yang dinyatakan Yesaya, “TUHAN berkehendak meremukkan Dia” — bukan karena kebetulan, tetapi karena dalam kasih dan rencana kekal-Nya, Allah telah menetapkan bahwa Kristus akan memikul dosa kita agar kita dibenarkan.

 

Kesadaran bahwa Allah telah merencanakan karya penebusan ini jauh sebelum dunia dijadikan seharusnya membuat kita bersujud dalam kerendahan hati — bukan hanya karena kengerian salib, tetapi karena kasih karunia yang nyata di dalamnya. Kristus berdiri diam di hadapan Pilatus, menanggung penghinaan dan hukuman yang seharusnya kita terima. Maka, salib bukan sekadar kisah penderitaan, melainkan undangan kasih yang menuntun kita untuk berlutut, terdiam, dan menyembah Dia yang rela hancur demi menghidupkan kita kembali.

 

Refleksi

Bacalah Lukas 4:16−21 dan jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut:

 

1. Kebenaran Injil mana yang mengubahkan hati saya?
2. Hal apa yang perlu saya pertobatkan?
3. Apa yang bisa saya terapkan hari ini?  

 

Bacaan Alkitab Setahun: Ezra 3-5; 2 Timotius 2